Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Mulai Melunturnya Sifat Religio-Magis di Kota Yogyakarta

25 Februari 2015   01:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:34 147 2
Sebelum bergabung dengan Negara kesatuan Republik Indonesia, Yogyakarta memiliki sistem pemerintahan berbentuk kerajaan (Kasultanan Ngayogyakarto Hadiningrat dan Pakualaman) dan kebudayaan sistem pemerintahan kerajaan masih melekat pada masyarakat ataupun aparat di pemerintahan Jogja yang selalu patuh dan mengikuti semua peraturan yang di keluarkan oleh raja. Seperti halnya individu yang tak ingin kehilangan identitasnya, maka masyarakat Yogyakarta akan mempertaruhkan diri untuk identitas budaya tersebut. Keistimewaan Yogyakarta merupakan mahar atas bergabungnya Ngayogyakarto ke Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Yogyakarta yang sekarang sudah berbeda jauh dengan Yogyakarta dahulu. Perbedaan yang mencolok terlihat dengan semakin banyaknya gedung-gedung pencakar langit yang dibangun di kota gudeg ini. Memang, ini memperlihatkan bahwa kota Yogyakarta merupakan salah satu kota yang cukup maju dan tidak ketinggalan seperti kota metropolitan lain.
Pembangunan infrastruktur termasuk sarana dan prasarana merupakan salah satu indicator keberhasilan suatu daerah di Indonesia. Namun, banyak masalah juga yang akan timbul ketika sebuah daerah sudah semakin pesat pembangunannya. Semakin tidak jelasnya tata kota atas gedung-gedung tersebut merupakan salah satu contohnya. Di daerah perkotaan di kota Yogyakarta sudah mulai tidak ada tempat yang sederhana seperti zaman dahulu. Malah yang terlihat gedung-gedung tinggi yang seakan-akan berlomba melakukan pembangunan. Masalah lain yang timbul dari kepadatan kota Jogja adalah mengenai lalu lintas transportasi. Semakin banyak kendaraan pribadi yang memadati kota yang disebut sebagai daerah Istimewa ini. Karena Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar maka banyak pendatang baru yang ingin menuntut ilmu disini. Bayangkan saja mahasiswa baru yang berasal dari luar kota Jogja berapa jumlahnya.

Jika separuh dari jumlah mereka membawa kendaraan pribadinya, maka akan semakin menambah kesemrawutan kota ini. Padahal, pada dasarnya kita manusia adalah pejalan kaki, namun semakin sedikit sarana yang dapat diperoleh untuk pejalan kaki. Para pejalan kaki sudah kehilangan haknya sebagai pejalan kaki.

Selain masalah transportasi, pembagunan di kota Yogyakarta juga sudah mulai kehilangan unsur religio magisnya sebagai kota yang syarat akan adat dan budaya. Jika pada zaman dahulu, pembagunan sebuah gedung tidah boleh melebihi kemegahan Kraton Ngayogyakarto sekarang malah banyak gedung yang menjulang tinggi ke langit dan memadati setiap sudut kota. Para pengembang kurang memperhatikan kearifan local dan nilai-nilai luhur yang dijunjung masyarakat . Malahan pembangunan yang marak di Jogja sekarang hanyalah pembangunan pusat perbelanjaan seperti mall-mall besar dan hotel dengan masing-masing bintangnya. Para penguasa kiranya juga kurang memiliki ketegasan dalan menjunjung tinggi keluhuran dan kearifan local masyarakat yang pada dasarnya merupakan aspek penting dari keistimewaan itu sendiri.

Kota Jogja yang dulu terkenal dengan keramah tamahan dan tepo tenggang rasa, sekarang menjelma menjadi kota yang sebaliknya, kota yang tidak peduli terhadap manusia/sesamanya.Untuk menunjukkan dan memperbaiki status keistimewaan di kota Yogyakarta dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan kearifan local dan mempertahankan pakem-pakem yang syarat akan sifat religio magisnya. Pembangunan yang dilakukan juga tidak hanya membangun pusat perbelanjaan dan hotel saja tetapi juga harus melakukan pembangunan yang berkaitan dengan kebudayaan seperti pusat kesenian misalnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun