Mohon tunggu...
uci ayu
uci ayu Mohon Tunggu... Novelis - penulis

mimpi yang membuatku bertahan mimpi menjadi penulis.......

Selanjutnya

Tutup

Healthy

BPJS Membantu Merawat Kehilangan

22 Desember 2018   22:45 Diperbarui: 22 Desember 2018   23:13 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Apa yang paling bisa membunuh seseorang? Patah hati, kehilangan, kemiskinan? Bukan..,bukan semua itu. Rasa sesal yang paling bisa membunuh seseorang. Perlahan..,perlahan rasa sesal itu akan jadi racun yang menggerogoti sang hidup. Sama sepertiku saat harus menghadapi pesakitan. Ini bukan tentang sakit yang bisa sembuh dengan obat, melainkan sakit yang hanya bisa sembuh dengan memaafkan diri sendiri dan berdamai dengan keadaan yang kadang tak selalu seperti yang kita inginkan.  

Ketika seseorang dilanda kesakitan, apa ia harus sakit kesekian kalinya dengan mahalnya biaya pengobatan? Tentu, berat bagi mereka yang menjalani ini. Ada kisah positif yang bisa saya bagi ketika BPJS menyelamatkan kesakitan saya namun memang tidak bisa meminta menghidupkan bayi saya lagi. Syukur, saat itu biaya persalinan tanpa anak ini diringankan oleh BPJS. Jika tidak, ibarat saya yang sudah kehilangan, besarnya biaya rumah sakit akan membuat sakit hati saya bertambah. 

***

Aku menyesal merasakan ini. Sejak 6 bulan setelah pernikahanku, kabar ada yang sedang bertumbuh di rahimku menjadi hadiah terhangat. Aku menjaga dengan baik dan meminta janinku menyerap apapun yang terbaik yang ada dalam rahimku. Aku dan suami sangat mendamba kelahirannya, hingga sembilan bulan rasanya waktu yang begitu lama. Hingga suatu pagi, kabar yang tak pernah ingin kudengar disampaikan juga di telingaku.

Bagaimana yang melekat di rahim seolah bisa hancur begitu saja? Aku masih membayangkan bagaimana sakitnya benda asing yang meluluhkan dinding rahimku. 

Bagaimana aku hanya mengingat kata-kata orang bahwa ini semua tidak sakit. Ingin rasanya kupecahkan mulut itu. Proses kuretase ini menyiksaku tanpa ampun. Aku yang paling tahu bagaimana hanya aku di ruang dingin penuh cahaya itu. Aku menghitung nafasku seolah dalam hitungan yang tak kusadari aku akan mati. Aku menghitung sebanyak yang kuingat. Aku sendiri di tempat ini, dicabik sendiri, meski doa mengalir begitu banyak di tempat yang berbeda.

 Inilah jadi aku, inilah seorang perempuan. Hanya aku yang tahu . Hanya aku yang bisa mengingat bagaimana rasanya mendapat kesakitan berlipat. Aku ketakutan. Kehilangan buah hati, kehilangan harapan, mungkin juga kehilangan hidupku. Hanya ini yang memenuhi pikiranku. Aku terluka setiap hari, bahkan sampai dokter menyatakan rahimku telah bersih. Aku masih terluka hebat. 

Belum lagi aku harus menjawab semua pertanyaan. Seolah memiliki keharusan untuk menjawab. Bagaimana ini terjadi? Kamu sih terlalu ambisius, kamu sih tidak merawat janinmu dengan baik. Kamu sih main-main, ini soal nyawa, dan kamu sih lainnya. Aku dipaksa berhenti bekerja, dipaksa untuk tidak berpikir, lantas siapa yang memikirkan tentang apa yang sedang dan akan kulewati setelah ini? Mereka seolah tak melihat bahwa ini soal lain. Soal kehendak yang tak bisa dipaksa datang sesuai mau kita.

Aku terbaring tanpa nyawa anakku. Aku menjalani sakitnya seperti orang melahirkan. Namun, tak ada yang benar-benar lahir dari rahimku. Hanya kesedihan, kutukan, juga pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan waktu untuk dijawab. Saat pendarahan terjadi, aku dan suami langsung menuju rumah sakit. 

Tanpa banyak basa-basi, dokter jaga dan juga staf langsung menangani aku yang tampak tak bisa menahan kesakitan. Untungnya, saat itu suamiku, orang yang satu-satunya menemaniku sebab kami hidup di rantauan, tidak lagi dibebani urusan administrasi. Dokter dan staf yang bertugas saat itu memberi suamiku "jeda" hingga aku bisa tenang menghadapi tindakan medis selanjutnya jika diperlukan. Dalam doa, aku meminta agar keguguran ini tidak diikuti kuretase. Keguguran ini tidak meninggalkan apapun di rahimku, kecuali kehilangan. Aku meminta dalam tangis bahwa Tuhan mengizinkanku untuk tidak melakukan operasi itu.  

"Ibu harus dikuret. Tidak sakit, Bu"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun