Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Rahasia di Balik Perang Surabaya

10 November 2011   18:44 Diperbarui: 4 April 2017   17:27 46937 16

Perang Surabaya November 1945, bisa dikatakan merupakan pertemuan antara : Keberanian rakyat Indonesia, kegagalan Intel Inggris, cerobohnya Belanda dan naifnya pemimpin Republik di Jakarta dalam memahami keadaan.

Perang ini amat massif sifatnya dan merupakan perang pertama di dunia setelah Hitler dikalahkan pada Mei 1945. Perang ini juga merupakan sebuah kejutan besar bagi Inggris dan menjadi inspirasi bagi negara Asia lainnya untuk mengobarkan perlawanan anti kolonial. Bisa dikatakan “Perang Surabaya adalah titik balik terpenting bagi negara-negara jajahan di Asia untuk memulai revolusinya”.

Di tahun 1942, ketika Jepang berhasil menginvasi Jawa dan mendaratkan banyak pasukan di Pulau paling kaya di Asia, pasukan Belanda mundur ke belakang. Beberapa pasukan Belanda di garis terdepan ditangkap dan diinternir, namun para penggede militer Belanda terutama bagian intelnya berhasil mengungsi ke tepi-tepi pantai atau di bandara kecil kota diterbangkan ke Australia dengan terburu-buru. Disana para penggede militer Belanda terus menjalin hubungan dengan Inggris, dan memeloti setiap berita yang masuk tentang Hindia Belanda. Dikabarkan pula Belanda telah menanam ribuan senjata ringan dan beberapa senjata berat yang siap digunakan sebagai perlawanan bawah tanah terhadap Jepang bila kemudian hari Jepang sudah melemah daya tempurnya maka pasukan bawah tanah bersenjata siap mengepung Jepang. Sampai detik ini belum bisa dibuktikan adanya penemuan senjata-senjata baru, tapi dari banyak kesaksian di masa perang Revolusi 1945 banyak dari pasukan laskar bersenjata memiliki alat persenjataan yang amat baik dan bukan peninggalan Jepang.

Sementara di Eropa, Churchill dan Franklin Delano Roosevelt terus melakukan koordinasi, mereka berdua memanfaatkan Stalin untuk menghadapi Hitler di front timur dan juga memutuskan sebuah persetujuan baru untuk bersiap bila sekutu kalah oleh Hitler di Eropa maka pertempuran akan dilanjutkan di Asia. Churchill dan Roosevelt pun menuliskan perjanjian Atlantic Charter 1940 yang isinya antara lain : “Hak bangsa-bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri” isi perjanjian ini jika dilihat kemudian waktu adalah hanya sebagai bom waktu agar bangsa Asia bisa dimanfaatkan oleh Inggris dan Amerika Serikat dalam melawan Hitler. Bukti bahwa Inggris-Amerika akan menjadikan semua dunia adalah wilayah jajahan merekaterjaditahun 1945, dalam perjanjian Yalta, Inggris-Amerika Serikat dan Sovjet Uni sepakat bahwa geopolitik akan dibelah menjadi blok barat dan blok timur. Setelah Stalin tertawa-tawa menandatangani perjanjian ini di depan Roosevelt dan Churchill, lalu Roosevelt dan Churchill bertemu di ruangan lain dan membicarakan tentang nasib jajahan Asia. Churchill bersikeras “Biarlah jajahan di Asia akan tetap seperti masa sebelum Jepang mengobrak-abrik Asia” ini artinya : Inggris, Perancis dan Belanda akan menerima keuntungan besar. Roosevelt diam saja karena mau-nya Churchill ini jelas merugikan Amerika Serikat. Roosevelt melihat keadaan dan kemudian pelan-pelan menarik diri dari agresifitas Inggris di Asia. Bagi Roosevelt belum waktunya Amerika masuk ke Asia, sebuah wilayah yang belum begitu dikenalnya kecuali Filipina.

Ketika kemenangan sekutu mulai terasa di Asia, setelah MacArthur secara lompat kodok berhasil satu persatu mencaplok pulau-pulau di Asia, berawal dari kemenangannya menguasai pulau-pulau kecil di Pasifik selatan, kemudian menguasai Biak dan membunuhi ribuan serdadu Jepang. Lalu menerbangkan pesawat-pesawatnya ke Filipina, disana MacArthur memenuhi janjinya kepada rakyat Filipina “I shall return”. Sampai pada titik ini, MacArthur dan Amerika Serikat masih bercitra menjadi pembebas negeri, apalagi di Asia, Jepang amat kalap demi kemenangan perang ia memperbudak penduduk negeri-negeri jajahan.

Namun dibalik kemenangan MacArthur ini, Belanda dengan licik memanfaatkan Amerika Serikat, seperti kebiasaan orang Belanda yang selalu ambil manfaat sebanyak-banyaknya dan berjuang sekecil-kecilnya, maka Belanda mulai mendompleng kemenangan MacArthur demi menguasai kepulauan paling kaya di dunia : Hindia Belanda. Pada tahun 1943, ketika Filipina sudah dikuasai MacArthur, Belanda langsung menerbangkan Van Mook dari Australia untuk ikut menandatangani perjanjian di Tacloban, Filipina tentang wilayah perang. Saat itu wilayah perang dibagi dua : Wilayah Tenggara (South East) dan South West (Pasifik Barat Daya) kebanyakan wilayah Indonesia masuk ke dalam South West. Baik wilayah perang Asia Tenggara dan Pasifik Barat Daya semuanya dibawah komando MacArthur sebagai Supreme Commander. Setelah Jepang menyerah kalah, dengan gentleman Amerika Serikat menyerahkan wilayah perang itu kepada Inggris. Inggris saat itu menunjuk Lord Louis Mountbatten, Raja Muda India untuk menjadi penguasa di Asia eks jajahan Jepang. Mountbatten sendiri berkedudukan di Saigon.

Van Mook, Van Der Plas dan Spoor adalah tiga serangkai dari Belanda yang paling banyak melobi pihak Inggris untuk mengembalikan Hindia Belanda ke tangan Belanda. Van Der Plas menganggap remeh situasi di Hindia Belanda. Inilah kesalahan terpenting intel-intel Belanda di Indonesia yang masih melihat pergerakan pemuda di Jawa atau Sumatera adalah pergerakan anak bawang. Karena sikap meremehkan Van Der Plas ini membuat Van Mook bersama Spoor hanya merekrut 5000 serdadu Belanda dari Suriname dan Curicao untuk disiapkan mengamankan kedatangan mereka di Jawa.

Saat sarapan pagi di markasnya Australia, Van Mook kaget mendengar berita Proklamasi dari Jakarta. Van Mook mulai memiliki insting akan ada situasi berat, tapi ketika Van Mook menyampaikan ini ke Van Der Plas, Van Der Plas hanya tersenyum kecil dan berkata singkat “Apa bisa sekelompok manusia penakut melawan Brigade tempur veteran perang dunia?”

Sekelompok orang pengecut ternyata sudah berubah. Van Mook mati-matian mempertahankan pendapat bahwa Belanda harus mengirimkan banyak pasukan. Van Der Plas menolak, karena dengan mengirimkan banyak pasukan akan membuat kecurigaan Inggris tentang begitu menggebunya Belanda mencaplok Hindia Belanda “Santai saja jangan membuat Inggris atau Amerika memperhatikan kita” . Gagal meyakinkan Van Der Plas, akhirnya Van Mook menghubungi jaringannya di London agar segera melobi Perdana Menteri Inggris. Utusan Van Mook mengejar PM Inggris ke Downing Street, tapi ternyata Churchill sedang beristirahat di Chequers, pinggiran kota London disana diadakan pertemuan dadakan. Churchill akhirnya menyarankan agar dibentuk sebuah tentara pengambil alihan sipil, pihak Belanda setuju lantas disana dibentuklah NICA (Nederlaands India Civil Affair), NICA ini akan jadi semacam pengawal pemerintahan peralihan untuk kemudian menegakkan kekuasaan Belanda di Inggris, dalam nota Chequers yang tertanggal 24 Agustus 1945 ini pula termuat komitmen Inggris untuk siap membantu apabila NICA mengalami kesulitan dalam menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia.

Nota Chequers ini amat rahasia, bahkan Van Mook sendiri sampai beberapa saat merahasiakannya di depan teman-temannya, karena apabila ini bocor maka pendaratan Inggris sebagai pasukan pembuka akan gagal. Inggris kemudian membentuk RAPWI, sebuah organ pembebasan tawanan perang sekutu oleh Jepang dan pasukan Inggris mendarat di Jawa atas nama AFNEI. Barulah beberapa hari kemudian setelah berpikir panjang Van Mook menunjukkan surat nota Chequers ke Van Der Plas, sambil marah-marah Van der Plas bilang ke Van Mook, kenapa tidak langsung diberikan kepada dirinya info itu, karena Van Der Plas bisa tau posisi Inggris saat ini. Van Der Plas langsung memutuskan untuk membawa Van Mook ke Kandy, Srilanka untuk menemui Lord Louis Mountbatten.

Disini kemudian Van Mook dan Van Der Plas ditemui di teras belakang dengan santai di rumah dinas Mountbatten. “Kita akan melanjutkan hasil pertemuan di Yalta 1945 dan melanjutkan keputusan tuan Perdana Menteri tentang ini” kata Van Mook sambil menyerahkan surat nota Chequers kepada Mountbatten. Raja Muda India itu membaca dengan seksama surat itu, lalu mengonfirmasi dengan ajudannya atas keabsahan surat itu lewat jalur rahasia, setengah jam kemudian ada pesan dari London bahwa surat itu absah. Tanpa pikir panjang Mountbatten berkata “Akan saya perintah ke seluruh divisi pasukan saya untuk membantu pasukan Belanda. Tapi ini jangan terlalu berlebihan biarlah Inggris membereskan seluruh persoalan sipil dengan baik”

“Kami tak ingin kedahuluan Komunis” kata Van Mook menakut-nakuti Inggris. Mountbatten tersenyum “Saya tau watak Stalin, ia sudah terikat dengan perjanjian Yalta 1945. Stalin tidak akan masuk ke wilayah yang dikuasai sekutu, asal kita jangan pancing dia”. Mountbatten langsung melanjutkan “Saya punya intelijen disana namanya Kolonel Van Der Post, biarlah dia jadi perwira penghubung nanti kita akan terima banyak laporan dari dia”.

Van Mook setuju, begitu juga dengan Van Der Plas mereka bersalaman dengan Mountbatten lalu balik ke Australia dan menyiapkan pasukan serta para perwira stafnya. Di Australia pemimpin pasukan diputuskan perwira KNIL orang Jawa bernama Abdulkadir Wijoyoatmodjo dan Mayor KNIL Santoso.Abdulkadir dan Santoso diperintahkan Van Mook untuk ke Djakarta untuk mengadakan pengembangan kontak-kontak jaringan dengan eks perwira KNIL yang masih memiliki pasukan. Abdulkadir dan Santoso langsung berangkat ke Jakarta dan menemui beberapa perwira KNIL di Jakarta untuk bersiap melakukan perang dengan pihak Indonesia apabila pasukan NICA nanti mendarat dan menerima perlawanan.

Setelah Abdulkadir bertemu dengan pasukannya, lalu Van Mook dan Van Der Plas datang ke Jakarta disana ia berjumpa dengan Kolonel Van Der Post, kontak terpenting Van Der Post dengan banyak pemimpin-pemimpin baru Republik. Van Mook agak nggak suka dengan Van Der Post yang secara eksplisit mendukung kemerdekaan Indonesia. Van Der Post sempat menertawai Belanda ketika pasukan Belanda akan datang kembali. “Kamu akan berhadapan dengan banyak orang nekat” kata Van Der Post di satu sore depan stadion Vios, Menteng.

Karena sudah memegang Nota Chequers itu Van Mook amat yakin bisa menguasai kembali Republik.

Sementara di Djakarta sendiri, kedatangan sekutu disambut baik. Sukarno amat takut apabila dirinya akan ditangkap karena tuduhan kolaborator, sementara Hatta dan Sjahrir sudah berhitung untuk menghindari perang terhadap sekutu. Kelemahan Sukarno yang kadang-kadang menyebalkan adalah “Ia tidak memperhitungkan kekuatannya sendiri” padahal seluruh bangsa ini mau merdeka secara sukarela karena mereka melihat figur Sukarno.

Hatta dan Sjahrir amat bergantung dengan figur Sukarno. Sementara kekuatan lain belum bermunculan, Tan Malaka masih bersembunyi di rumah Achmad Subardjo dan masih bingung harus kontak siapa lagi yang bisa dipercaya, karena Sukarni menghilang setelah Tan Malaka bertemu dengan Sukarni di rumahnya. Sukarni, Maruto Nitimihardjo, Chaerul Saleh, dan banyak tokoh pemuda berkali-kali meyakinkan Sukarno akan perang total dengan sekutu. Sukarno marah-marah karena perbuatan amat gila berperang dengan pasukan sekutu.

Para pemuda tidak tau akan nota Chequers 24 Agustus 1945, tapi para pemuda liwat insting politiknya yakin Belanda bermain di belakang sekutu, kejadian ini seperti 120 tahun yang lampau saat pasukan Inggris menyerahkan Jawa ke tangan Belanda setelah kekalahan Napoleon.

Sukarno, Hatta dan Sjahrir tidak mau berspekulasi dan memutuskan untuk menganut garis “menghindarkan perang dan menyelamatkan nyawa orang banyak dari peperangan”.

Lalu sekutu datang ke Tanjung Priok. Kedatangan sekutu disana mendapatkan banyak perhatian dari orang-orang Priok termasuk Hadji Tjitra (mertuanya Lagoa, jagoan Priok) dan Hadji Tjitra melaporkan kedatangan sekutu yang bersenjata lengkap juga beberapa orang berbicara bahasa Belanda kepada pemimpin pemuda Maruto Nitimihardjo. Kedatangan orang Belanda ini menjadi alasan bagi Pemuda untuk menembaki sekutu di Jalan-Jalan Djakarta, lalu Sukarno marah-marah dan membentak Maruto juga Pandu Kartawiguna “Hentikan Perang, Tolol!!”............

Maruto marah begitu juga dengan Pandu. Tapi di tempat lain sudah mulai muncul tokoh baru Tan Malaka, yang ternyata mereka kenal sebagai Ilyas Hussein seorang utusan pemuda dari Bayah, Banten.

Di Tanjung Mas, SurabayaPasukan sekutu mendarat dan membebaskan banyak interniran perang Belanda. Banyak eks orang kaya Belanda langsung lupa diri, mereka kemudian berpesta. Di Hotel Yamato, para orang kaya Belanda menyiapkan pesta untuk mengganti nama Hotel Yamato ke nama semula yaitu : Hotel Oranje. Proses penggantian nama ini kemudian diikuti oleh pengerekan Bendera Belanda di atas hotal Yamato. Perintah pengerekan ini dilakukan oleh Ploegman salah seorang advokat Surabaya di jaman sebelum Jepang. Pengibaran itu dilakukan jam 9 malam.

Paginya pengibaran bendera Belanda bikin perhatian banyak orang yang sedang berjalan kaki. Pemuda-pemuda yang dilapori rakyat bahwa Belanda mengibarkan bendera langsung ngasah bambu runcing, beberapa pemuda melapor ke Residen Surabaya : Sudirman. “Lha, kan sudah ada perintah dari Jakarta untuk mengibarkan bendera merah putih” Sudirman memegang surat perintah 1 September 1945 tentang bendera merah putih lalu membawanya ke Hotel Yamato. Disana Sudirman dikawal Sidik dan Haryono. Sampai di depan kerumunan massa, Sudirman ditemui beberapa orang pemuda yang kalap “Kita bakar saja hotel ini” Sudirman menahan ide pemuda itu, lalu ia segera masuk ke ruang lobi Hotel. Disana Sudirman disoraki orang-orang Belanda yang sedang menyiapkan acara dansa.

“Mana Pemimpin Belanda disini..!!” kata Sudirman sambil kedua tangannya memegang pinggang. “Saya kamu mau apa?” kata Ploegman dengan pandangan menghina. Lalu Sudirman menunjukkan surat perintah Djakarta tentang pengibaran bendera “Kamu bisa baca ini?”

Ploegman mengibaskan tangannya dan mengenai surat itu langsung terjatuh ke lantai. Sidik yang melihat kelakuan kurang ajar Ploegman langsung memegangi leher Ploegman, lalu Ploegman mengeluarkan pistol dan mengarahkan ke Sudirman. Tak lama kemudian dari belakang pistol meletus dan mengenai punggung Sidik. Sidik langsung jatuh dan mati, lalu beberapa orang Belanda mau mengeroyok Sudirman dan Haryono. Para pemuda menerobos masuk dan terjadilah perkelahian seperti di bar-bar, beberapa orang Belanda digebuki sampai mati.

Di luar keadaan semakin memanas, beberapa orang pemuda naik ke atas dan merobek warna biru Belanda, lalu mengibarkan sisa bendera robekan itu : Merah Putih, sekejap rakyat Surabaya terdiam lalu menangis, beberapa diantara dengan semangat menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan suara gemetar. Hari itu rakyat Surabaya memiliki keIndonesiaannya.

Sejak Insiden Yamato itu kemudian pemuda menyerang pos-pos militer sekutu. Perang kecil-kecilan terjadi, barulah pada akhir Oktober 1945 terjadi perang besar. Inggris mengirimkan Hawthorn untuk melobi Sukarno di Djakarta. Sukarno langsung berangkat ke Surabaya, ditengah tembakan mendesing Sukarno menemui beberapa pemuda dan memerintahkan menghentikan tembakan “Musuh kita bukan sekutu, mereka hanya membebaskan tawanan perang..” kata Sukarno. Para pemuda menuruti apa kata Sukarno.

Lalu gencatan senjata terjadi.

Van Mook menganjurkan pada Mountbatten agar mengirimkan Jenderal administrasi saja, semacam Jenderal Salon yang tak pernah pegang pasukan. Bagi para Jenderal amat senang dan merupakan reputasi menarik apabila diperintahkan memegang pasukan. Begitu juga yang terjadi pada Mallaby, selama perang dunia kedua Mallaby hanya duduk di belakang meja merapihkan administrasi markas dan mengatur alat-alat peraga Atlas untuk presentasi para Jenderal yang mengatur pasukan di lapangan.

Mallaby yang saat itu berpangkat Mayor Jenderal dengan senang hati menerima perintah memimpin pasukan Brigade 49 yang terkenal nekat dan berhasil menghajar Jepang pada perang Burma 1944. Pangkat Mayor Jenderal pun diturunkan menjadi Brigadir Jenderal, karena pangkat seorang komandan Brigade Inggris adalah Brigjen.

Mallaby yang saat itu menjadi saksi atas gencatan senjata memerintahkan pasukannya untuk menarik diri dari semua pertempuran.Keputusan itu ditandatangani 29 Oktober 1945. Namun informasi gencatan senjata ternyata tidak sampai ke seluruh pasukan. Ada pasukan kecil India (Gurkha) yang membangun benteng pasir di bawah Jembatan Merah Surabaya. Mereka menembaki segerombolan pemuda. Para Pemuda membalas berondongan senjata dengan serbuan bambu runcing, naas bagi Mallaby yang dikiranya kota sudah aman dia berjalan-jalan malam untuk mencari restoran yang masih buka, ia lapar. Dengan naik mobil Buick ia bersama pengawalnya berkeliling Surabaya, di dekat jembatan merah ia malah masuk ke wilayah Republik, kemudian ada pistol menyalak ke dada Mallaby. Seketika Mallaby mati kemudian ada granat masuk ke dalam mobil Mallaby, mobil Mallaby meledak hebat. Mayatnya terpanggang di dalam.

Sampai sekarang siapa yang nembak Mallaby, siapa yang melempar granat tidak diketahui, apakah ini mainan intelijen Belanda, NEFIS atau memang sebuah aksi spontan pemuda. Namun yang jelas dari sinilah Perang Surabaya bermula.

Dalam perang lima tahun dengan NAZI, Inggris tidak pernah kehilangan satu Jenderal pun. Tapi di Surabaya baru lima hari mendarat seorang Jenderal terbunuh. Inilah yang membuat marah Inggris. Lalu dengan cepat Mountbatten menunjuk Mayor Jenderal Mansergh sebagai kepala pasukan Inggris di Surabaya untuk membereskan kota Surabaya. Mayjen Mansergh yang jago perang dunia itu langsung mengambil keputusan untuk melucuti semua orang Surabaya.

“Hak apa orang Inggris memerintahkan orang Surabaya sebuah bagian dari negara berdaulat” teriak Bung Tomo sambil menggebrak meja setelah mendapatkan laporan bahwa ada ultimatum bahwa orang Surabaya harus menyerahkan senjata sampai tanggal 10 November 1945.

“Wah perang ini” kata Bung Tomo di depan banyak temannya. Beberapa jam kemudian Bung Tomo memerintahkan anak buahnya untuk menyiapkan mobil lalu pergi ke Tebu Ireng, Jombang. Disana ia berjumpa dengan Hadratus Sjaikh Hasjim As’ary(kakek Gus Dur) untuk meminta pertimbangan. “Perang ini akan jadi perang sahid, perang suci karena membela tanah air, tapi sebelum saya putuskan bantu kamu baiknya kamu dzikir dulu, saya menunggu seorang Kyai dari Cirebon”

Esoknya Hadratus Sjaikh berkata lagi pada Bung Tomo “Kamu perang saja, ulama membantu, santri-santri membantu”.

Mendapat jaminan dan restu dari tokoh ulama, Bung Tomo langsung ke Surabaya dan meneriakkan di corong “Radio Pemberontak” ...Saudara-saudara Allahu Akbar!!... Semboyan kita tetap: MERDEKA ATAU MATI.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun