Gunaksa, 15 Agustus 2025 – Tim PPK ORMAWA HMM Universitas Udayana kembali melanjutkan komitmennya dalam pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan edukasi dan pelatihan Asman TOGA di Desa Gunaksa. Acara ini berhasil menarik perhatian 160 peserta, yang terdiri dari 100 remaja dan 60 anak-anak, serta turut dihadiri oleh Perbekel Desa Gunaksa sebagai bentuk dukungan pemerintah desa terhadap inisiatif mahasiswa.
Kegiatan ini dirancang untuk memberikan pengetahuan praktis sekaligus motivasi kepada generasi muda tentang pentingnya pemanfaatan tanaman obat keluarga (TOGA). Dalam sesi utama, peserta diperkenalkan pada berbagai jenis tanaman obat seperti jahe, kunyit, kencur, temulawak, hingga serai. Pemateri menjelaskan manfaat tiap tanaman, baik untuk kesehatan sehari-hari maupun potensi pengembangan produk herbal.
Tak hanya itu, pembelajaran hidroponik berbasis Internet of Things (IoT) juga menjadi sorotan. Remaja diajak mengenal bagaimana teknologi sederhana dapat diterapkan untuk memantau pertumbuhan tanaman secara otomatis. Peserta dapat melihat simulasi perangkat yang terkoneksi dengan ponsel, sehingga mereka semakin tertarik mengaitkan dunia digital dengan dunia pertanian.
Di akhir sesi, seluruh peserta mengikuti pelatihan praktik langsung. Mereka belajar membuat mini asman (apotek hidup sederhana) yang bisa diterapkan di pekarangan rumah. Dengan pendampingan dari tim mahasiswa, anak-anak terlihat antusias menanam bibit, sementara para remaja sibuk berdiskusi tentang cara mengembangkan model hidroponik yang diperkenalkan.
Suasana semakin hidup dengan adanya tanya jawab. Banyak anak-anak yang penasaran dengan manfaat tanaman tertentu, sementara para remaja lebih fokus pada aspek teknis budidaya dan peluang usaha. Antusiasme ini menunjukkan bahwa program tidak hanya menjadi ajang belajar, tetapi juga memicu semangat eksplorasi dan kreativitas masyarakat sasaran.
TOGA dan Generasi Muda: Dari Tradisi Menuju Inovasi
Selama ini, tanaman obat keluarga lebih banyak dikenal sebagai bagian dari pengetahuan orang tua atau nenek moyang. Padahal, generasi muda justru memiliki peran besar untuk melestarikan sekaligus mengembangkan tradisi ini. Program pelatihan di Gunaksa menjadi bukti bahwa TOGA bukan hanya tentang menjaga kesehatan, tetapi juga peluang untuk mengintegrasikan kearifan lokal dengan teknologi modern.
Inovasi hidroponik berbasis IoT yang dikenalkan kepada remaja merupakan langkah strategis. Pertanian tidak lagi dipandang kuno, melainkan dapat dipadukan dengan dunia digital yang akrab dengan keseharian mereka. Tantangannya kini adalah keberlanjutan: bagaimana agar semangat yang muncul dari pelatihan ini tidak berhenti hanya pada kegiatan sehari, melainkan terus berkembang menjadi gerakan kolektif.
Sekolah, komunitas, dan keluarga memiliki tanggung jawab besar. Jika edukasi TOGA dapat dipelihara dalam kegiatan rutin, maka generasi muda tidak hanya sehat secara fisik, tetapi juga terlatih berpikir kreatif, inovatif, dan berorientasi pada solusi lingkungan. Dengan begitu, TOGA benar-benar bisa bertransformasi dari tradisi menjadi inovasi.