Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana Pilihan

Kalut (#16/Selesai)

11 September 2021   10:01 Diperbarui: 11 September 2021   10:04 219 4
Enam bulan kemudian


Sebuah city car melaju melewati gerbang masuk sebuah perumahan di sore itu. Tak lama berselang, mobil itu berhenti di depan sebuah rumah bergaya minimalis. Kemudian perlahan si pengemudi menyetir mobilnya masuk ke car port dan memarkirnya. Turun dari mobil itu seorang laki-laki yang mengenakan masker, menenteng tas belanja. Ia disambut seorang perempuan yang meraih tas tersebut lalu kembali masuk ke rumah.

Bagi Dika, semua berubah setelah pernikahan itu. Ia seperti masuk ke jalur fast track. Hanya dalam hitungan bulan, hidupnya berubah total. Dulu ia bukan apa-apa dan siapa-siapa. Kini ia bisa dibilang sudah mapan secara material dan finansial. Pun secara status sosial jadi lebih terpandang. Bak hidup dalam mimpi, sebuah kondisi yang tidak pernah ia sangka-sangka terjadi pada dirinya.  

Sebenarnya apa yang ia lakukan waktu itu adalah tulus tanpa pamrih. Semata-mata ingin membantu Herdi sebagai seorang sahabat. Ia hanya melakukan apa yang ia bisa dan menurutnya baik dan berguna. Apa yang ia peroleh kemudian, itu sudah diluar keinginannya. Baginya, itu hanyalah bonus dari apa yang telah ia putuskan.  

Sebuah rutinitas harian yang dulu sempat menghilang, kini ia lakukan kembali. Ia sudah kerja lagi sebulan menjelang kelahiran sang anak. Itu sebabnya ia suka bilang ke orang banyak "rezeki anak". Ia bekerja di sebuah perusahaan developer properti yang merupakan mitra kerja dari perusahaan tempat Herdi bekerja. Memanfaatkan koneksi yang dimiliki Herdi, Dika "dititipkan" di perusahaan itu. Entah bagaimana bisa begitu, Dika sendiri tidak tahu. Semua yang mengurus Herdi. Pokoknya ia diminta langsung kerja saja.

Hidupnya kini gak neko-neko lagi. Selain kerja, fokusnya kini keluarga. Usai jam kerja, ia langsung pulang ke rumah. Ia tidak mau menyia-nyiakan istri dan anaknya yang menanti di rumah. Apa yang ia lihat dan pelajari langsung dari sang bapak mertua, sedikit banyak memengaruhinya dalam memandang masalah pekerjaan dan keluarga.

Rumah itu baru mereka tempati tak lama sesudah pernikahan sebagai kado dari Herdi bagi kedua pengantin baru. Dengan menyerahkan sertifikat rumah itu langsung dari Herdi yang disaksikan Martha, rumah itu sah milik Dika sepenuhnya. Dika tak tahu bagaimana berterima kasih kepada Herdi. Namun Herdi yang malah balik berterima kasih pada Dika atas apa yang sudah ia perbuat.

Giliran Papa dan Mama Erika tak mau ketinggalan. Mereka berinisiatif melengkapi barang dan fasilitas di rumah baru itu. Untuk itu, mereka menyerahkan sepenuhnya pada Erika untuk memilih dan menata desain interior dan eksterior berikut furniture dan perabotannya. Jadilah semuanya selera Erika. Meski begitu, Dika sih okay saja. Ia menilai Erika punya cita rasa yang lebih bagus daripadanya. Lagipula, nantinya Erika yang lebih banyak di rumah. Jadi harus dibuat senyaman mungkin.

Di awal setelah pernikahan, hubungan Dika dan Erika tergolong unik. Dulu tidak kenal dan asing satu sama lain, kini keduanya bersama dalam satu rumah. Canggung dan kikuk sempat mewarnai hari-hari awal mereka. Beda usia empat tahun, Erika memanggil Dika "kakak" di awal pernikahan. Sebaliknya, Dika balik memanggil "adik" ke Erika. Baru setelah sang anak lahir, keduanya saling memanggil bapak dan bunda.

Sejak menikah, Dika coba mengubah image dirinya menjadi sosok yang baru. Dulu kemayu, kini ia tampil selaki mungkin. Untuk mendukung hal itu, ia coba memanjangkan kumisnya yang biasanya klimis. Suaranya dibuat se-ngebas mungkin. Dan seluruh gesture tubuhnya dibuat se-manly mungkin.

Erika yang tak mengenal sejarah Dika dulu, tidak terlalu peduli dengan perubahan itu. Pada awalnya memang tidak mudah baginya menerima kehadiran Dika karena seperti sim salabim tahu-tahu ia muncul dalam hidupnya. Tapi karena keadaan, ia coba membuka pintu hatinya untuk Dika.

Walaupun Dika tidak pernah pacaran sama sekali sebelumnya, ia dapat dengan mudah diterima Erika karena sifatnya yang supel dan gaul. Ia baru merasakan pacaran saat bersama Erika. Perlahan-lahan getar-getar perasaan itu mulai terasa. Sedikit demi sedikit tumbuh rasa sukanya pada Erika. Hingga akhirnya ia benar-benar jatuh cinta kepadanya.

Hari demi hari, mereka terus berusaha mengenal satu sama lain. Menemukan kesamaan. Memahami perbedaan. Menyatukan langkah. Merajut hidup bersama. Membangun mahligai rumah tangga seutuhnya. Tak ada yang disesali dari kebersatuan itu. Seolah semesta raya telah menjodohkan mereka berdua. Erika merasa beruntung dipertemukan dengan Dika dan Dika pun demikian.


......
Kebahagiaan keduanya semakin lengkap saat kelahiran sang anak. Keduanya sudah mempersiapkan diri jika sewaktu-waktu hari kelahiran itu tiba. Sejak sabtu dini hari, kontraksi ringan sudah mulai dirasakan Erika tapi masih bisa ia tahan. Tidak ingin mengambil risiko, paginya ia langsung dibawa Dika ke klinik yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah keluarga Erika. Kebetulan hari itu hari sabtu sehingga Dika tidak harus ambil cuti kerja dan lebih leluasa dalam menyambut lahirnya sang anak.

Sedari awal menangani kehamilan Erika, Dokter Ovilia sudah memahami keinginan Erika yang menghendaki persalinan dilakukan secara normal bukan sesar. Sesuai perhitungan dokter, Erika diminta untuk bersiap karena sudah mendekati waktu 9 bulan 10 hari. Sebelumnya dokter sudah mewanti hal tersebut saat usia kandungan Erika masuk sembilan bulan. Pagi itu Dokter Ovi berusaha melaksanakan tugasnya dengan sebaik mungkin.
 
Tidak mau hanya menunggu diluar, dengan setia Dika menemani langsung proses persalinan Erika di dalam ruang persalinan. Sebuah pemandangan yang tak akan pernah ia lupakan dalam hidupnya tersaji di depan mata kepalanya. Tanpa terasa air matanya menetes saat menyaksikan sang istri berjibaku mempertaruhkan tidak hanya nyawanya sendiri tapi juga bayinya.

Kenyataan itu seperti mengingatkannya pada pelajaran agama sewaktu di SD dulu saat gurunya berkata "surga itu dibawah telapak kaki ibu". Hal itu menambah keyakinan dalam dirinya setelah ia melihat langsung persalinan istrinya sekarang. Sangat wajar jika ibu dijadikan sosok yang dimuliakan melebihi sosok ayah karena melalui dirinya lah kita dapat hadir di dunia ini.

Setelah dua kali diinduksi, si bayi yang ditunggu-tunggu kehadirannya akhirnya terlahir ke dunia dengan selamat pada pukul 9:15 . Dengan mengucap syukur, persalinan dapat berjalan sesuai dengan harapan. Ibu dan bayi laki-laki itu dalam kondisi sehat wal afiat. Sang dokter tampak bernapas lega setelah perjuangannya hampir dua jam itu membuahkan hasil.

Dibantu perawat, dengan penuh kehati-hatian dokter meletakkan bayi yang menangis itu ke dada sang ibu untuk menyusu. Dengan bimbingan instingnya, si bayi seakan langsung tahu apa yang ia cari. Seketika raungan dan tangisannya berhenti lalu berganti keheningan setelah memperoleh apa yang ia cari.

"Selamat ya bayinya sudah lahir. Mudah-mudahan sehat dan kuat," ucap Dokter Ovilia.

"Terima kasih, Dok," jawab Dika diikuti Erika dengan penuh apresiasi. Kemudian dokter meninggalkan ruangan diikuti perawat.

"Halo, Dede," sapa Dika ke si bayi dengan gemas.

"Oh, coba lihat siapa ini! Mungil dan ganteng sekali. Jagoan Bapak dan ... ," katanya seraya menanti jawaban dari Erika.

"Bunda," ujar Erika sambil mendekap bayi di dadanya dengan penuh kasih sayang.

"Haus dan lapar ya, De?" ungkapnya merespon si bayi yang sedang anteng menyusu ke sang ibu.

"Terima kasih, Bapak," ucap Erika sambil memegang tangan Dika.

"Gak masalah, Bun. Senang melihat persalinannya lancar dan bayinya lahir selamat dan sehat. Sekarang kita resmi jadi orangtua dari Raka," ungkap Dika.

Erika hanya tersenyum menanggapinya sembari membelai lembut punggung si bayi. Memandang Erika dan si bayi dengan penuh bahagia, Dika lalu mengabadikan momen indah itu dengan beberapa kali jepretan foto dari hp-nya.

......
Sempat cuti hamil, Erika tetap melanjutkan kuliahnya. Sejak melahirkan, kesibukannya kini bertambah. Beruntung ada Dinda, adiknya Tomi. Setelah acara pernikahan itu, Dinda memutuskan untuk ikut Dika. Setelah berdiskusi, Erika tak mempersoalkan keinginan Dinda untuk menetap sementara di rumah mereka. Ia justru senang ada keluarga yang bisa membantu mengurus bayi sekaligus rumah.

Bersama sang ibu, Dinda datang dari kampung ke rumah Dika. Sinta senang dan bersyukur melihat Dika yang sekarang hidupnya sudah mapan dan berumah tangga. Dan yang paling penting ia berharap agar Dika benar-benar normal sebagaimana kodratnya seperti doanya selama ini.

Tak menyangka menjadi seorang nenek, Sinta menimang bayi laki-laki berusia sebulan itu dengan penuh kehati-hatian dan kehangatan. Meski bukan anak biologis dari Dika, Sinta begitu sayang pada bayi itu. Dika dan Erika menamainya Raka Ekrida. Dengan nada bercanda ke ibunya, Dika berharap semoga sang anak ada sedikit kemiripan fisik dengan dirinya.

Suatu waktu, kepada sang ibu, Dika pernah mengatakan keinginannya untuk memberikan Raka adik lagi. Ia kepengin punya keturunan dari darah dagingnya sendiri. Sinta senang sekali mendengarnya dan mendoakannya. Ia merasa Dika sudah betul-betul normal kembali.

Saat pamit pengin pulang, Sinta diberi pesan oleh Dika. Kapanpun Ibu mau main, kangen, dan kepengin ketemu cucu, silahkan saja datang tak usah ragu. Kebetulan rumahnya ada tiga kamar dimana salah satunya bisa ditempati oleh tamu yang mau menginap. Sinta juga mulai rutin mendapat kiriman ke rekeningnya setiap bulan dari Dika sebagai tambahan untuk keperluannya.

Sementara itu, Dinda yang merupakan lulusan SMK, kepengin bekerja sebagai chef sesuai dengan background sekolahnya. Dika mendukung hal tersebut. Namun, sementara waktu ia minta Dinda untuk membantu mengurus rumahnya dulu. Ini dikarenakan pasca bersalin, Erika kembali sibuk kuliah.

Lagipula, Dika beralasan pandemi masih marak. Selain mengancam kesehatan juga berdampak pada hampir seluruh sektor usaha termasuk industri kuliner yang lesu. Dinda memahami maksud kakaknya itu dan menurutinya. Sebagai bentuk perhatian dan terima kasih, tak segan Dika memberi uang jajan pada adiknya selain rutin di awal bulan.

Dinda sudah berada lebih dulu di rumah kakaknya sebelum bayinya lahir. Sejak waktu itu, ia sudah rajin mengurus rumah sang kakak karena sudah terbiasa melakukan hal tersebut saat di rumahnya dulu. Hobi memasaknya tetap ia salurkan selama ikut kakaknya. Bahkan mendapat respons positif dari Erika. Bagi Erika, selain masakannya enak, Dinda juga sudah lumayan handal keahlian masaknya.

Tanpa bermaksud mengajari, Dinda suka memberi tips dan cara memasak kepada Erika. Terkadang bersama Erika, ia suka masak bareng sambil berbagi cerita tak hanya tentang masak-memasak tapi juga banyak hal. Banyak hal yang Erika ketahui tentang Dika dari cerita Dinda. Membuatnya semakin mengenal siapa Dika sesungguhnya.  

Setelah Raka lahir, Dinda punya tugas baru. Menyiapkan bubur, menggendong, dan sesekali memberinya ASI Erika yang sudah disiapkan dan disimpan dalam kulkas selagi Erika pergi ke kampus atau ada keperluan lain. Dengan senang hati, Dinda mengasuh si bayi. Apa yang dulu Dika lakukan kepadanya seakan terulang kembali. Kini gilirannya yang mengasuh anak kakaknya.



.......
Pagi itu, tampak seorang laki-laki sedang berlari mengelilingi lapangan basket diselingi sesekali gerakan stretching. Kondisi fisiknya terlihat bugar, sehat, dan kuat. Tak ada yang menyangka jika dulu ia pernah mengalami insiden kecelakaan fatal yang hampir membuatnya lumpuh.

Sudah enam bulan lebih, pelat logam dan baut yang dipasang saat operasi pen itu menempel di tulang paha kirinya. Sejauh ini tidak ada keluhan yang ia rasakan dengan keberadaannya. Meski demikian, opsi operasi pencabutan pelat baut itu akan ia tempuh. Tentunya dengan merujuk pada pertimbangan medis dokter setelah setahun berlalu atau bisa lebih cepat jika memang memungkinkan.

Bersepeda di akhir pekan kini jadi kebiasaannya yang baru. Perlu waktu baginya untuk dapat melakukan hal tersebut. Meski begitu, ia belum sepenuhnya sembuh dari trauma kejiwaan yang membekas dalam dirinya pasca kecelakaan motor itu. Masih ada rasa takut dalam berkendara meski hanya bersepeda. Sementara untuk bermotor, ia belum berani dan tampaknya perlu waktu yang lebih lama lagi bagi trauma healingnya.

Seperti yang pernah Herdi rencanakan, motor bekas kecelakaan itu, dengan izin Martha dihibahkan ke driver ojol saksi mata sekaligus orang pertama yang menemukan dan menolong Tomi saat kejadian. Herdi sempat menanyakan identitasnya ke petugas saat ia melapor ke Polsek ketika itu. Meski memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk memperbaiki kerusakan pada motor, ia rela melakukannya sebagai rasa terima kasihnya kepada si driver.

Pasca lulus SMA, Tomi sengaja belum ikut tes masuk perguruan tinggi karena masih fokus pada pemulihan dirinya baik fisik maupun mental. Meskipun gap year, ia mulai mempersiapkan diri untuk kuliah tahun berikutnya. Untuk itu, ia mengambil kursus bahasa Inggris secara online. Sementara untuk mata pelajaran, ia mendatangkan guru privat ke rumah. Selain itu, seperti tak mau ketinggalan tren ia juga mencoba belajar online dengan platform digital yang marak selama masa pandemi.

Tentang rencananya kuliah di luar negeri seperti yang sudah ia utarakan ke orangtuanya, telah ia putuskan pilihannya. Tomi berencana akan melamar ke universitas di Singapura. Untuk itu, ia mulai mempersiapkan segala sesuatu agar dapat diterima dan berkuliah di universitas yang ia impikan. Dengan harapan semoga bencana pandemi global segera berakhir sehingga kegiatan perkuliahan bisa berjalan normal kembali.

Tentang pernikahan Erika dan Dika, sudah ia ketahui dari mamanya. Beruntung Tomi sempat mengenal Dika. Ia dikunjungi Dika saat dirinya masih dirawat di rumah sakit. Walaupun tak mengenal dekat, ia berharap semoga Dika dapat menjadi suami yang baik bagi Erika dan menjadi ayah yang sayang pada anaknya. Walaupun sudah melupakan semuanya namun kenangan itu akan tetap akan tersimpan dalam relung hatinya yang terdalam untuk selamanya. ***




(SELESAI)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun