Mohon tunggu...
KOMENTAR
Trip

Cerpen| Oilalang Pangandaran [ Part 3 ]

20 Desember 2019   00:17 Diperbarui: 20 Desember 2019   01:21 20 0
Bekas militer seperti Bapak Surya sangat jarang saya temukan. Bahkan, hampir tak ada pada level Babinsa yang mengerti akan keresahan masyarakat Indonesia secara umum dan Pangandaran secara khusus. Aku juga hendak menanyakan siapakah pemilik HAU GLAMPING ini kepada Bapak Surya.

"Bapak Kalau boleh tahu, tempat ini dibuat pake dana swadaya masyarakat atau dana desa?

"Tidak. Ini punya orang. Beliau tinggal di Bandung, bekerjasama dengan Siliwangi", Bapak Surya menjawabnya.

Aku tak paham siapakah orang tersebut apalagi untuk mengetahui Siliwangi yang dimaksudkan.

"Berhenti pertanyaan", tutur tegas dalam hati kecilku.

Lalu diakhir cerita rasa ngantuk mulai menusuk mataku, hanya ucapan motivasi dari Bapak Surya terus mendarat ditelingaku. Aku serius mendengarnya. Dari sinilah kedekatan aku dan bapak Surya terjadi bagaikan dua mata sisi pada uang logam.

Kami nginpa di HAU GLAMPING selama dua siang dan dua malam. Setiap kali Bapak Surya sedang jaga, aku pasti ditanya. Pertanyaannya tidak dengan menyebut namaku, akan tetapi mahasiswa yang kuliah di Sukabumi. Diawal perkenalan, aku memberitahunya kalau aku adalah alumni mahasiswa yang kuliah di Stisip Syamsul Ulum Sukabumi dengan mengambil jurusan Administrasi Publik.

Walaupun sedenting apapun itu cerita, atau sehebat naskah film Holiwood, ngantuk tetaplah ngantuk. Tidak ada yang bisa membatasi serangannya. Kopi dan rokok yang ditawarkan Bapak Surya kepadaku pun dengan matang aku menolaknya. Akibat serangan bertubi-tubi yang diproduksi dari alam tubuh.

Berpamitan, aku menuju tempat tidur. Ingin membaringkan badan diatas kasur putih berseri. Faktanya, kasur putih telah penuh. Dihuni oleh tubuh para lelaki maco. Mau tidur di lantai tapi tidak kuat menahan dingin angin buatan manusia( AC). Beberapa menit aku mencoba untuk melawan kekuatan AC. Ketidakmampuanku dijamak oleh minggatnya Dahri sehingga ada ruang kosong yang bisa aku lenyapkan. Tidur dan lelah biarkan menempel pada kiasan mimpi.

***

Esok pagi pun tiba, mekar hijaunya alam semerbak merangkaikan pikiran dari ujaran kebencian. Kehidupan kota membuat banyak orang menjadi korban ketidakbecusan akal sehat. Seperti terlihat di pedesaan, adem ayem menyatu pada ekspresi kegembiraan. Membandingkan kota dengan desa akan depresi bila variannya hanya bersandar atas dasar kutipan.

Septian, adik sepupuku bertugas sebagai tukang ribut dipagi hari. Tak lain, ribut untuk membangunkan para lelaki maco untuk sarapan. Kami para lelaki sangat marah padanya, ruang mimpi terhambat akibat ulah jahilnya.

 "Septi, Septi. Entar dijitakin ya kepalanya," kesal Kaimudin memarahi Septian.

Tak lama kemudian kami akhirnya sarapan. Ada yang sarapan di resto HAU GLAMPING, ada juga sarapan yang dimasakin oleh ibu-ibu rempong. Untuk usia dini hingga 30 tahun kebawah sarapannya di resto. Aku tidak tertarik dengan sarapan di resto, sebab makananya ibu-ibu rempong sepertinya lebih enak. Habis sarapan, aktivitas pagi kami seperti biasa di bebasin untuk nyebur.

Ada yang ke pantai dan ada juga yang ke Green Citumang. Bagiku dan beberapa teman, pantai tidak terlalu menarik karena kami adalah anak pantai. 20 tahun rutinitasku dipantai. Sehingga kami memilih jalur Body Rafting. Green Citumang merupakan sebuah destinasi wisata Body Rapting yang dimiliki oleh perusahan BUMN Perhutani Kabupaten Pangandaran. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun