Cahayanya yang meredup sambangi separuh dari terang, dari sebagian raut hitam wajah pemilik ini
Sebagiannya melebam ungu ...
Sebagian lainnya pias ... seperti malu
Biar, biar saja Dia memilihkan kami jalan khusyuk menuju surgawi
Meneliti titian jalurnya lalu menambal dengan aspal hitam yang berbentuk vertikal
Mendiamkan panas lelehannya, sehingga mendingin saja yang mensisa dengan nyaman
Mari, silahkan kita lurus dan ke kiri, lalu ke kanan, kemudian ke depan, ayuh, sudah siap kan?
Mengapa ada jangan? kata-Mu?
Mengapa diam? Kata-Mu?
Kalimat yang dari hujat-Mu? Atau sunnah yang bias oleh turunan-Mu?
Nanti, nanti saja sebelum masuk yang kemudian gelap, sebelum lalu ...
Kalimat dua dua berisi do'a melantun menuju hisab ...
Sembahyang saja dulu disini ... di Mushala bambu pemberian tuan tanah berwajah sangar
... (istri nya baru saja melahirkan kemarau) ...
Parkirkan dulu sedih itu, cuci dengan air gunung yang sudah dibuat penduduk bermandi junub di hulu sana
Lalu ikuti ritual ini, berkumur, berhidung, bertangan, kemudian bermuka, terus ... sampai selesai ...
Rendahkan sedikit saja wajah kita di hadapan Tuhan, kemudian cium wangi kayu nya ...
Lemparkan mintamu
Lemparkan marah dari tangan pejal mu
Disanjung-sanjung ke langit-langit
Lalu jalanlah ...
Jangan lupa Bismillah .....
..............................................