Mohon tunggu...
KOMENTAR
Diary

Menelisik Kehidupan

24 Agustus 2021   00:01 Diperbarui: 24 Agustus 2021   00:00 123 1
"Demi Mereka, Jengat Terbakar Matahari pun tak mengapa"

Begitulah sepenggal kata berucap dari bibir Bachtiar, Pria berumur lima puluh tahun lahir di Langkat yang saat ini menetap di Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi Kabupaten Batubara. Memiliki cacat fisik (Tuna Daksa) sejak lahir tidak mengurungkan niat Bachtiar berjuang demi menghidupi keluarganya.

Disela pertemuan waktu itu tepatnya  27 Agustus 2018 lalu, matahari bersinar terik tepat di atas kepala. Angin kencang mulai terasa saat berada di kawasan pantai bunga sebutan bagi masyarakat sekitar.

Sepintas, saat menoleh tepat ke arah jarum pukul tiga lantas terfokus akan pria berkulit hitam, duduk di pinggiran jalan berdebu  hanya bertopangkan kayu sebagai penyanggah tubuh.

Menaruh simpati dan rasa penasaran akan dirinya, saya pun mencoba mendekat bermaksud ingin berbicara lantas berkenalan. tanpa berfikir akan keraguan, saya pun mulai menghampiri sembari melemparkan senyuman kepadanya.

Singkat cerita, awal perkenalan pun terjalin, seperti ombak dan bibir pantai yang selalu hadir meski satu dari mereka akan pergi dan kembali bertemu meski waktu tak sama.

Percakapan dan Pertanyaan satu persatu keluar dan terlontar antara kami berdua, seketika dirinya pun membuka diri bercerita perjalan hidupnya.

"Sempat mengalami frustrasi akan kehidupan di masa dahulu, keadaan cacat fisik berasa minder yang luar biasa. Alhamdulillah, siapa yang tau akan kebesaran sang pencipta. Ia mengirimkan pasangan hidup saya dan dikaruniahi anak perempuan yang kini mengenyam pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama", ungkapnya.

Demi kebutuhan dan pendidikan anak keseharianya, pak bachtiar tidak mampu  bekerja seperti mana mestinya orang-orang. Dirinya pun berharap dari belas kasih para wisatawan yang berkunjung ke pantai.

Ia pun rela berjemur walau panas terik  menyengat kulit, mulai pagi tiba hingga menjelang sore menanti pengunjung berharap tumpuan rezeki dan kembali esok hari demi keluarga dan anak-anaknya.

Tidak mencukupi hasil lantaran harga kebutuhan pokok tinggi, istri pak bachtiar pun ikut membantu pergerakkan ekonomi demi meringankan beban sang suami dengan bekerja sehari-hari sebagai pengupas kerang. Dari hasil kerja tersebut istri pak bachtiar mendapatkan upah sebesar tiga ribu rupiah perkalengnya.

Setelah panjang lebar, percakapan antara kami berdua selesai. Akhir pertemuan saya pun meminta izin kepada pak bachtiar untuk mengambil gambar dan mengabadikan dirinya melalui kamera ponsel. Sesaat, pria berkulit jengat itu langsung menganggukkan kepalanya dan menebarkan senyum sumringah.



KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun