Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Dirikan Posko, Bukan Hanya Corona, Lapar Juga Bisa Membunuh Manusia

7 April 2020   06:47 Diperbarui: 7 April 2020   07:24 308 34
Nrimo ing pandum. Itu yang kami lakukan, sambil tak henti berusaha serta berdoa sekuat tenaga. Ada di makan, tak ada ya mengusahakan, kalau tak dapat juga, ya puasa. Meski harus berbuka hanya dengan seteguk air putih saja. Yang penting hari itu bisa terlewatkan sempurna, bisa berpuasa bisa berbuka.

Lalu kalau dalam ritual berbuka perut  masih berbunyi akibat kurang isi, ya sabar saja. Melupakan dengan doa, dengan sugesti. Pasti , Gusti Allah, Gusti kang murbeing dumadi akan berikan rezeki. Entah bagaimana caranya. Dari arah yang tak disangka.

Hal itulah yang saya rasa juga  berlaku pada keluarga perempuan dengan berprofesi seperti saya, pedagang keliling. Yuyun Cahyaningsih (37), warga asal RT05/RW 08, Kelurahan Pemancangan Baru, Kecamatan Cipocok jaya, Kota Serang, dalam menghadapi situasi sulit ini.

Yuyun yang juga biasa menjadi buruh setrika untuk tetangga ini mengaku sudah 4 hari menahan lapar. 2 anaknya melakukan hal yang sama. Dilansir Gonews hari  Minggu 5/3/2020 Yuyun mengatakan,"Jadi saya enggak punya pemasukan gara-gara Corona ini. Kan enggak boleh keluar, jadi orang-orang ngegosok sendiri. Anak saya seminggu puasa, mulai dari Senin sampai Kamis kemarin," keluh Yuyun saat ditemui di kediamannya, Jumat (3/4/2020).

Suami yang biasanya menjadi buruh lepas tak bisa berbuat apa-apa. Sakit mendera, dia dalam keadaan meringkuk nestapa, tak bisa memberikan penghasilan, malah menjadi beban. Sedih sungguh, disaat tenaganya sangat dibutuhkan malah tak berdaya. Bersyukur Yuyun  tinggal di rumah warisan keluarga suami, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya sewa. Tinggal berpikir mengepulkan dapur saja. Pakaian apalagi gaya hidup jauh dari pikiran.

Kehadiran Corona membuatnya betul-betul terpuruk. Sudah susah memikirkan bagaimana bisa makan setiap hari, merawat suami sakit, harus pula memikirkan belajar di rumah bagi anaknya yang sekolah dengan model belajar online. Jangankan memenuhi gaya hidup beli hape dengan kewajiban mengisi paket data, untuk makan setiap hari saja susah.

Kebijakan pemerintah yang mengharuskan siswa belajar di rumah menambah daftar panjang kesulitan Yuyun. Anaknya tak bisa mengikuti belajar itu, secara tidak memiliki gawai. Beruntung sang wali kelas anak mengerti kondisi, bersedia memberi pinjaman handphone  kepada anaknya untuk dipakai belajar online.

Tak tahan dengan keadaan, Yuyun mengutarakan pada tetangganya. berkeluh kesah, sampai akhirnya dia diarahkan agar menghubungi Relawan Banten Melawan Corona (RBMC).

"Saya ngeluh nggak punya beras, gosok saya sepi. Kemarin saya bingung, terus disuruh kontak Untirta (RBMC) peduli. Kepepet, saking kepepetnya, malu sebenernya mah," terangnya  pada gonews."

Ada respon,  Yuyunpun  mendapatkan bantuan, relawan dari RMBC datang berkunjung ke  rumah Yuyun, memberikan bantuan sumbangan kebutuhan Yuyun dan keluarganya. Koordinator RBMC yang juga Akademisi Untirta, Hendra Leo Munggaran ketika berada di rumah Yuyun menjelaskan bahwa ini adalah sebentuk kepedulian antar sesama. Lebih lanjut dia mengaku, bantuan yang diberikan  berasal dari para donatur dan relawan dari berbagai daerah, bukan hanya Banten saja.

Kisah Yuyun saya yakin bukan satu satunya, ada banyak Yuyun Yuyun lain yang kita tak tahu di mana berada, bagaimana keadaannya. Luput dari berita. Karena efek Corona memang demikian besarnya, banyak sendi kehidupan yang tak sanggup menghadapi keadaan ini.

Corona memang mengakibatkan kematian, Tsah, tak ada bantahan tentang itu. Tetapi peduli kepada nasib mereka yang tidak terpapar virus tapi mengalami sekarat periuk nasi harusnya dipikirkan pula. Kelaparan, bisa mengakibatkan kematian.

Ada banyak kasus di dunia ini yang menunjukkan betapa perut kosong mampu menyebabkan hilangnya nyawa seseorang. Simak beberapa rilis berita terkait hal tersebut:

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun