Dalam sistem demokrasi, rekam jejak seorang kandidat pemimpin menjadi sangat penting. Hal ini yang akan menentukan kualitas dan kapabilitas seorang tokoh layak dipilih atau tidak.
Dalam bahasa praktis, rekam jejak itu bisa dinilai dari deretan prestasi. Oleh karenanya, tak salah bila pemilih mempertanyakan prestasi seorang calon pemimpin sebelum masa pemilihan.
Begitu pun untuk calon presiden Prabowo Subianto. Kita patut  mempertanyakan apa prestasinya yang menonjol dan bermanfaat bagi banyak orang?
Masalahnya rekam jejak Prabowo justru banyak berdarahnya. Kita tahu, Prabowo dan Tim Mawar pernah terlibat dalam penghilangan sejumlah aktivis yang belum kembali hingga kini.
Operasi militer itu dijalankan tanpa komando dan di luar prosedur resmi militer di Indonesia. Alhasil, Prabowo pun didakwa bersalah dan diberhentikan dari dinas kemiliteran.
Alih-alih bersikap ksatria, Prabowo kemudian kabur ke Yordania untuk menghindari jerat hukum sebelum dirinya sempat diadili Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub). Kasus ini mengingatkan kita pada Habib Rizieq Shihab yang kabur karena tak mau bertanggung jawab atas perbuatannya.
Prabowo kini bernafsu untuk mengurus rumah tangga rakyat Indonesia yang berjumlah 250 juta jiwa, padahal mengurus rumah tangga sendiri berakhir dengan cerai. Lalu apa yang bisa dibanggakan?
Tak hanya itu, sebagai mantan petinggi militer yang mencalonkan diri sebagai capres, Prabowo ternyata sering grusah-grusuh dalam mengambil sikap dan keputusan. Akibatnya dia sering terjatuh dalam pusaran hoaks.
Misalnya, kita bisa buktikan itu pada kasus hoaks Ratna Sarumpaet yang justru disebarkan secara massif oleh Prabowo dan kubunya. Kejadian ini berakhir blunder dengan diiringi permintaan maaf. Tak malu kah?
Namun seperti tak jera, Prabowo kembali mengangkat narasi pesimistis dengan menyebar ketakutan bahwa tahun 2030 Indonesia Bubar. Pernyataan ini didasari oleh sebuah novel yang dipercayai secara penuh oleh Prabowo. Tentu saja, hal tersebut sangat kontradiktif dengan pencalonannya untuk memimpin Indonesia.
Bila kita teruskan, selain hoaks Prabowo juga kerap menyebarkan prasangka buruk (stereotype) kepada masyarakat Indonesia sendiri. Masalahnya, stereotype yang disebarkannya itu banyak yang bertendensi negatif.