Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Novel: Love Story of Dreaming Part 14

9 Juli 2022   09:02 Diperbarui: 9 Juli 2022   09:04 147 4
Part 14. Surat Untuk Mila
-

Brak!!

Gebrakan meja dari sebuah tangan anak remaja Perempuan. Seekor macan yang tengah kelaparan mencari mangsa. Dengan cara mengencangkan suara setengah oktaf. Berbagai macam tuduhan ditujukan kepada Keti.

"Apa yang kau bicarakan mengenai aku pada teman-teman?"

Keti tak pernah mencari masalah dengan siapapun. Ia hanya gadis lugu yang berpikir lambat. Masih berdiam diri di tempat, seperti yang sudah-sudah jika ditanggapi Keti yang akan sakit hati. Karena tak ada tanggapan Eca membuat keributan. Beruntung guru masuk kelas.

Waktu pelajaran pun berakhir, Keti menunggu beberapa teman pulang sampai ruangan kelas tampak sepi.

Hanya ada Keti dan Ibu Rosi. Guru bahasa indonesia yang dia segani. Keduanya berbincang serius.

"Ket, dua minggu ada acara lomba baca puisi. Ibu pikir kamu layak mengikutinya. Ini kesempatan buat kamu. Jadi jangan disia-siakan."

"Benarkah, Bu. Keti siap kok, Bu."

Keti memang pandai menyembunyikan kesedihan. Kekuatan terbesar dari dirinya ialah bangkit dari keterpurukan. Meskipun masalah tak pernah larut, lalu kesepian selalu mendekap erat dalam perjalanan kehidupannya. Keti tetap berusaha tersenyum.

Pada hari H berlangsung di Gedung Sekolah Smansa. Keti berjuang mengikuti lomba membaca puisi tingkat SMA bersama kakak kelasnya sebut saja Kak Panji-- pria kurus, bertumbuh tinggi mengenakan kacamata serta hidung mancungnya yang menyangga sungguh terlihat sempurna.

Waktunya memilih nomor untuk tampil di atas panggung. Mata Keti tercengang saat mengetahui tampil lebih awal. Meskipun dia sudah berlatih dua minggu bersama dengan Bu Rosi, tetap saja rasa gugup selalu menyelimuti.

"Suketi!" Ujar panitia ketika memanggil namanya dengan intonasi yang tinggi.

Keti menaiki tangga panggung dengan pelan, dag-dig-dug- der suara jantungnya berdetak hebat. Semakin membuat gugup di atas panggung, helaan napas panjang mencairkan suasana. Keti memulai membacakan puisi.

Semua berjalan lancar tetapi menurut Keti masih ada yang kurang. Penampilannya belum totalitas. Apapun hasilnya dia sudah berjuang, membuang rasa takut dan tetap percaya diri untuk tampil di panggung perlombaan.

Selama menunggu hasil mereka beristirahat sebentar di sebuah kantin sekolah. Mereka sempat berkenalan dengan peserta lain perwakilan dari SMA yang terkenal dengan sebutan Kota batik. Bernama Meme dan Rasit.

Pengumuman berlangsung hasilnya pun keluar, mereka bergegas menuju panggung. Nama Kak Panji dengan Keti tak tercantum. Artinya mereka gagal mengikuti tahap selanjutnya. Sedangkan Meme pun sama dengan mereka kecuali Rasit.

Dia berhasil mengikuti tahap selanjutnya, Keti berlapang hati mengucapkan selamat untuknya. Radit memberinya sobekan kertas, mereka berdua bertukar nomor ponsel agar bisa saling memberi kabar.
**

"Ket, tolong titip surat ini untuk Mila."

Demikian Putra teman satu kelasnya membuka percakapan. Dalam posisi saling berhadapan, kedua mata berbinar-binar. Putra memang sudah sejak lama menyukai Mila. Hanya kepada Keti dia mau jujur dengan perasaannya. Ini adalah surat ketiga yang dia berikan kepada Mila. Namun, Mila tak pernah memberikan balasan suratnya.

"Kenapa bukan kamu saja yang ngasih ke dia?"

"Kan kamu teman baiknya."

Putra benar Keti memang teman baiknya tetapi mereka sudah jarang melewati kebersamaan semenjak terjadi kesalahpahaman diantara mereka berdua. Keti belum mengetahui siapa yang menyebarkan gosip itu.

"Percuma, Putra! Mila tidak pernah membalas suratmu. Itu hanya buang-buang waktu," kelakar Keti berharap Putra mau mengerti.

"Bukan, masalah. Asal dia masih tersenyum padaku saat bertemu. Itu cukup membuatku senang, Ket."

Putra benar-benar keras kepala. Keti masukkan suratnya ke dalam tas. Ia pun bergegas pergi dan berpapasan dengan Eca yang tengah masuk kelas. Melirik Keti dengan tatapan tak suka.
**

Keti dan Mila sudah berada di gerbang sekolahan. Keti lebih dulu menyapanya.  Kemudian memberikan surat dari Putra.

"Simpan kamu saja, Ket. Bilang ke dia aku tidak suka dengan suratnya," tolak Mila dan berlalu pergi.

Lagi-lagi begini, tidakkah dia bisa menghargai orang lain. Cukup satu surat saja dia memberi balasan. Setidaknya agar Putra berhenti berharap padanya. Pikir Suketi. Surat yang akan diberikan untuk Mila terpaksa ia simpan. Putra tak perlu tahu untuk menjaga hatinya, Keti sangat kasihan melihat Putra terluka.

Keti hanya perlu menunggu waktu yang tepat. Dia bisa menjelaskan semuanya untuk berhenti mengharapkan Mila yang tak pernah menanggapi perasaan cintanya. Meskipun ia sudah berusaha berulang kali menyakinkan Putra dan berakhir dalam pendiriannya sendiri. Akan tetap mengejar cinta Mila yang tidak pernah terbalaskan.

Terkadang Keti mempunyai pikiran untuk berpura-pura menulis balasan. Akan tetapi, Keti tak tega juga takut ketahuan. Yang ada Putra tak mau lagi percaya dan hubungan pertemanan yang semula baik-baik saja akan merenggang.

"Keti, apa yang kamu pikirkan? Di kelas Mulu. Kamu tidak istirahat," ajak Mila.

Keti menggeleng dan memilih pergi ke perpustakaan.

Di perpustakaan sudah ada Deva yang menunggu di bangku biasa. Dia selalu menemaninya. Mereka saling diam, sibuk dengan bacaan masing-masing.

"Gantian aku mau baca novel ini," kata Deva dan langsung merebut paksa.

Deva memang seperti itu selalu sengaja mengganggunya untuk memulai percakapan.

"Nih, tetapi halaman yang sudah kulipat jangan dibenerin. Aku belum selesai baca, ngerti kan Dev."

"Iya, bawel."

Keti tersenyum, dia pun membalas senyumnya.

Keti tak sengaja melirik Deva, tatapan mereka bertemu. Dasar Deva, dia hanya berpura-pura membaca dengan membalik-balik buku. Keti menggeleng cepat.

"Aku lapar, Ket. Gimana kalau kita ke kantin? Aku yang traktir deh."

"Tapi, aku lagi pengen baca novel."

Keti membalikkan badan membelakanginya. Deva menarik telapak tangannya. Kini mereka telah menautkan jemari. Deva tak mau melepaskan pegangannya menuju ke kantin sekolah.

Deva memesan satu porsi tempe mendoan dan dua gelas es teh.

Sepertinya Deva telah tahu bahwa hari ini Keti lupa membawa saku. Keti sudah berusaha menyembunyikan rasa laparnya. Namun, Deva bisa membaca raut wajah sahabatnya yang tengah menahan lapar.

Lagi-lagi Keti merepotkannya.

"Nanti pulang bareng," tegas Deva.

Keti tak bisa menolak padahal ingin menggelengkan kepala. Dia memberi jari kelingking seperti anak kecil mengucapkan janji.

Kalau sudah begini Keti pasti akan berbuat seperti yang dia mau. Apapun itu.

Mila dengan ketiga temannya lewat tak menyapa Keti sama sekali. Keti masih tetap memberikan senyum. Yogi, Putra menyusul ke kantin menemui Deva.

Keti merasa kikuk ketahuan sedang berduaan mereka pasti membuat hal yang memalukan.

"Cie.. cie... , Yang lagi berduaan."

"Ya, udah Dev. Aku masuk kelas lagi."

"Oke."

Langkah Keti melenggang ke dalam kelas. Sungguh, di luar dugaan. Di dalam kelas Eca sedang mengacak-acak tasnya. Keti segera berlari dan bertanya.

"Eca, apa yang kamu cari di dalam tasku?"

Eca yang tak menjawab pertanyaannya dengan tatapan sinis berlalu, membiarkan Keti di kelas sendirian memasukkan buku yang berjatuhan di lantai.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun