Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Pendakian Gunung Batur; Kintamani Bali Sebuah Catatan Perjalanan Solo Trip (III)

9 April 2013   11:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:28 3206 2

Motorku terus menuruninya untuk menuju Desa Kedisan, desa yang langsung berhadapan dengan Danau Batur. Dan desa dimana nanti aku akan menginap. Tempat dimana nanti aku akan menghabiskan malam di Kintamani. Tempat dimana merupakan awal pendakianku untuk menuju Gunung Batur. Oh ya Kawan, disana rupanya tidak hanya ada Gunung Batur saja, Gunung Abang persis disebelhanya, mengerucut dan angkuh. Sepertinya lebih menarik untuk di daki bagi kita yang suka akan hiking, kenapa? Karena Gunung Abang merupakan Gunung yang lebih tinggi dan treknya pun lebih sedikit menantang, ketimbang Gunung Batur. Wajar saja kawan, karena Gunung Batur sudah masuk dalam jajaran Gugusan Geopark sehingga jalurnyapun mudah untuk kita daki.

Aku bertanya kepada penjaga penginapan di tempatku menginap, apakah bisa mendaki di sore nanti, dan apakah ada barengannya.Ya kawan, karena aku sendiri, untuk mendaki gunung batur ini kita harus melapor ke organisasi yang sudah di tunjuk oleh perangkat desa disana. Kita tidaj bisa ujug-ujug mendaki saja kawan. Harus ada administrasinya dan yang pasti jelas, muahal.hahahaha…namun untuk mendapatkan pengalaman baru sepertinya kita harus mencobanya kawan, dan lagi-lagi Tuhan Maha Baik, karena pendakian itu tidak biasa kawan, karena biasanya mereka yang hendak mendaki gunung batur itu akan mencari moment matahari terbit, bukan matahari terbenam. dan ini memang tidak biasa kawan. Namun dengan jadwal pendakian yang tidak biasa itu, aku akhirnya bersama kawan dari Italia dan Nepal. Mereka juga hendak mendaki gunung Itu. Paolo dan Ambhi namanya kawan. Yupz. Akhirnya kesampaian juga aku mendaki gunung batur, gunung yang unik buat Nusantara ini, gunung pertama di Nusantara yang masuk dalam gugusan Geopark.

Aku bersiap, hanya membawa seadanya saja perlengkapan hikingku kawan. Air sudah pasti, makanan kecil tak ketinggalan dan narrokok jelas..hahahahaha.

Jam 16.00 waktu Kintamani aku bersiap. Aku di antar oleh Ketut dengan menggunakan motor hingga ke bibir hutan, jalannya sudah tidak bagus, akar dimana, oh ya kawan, karena sepanjang jalan menuju kintamani dan di daerah Kintamni sendiri, banyak aku jumpai anjing-anjing, aku teringat lagunya shaggy dog, anjing kintamai. mantab, aku berdendang. jing anjing anjing anjing kintamani, beli dari pulau bali. jing anjing anjing anjing kitamani senyumnya manis sekali.

Berbicara mengenai anjing kintamani ini, Anjing Kintamani adalah ras anjing yang berasal dari daerah pegunungan Kintamani, Bali. Anjing yang memiliki sifat pemberani ini sudah lama mulai dibiakkan sehingga kini diakui oleh dunia internasional.

Kembali aku lanjutkan cerita pendakianku kawan. Motor di parkir dinatara rerimbunan pohon-pohon. Kini aku mulai pendakian kawan. Seperti biasa seorang guide ada didepan, ya ketut berada di depan, sementara paolo dan ambhi di tengah aku di belakang kawan. Kami lewati jalur hutan itu dan tidak berapa lama aku jalan, aku sudah di hadapkan pada sebuah bangunan pura, entah aku tidak tahu apa pure itu, namun bayangkan kawan, di rimbunnya hutan dan sejuknya udara Gunung Batur, masyarakat Bali, Kintamani khusus membuat tempat ibadah, sungguh kepercayaan yang dan tingkat ketaan yang patut di acungi jempol. Seperti biasa waktunya narsis kawan. Aku ambil senjata pamungkasku, dan minta tolong paolo untuk mengabadikan moment itu. Klik. Sukses.

aku lanjutkan perjalanan, dan kini masih medan hutan dan jalan tanah kawan. Hari masih terang dan jalur terlihat bersahabat.batas hutan sudah aku lalui sekarang medan yang aku lalui batu-batu kecil berkerikil dan licin kawan. Ambhi berkali-kali terpeleset. Nah ini bagian yang seru, aku ajarjan kepada paolo dan ambhi. Dengan kata-kata. Aman Kawan. Mereka serempak bilang aman. Asssik…jalan semakin lama-semakin mendaki. Di tempat agak datar kami istirahat sebentar untuk melihat view danau batur dari setengah ketinggian, hijau dan tenang airnya kawan, luas. Aku tanya ketut, mana daerah Trunyan, sambil menunjukkan telunjuknya ia meneropong jauh, fikirku melayang, bagaimana bisa mayat-mayat itu tidak tercium baunya. Mereka di kuburkan tidak di dalam tanah tetapi dibiarkan. Pemakaman yang unik. Dan sekali lagi Bali memang unik kawan. Istirahat aku rasa cukup dan kami lanjutkan pendakian.

Aku terus susuri jalan berkerikil itu. Sambil kunikmatinya. Ikat kepala saktiku masih menempel di kepala, tas kecil taklupa kawan. Jalan panjang yang berliku itu aku lalui. Beban fikiran di kepalaku menguap perlahan, pelan dan sekarang hilang punah di telan udara gunung dan danau batur. Sekira 2 jam perjalanan dan pendakian aku tiba di puncak gunung BAtur. Tampak sepertinya banyak warung-warung disana. Untuk melyanai pengunjung yang datang, namun katika ku tiba warung-warung itu tutup, memang karena pendakianku ini yang tidak biasa.

Semburat awan tipis itu menutupi cahaya mentari yang hendak pulang keperaduannya. Namun sinar jingganya masih tetap memancarkan sedikit cahayanya. Sementara di belakangku danau Batur dengan warna kehijauan menambah suasana begitu syahdu. Di puncak gunung batur itu aku bertemu pendaki dari Rusia. Wajah mereka dingin dan tetap memantulkan persahabatan, sama seperti di Indonesia sebagai tanda persahabatn, ia memberikan rokok kepadaku, thanks guys.

Tebing-tebing kawah gunung Batur begitu kokoh. Begitu ikhlas menerima hantaman dingin dan badai gunung. Ia Memanjakan mata kita yang melihatnya gagah berdiri, diam dalam senyap. Aku menatap langit yang mulai redup dan aku teringat percakapan Ikal dengan Weh di dalam buku Edensor.

“Tahukah engkau, Ikal…?

“Langit adalah Kitab Terbentang….?

“Sejak masa Azoikum, ketika kehidupan belum muncul, langit telah mencatat semua kejadian di muka bumi …...”

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun