Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Catatan Penyintas Covid

3 Agustus 2021   10:22 Diperbarui: 3 Agustus 2021   10:30 67 1
RESONANSI DALAM PERGULATAN BATIN DENGAN NIKOTIN DAN KAFEIN
( Adi Bustian )
 
Di awal tulisan saya sampaikan bahwa ini adalah pernyataan pribadi dan kisah ini adalah fiktif belaka, mohon maaf jika ada kesamaan tempat, nama dan kelakuan..

Pernyataan baru dari otoritas pengendali Corona " Varian delta sulit dikendalikan". Sebuah ungkapan yang bagi saya setidaknya dimaknai sebagai "keputus asaan" Manusia sebagai makhluk yang memiliki keterbatasan.

Mari kita coba lihat dari sudut pandang yang berbeda tentang corona. Sebuah Koloni makhluk yang hanya bisa hidup jika menempel dan mencari " Inang" pada makhluk hidup dan sepertinya jargon melawan covid hanya semacam keangkuhan makhluk yang bernama manusia. Sementara si covid justru bertanya " salah gua apa?".

Jutaan manusia meregang nyawa dan kita masih angkuh dengan jargon jargon semu "lawan covid 19!" sementara covid 20, 21, 22 sampai seri tercanggihnya masih menunggu untuk menyapa.

Akhirnya muncullah delta, alfa, delta plus mungkin nanti ada seri delta plus plus yang lebih menggoda..

Lalu apa itu vaksin? Sebagian vaksin adalah virus yang telah dilemahkan lalu disuntikkan kedalam tubuh manusia, setidaknya itu penjelasan ilmiah jika ditafsirkan kedalam bahasa sederhana.

Lalu bagaimana Vaksin bekerja?, ketika virus corona masuk kedalam tubuh setidaknya si vaksin akan berbisik " ssst... orang dalem, kalem bro, ngopi aja sini jangan rese!" Setidaknya demikian obrolan corona dengan sang vaksin yang pada kenyataannya masih satu guru. Mereka tetap menjaga etika "satu guru satu ilmu jangan ganggu".

Kalau sudah demikian dimana letaknya kepantasan melawan covid, karena vaksinasipun ternyata merupakan proses memasukkan virus corona ke dalam tubuh,   virus dengan kategori virus yang telah kembali ke jalan yang benar ( virus hijrah )

Lalu apa sebenarnya yang terjadi wahai corona?,

Secara teori konspirasi mungkin kehidupan manusia sedang di " re- set" seperti Pak Darma sedang meresetting program. Rasa takut manusia terlihat dalam berbagai aspek, dan bermuara pada rasa takut  corona menyebabkan kematian. Rasa takut semu kita tunjukkan dengan jelas bahwa kita takut akan kematian.

Saya coba tes beberapa orang dengan pertanyaan, " bang/om/mas/mba kalau kena corona lalu mati bagaimana?" semua sampling menjawab seragam , " Jangan dulu mas/ ngaco simas sambil mimik takut, Jangankan dengan pertanyaan, dengan batuk saja atau dengan secarik kertas tes swab dengan catatan positif banyak yang sudah ketakutan melebihi ketakutan kepada sang Khalik . lalu ketakutan itu mulai dimatangkan dalam rapat paripurna Komunitas Ghibah skala lokal maupun nasional yang pada akhirnya memperparah hoax mengenai pandemi ini.  

Bahkan saya coba tanyakan kepada beberapa orang yang secara tampak luar sebagai orang yang saya yakini taat beribadah atau sedang menapak ke dalam " hijrah" ternyata jawabannya seragam sodara sodara sekalian. Lalu saya Tanya ulang sampean hijrah ingin surga tapi mengapa takut akan kematian. Bukankah harus mati dulu baru masuk kedalam surga?. .. Ya manusia makhluk yang aneh...
Takut akan mati lupa akan si empunya kematian.......Kontradiktif tapi kenyataannya seperti itu..

Mungkin Flow chartnya jadi seperti ini ; Hijrah >>>berubah pola hidup berKETUHANAN>>> mengharap surga dengan pengecualian jangan mati atau " Jika 1 + 1 = 2, maka jika hanya jika 2 -- 1 bukan 1
 " Sebuah rumus  logika matematika yang mungkin akan sulit diterjemahkan dalam bahasa program berbasis Linux maupun Microsoft..

Merubah POLA berKetuhanan tapi minim pola berkemanusiaan.
Ibadah kuat tapi kurang bersyukur
Ibadah rajin tapi ghibah jadi makanan, kadang dilakukan sambil makan.

Dan masih banyak lagi kelakukan makhluk bernama manusia ini, termasuk saya, tetapi Alhamdulillah nya saya belum hijrah masih tersesat ya tersesat di jalan yang benar.
Corona mengajarkan banyak hal dan merupakan titipan pesan dari si EMpunya Semesta

Kita Mulai sadar bersih, kita mulai sadar Antri, Kita mulai sadar bahwa make up berlebih jadi percuma karena pada akhirnya memakai masker, kita mulai sadar bahwa kotoranpun yang bau menjadi sebuah kebahagian ketika tercium, kita mulai sadar bahwa tembakau menjadi kemungkinan sebagai obatnya, dan kopi menjadi pendorong metabolisme tubuh untuk membuang virusnya, kita mulai sadar bahwa sinar Matahari disiang hari adalah sahabat bagi imunitas.

Jadi bagaimana ini, harus bagaimana?

Tinggalkan jargon melawan corona, pilihlah berdamai dengannya. Karena pandemi inipun pada akhirnya diharapkan jadi endemi sebagai bukti bahwa ini tak akan berakhir..

" terik Siang harilah yang membuat kemesraanku dengan dirimu corona. Hingga bahayamu hanya berupa cubitan mesra laksana dua makhluk kasmaran. Semoga dirimu tetap begitu coronaku sayang,  Jadilah dirimu sebagai pengingat kesombongan, jangan jadikan parasmu nan cantik menjadi bahaya untuk sesama makhluk Tuhan. Aku mencintaimu sepenuh hati duhai corona, bukankah saling mencintai tidak akan saling menyakiti?"..

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun