Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan Pilihan

Hasrat dan Suara

7 Agustus 2020   19:12 Diperbarui: 7 Agustus 2020   19:07 12 0
Di negara yang sedang dipaksa untuk gandrung pada yang namanya demokrasi, terkadang kita jadi sering agak "kebablasan" atau ngawur. Kebebasan bersuara atau menyumbangkan pikiran lalu dimutlakkan, semua suara warga negara harus didengar! Pertanyaannya, apakah suara seorang penjahat atau residivis juga harus kita dengar? Apakah suara seorang pengecut dan kurang bertanggung-jawab juga harus kita dengar?  Dan mengapa kita harus mendengarkan suara mereka yang tidak pernah mendengarkan kita?

Bila hanya karena alasan tidak didengar lalu kita merasa bebas untuk bertindak ekstrim di luar sistem? Maka, pertanyaannya adalah apakah itu yang dinamakan praktek berdemokrasi? Apakah seorang anak yang tidak pernah mendengarkan orang-tua, lalu protes dan kabur dari rumah dengan alasan protesnya tidak pernah di dengar itu pun cermin perilaku demokrasi? Aneh sekali bila benar demikian; karena tanpa kewajiban mendengarkan ia merasa berhak untuk didengar.

Sejak awal kita belajar demokrasi, satu hal penting yang selalu ditekankan adalah keseimbangan hak dan kewajiban. Dengan demokrasi kita belajar untuk saling mendengarkan, bukan hanya didengar atau mendengarkan. Tuntutan keseimbangan tersebut semakin kritis ketika kita semua dihadapkan pada bencana yang belum teratasi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun