Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pancasila Itu Lima, Bukan Satu Dua Apalagi Tiga atau Empat

1 Juni 2020   12:03 Diperbarui: 1 Juni 2020   12:05 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lambang Negara (foto:koin)

Lima sila dalam Pancasila itu merupakan satu kesatuan utuh. Mencomot atau mengambil salah satu atau beberapa sila saja, dengan alasan sebagai penyemangat atau inspirasi dalam menghadapi wabah atau kesulitan ekonomi seperti saat ini jelas kurang tepat. Masing-masing sila dari Pancasila itu saling melengkapi, menjiwai dan mendasari serta didasari.

Pancasila itu seperti bangun piramida. Nilai ketuhanan dalam sila pertama mendasari sila kedua, ketiga, keempat dan kelima. Demikian juga  sila kedua tentang kemanusiaan didasari oleh nilai-nilai ketuhanan. Sekaligus mendasari nilai tata lehidupan secara komunal dalam persatuan. Mendasari perilaku yang hikmat, bijaksana dalam musyawarah mufakat dan mendasari keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Demikian seterusnya saling mendasari dan didasari sehingga menjadi bangun yang kokoh sebagai warga negara dengan pribadi-pribadi yang berkarakter. Percaya diri, memiliki sikap adil, demokratis, menjaga keutuhan atau persatuan bangsa dan kemanusiaan. Tanpa melupakan nilai-nilai ketuhanan yang merupakan citra atau gambaran sempurna tentang mahluk hidup.

Memahami nilai-nilai Pancasila itu mesti utuh dalam konteks lima sila. Bukan sila per sila, yang boleh mengambil satu atau beberapa sila dalam implementasi di kehidupan sehari-hari.  Menghilangkan salah satu sila, sama artinya merusak bangun kehidupan dan kebiasaan, adat-istiadat masyarakat Indonesia atau Nusantara yang  sudah berlangsung berabad-abad lalu.

Pancasila semacam way of life atau pandang hidup bangsa yang digali dan dicari oleh Bapak bangsa Indonesia, Bung Karno. Beliau dengan rendah hati mengatakan dirinya bukan yang pencipta Pancasila tetapi sekedar penggali yang menemukan nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai tersebut sudah ada di di bumi dan kehidupan masyarakat Indonesia sejak lama.

Soekarno dalam upaya memberi landasan kokoh bagi negara dan bangsa mencoba merumuskan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Sehingga ketemu lima sila sebagai esensi kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa. 

Terjadi proses dialogis intelektual dalam dirinya  saat berusaha merumuskan nilai-nilai kehidupan sosial, bermasyarakat, bernegara. Bung Karno seperti resah berusaha menemukan apa dan harus seperti apa dasar dari sebuah negara yang merdeka dan berdaulat. Karena merumuskan lima sila dari Pancasila bukannya sebuah proses abrakadabra.

Ada kegelisahan intelektual yang membuatnya memeras lima sila menjadi Trisila. Bapak bangsa kita ini memang terkenal memiliki sifat ingin tahu yang besar dan haus akan berbagai ilmu serta pengetahuan. Sehingga beliau menemukan esensi dari semua nilai-nilai dalam Ekasila yaitu Ketuhanan.

Semua muara bersumber, berawal dan akan kembali kepada Nya. Namun bukan Bung Karno jika mampu mempetakkan dan meletakkan kembali nilai-nilai kehidupan yang universal dalam porsinya masing-masing. Lewat sila-sila yang ada di Pancasila, sebagai satu kesatuan utuh dalam menjalani kehidupan tata sosial bermasyarakat antar sesama manusia dan bangsa atau negara. Bukan Trisila atau Ekasila tetapi Pancasila.

Pancasila (foto:ko in)
Pancasila (foto:ko in)
Manakala admin Kompasiana mengajukan pertanyaan dalam Topik Pilihan bertemakan Menghadapi Situasi Sulit dengan Berpegang Pada Pancasila kemudian Kompasianer diminta memilih mana yang menginspirasi dan tepat untuk menjadi pedoman pada masa seperti ini.

Merupakan ajakan yang kurang tepat atau kurang pas. Sebab melaksanakan ajaran Pancasila itu tidak dapat dilakukan hanya dengan menjalankan atau memilih satu dua sila. Atau empat sila dari lima sila, sebagai pilihan.

Sila-sila dalam Pancasila itu bukan tawaran untuk dipilih salah satunya. Dua diantaranya atau lebih, dengan memilih tiga atau empat. Tetapi kelimanya merupakan kesatuan utuh. Bung Karno pernah mencoba melakukan itu tetapi beliau merasakan hal itu  kurang tepat untuk menata kehidupan sosial, bernegara dan berbangsa masyarakat Indonesia yang sangat heterogen dan multikultural.

Pancasila dengan lima silanya jangan dipisah-pisahkan. Sebab sila satu dengan sila lainnya saling menjiwai. Kurang tepat mengarahkan Kompasianer hanya untuk memilih salah satu sila saja dari lima sila.

Saya coba kutip kembali pengantar admin Kompasiana dalam topik pilihan ini. "Kompasianer, dari kelima butir pancasila tersebut mana kini menjadi penyemangatmu? Mana yang menginspirasi dan tepat untuk dijadikan pedoman pada masa-masa seperti ini? Dan apa alasannya?"

"Mungkinkah sila kelima karena warga butuh Keadilan Sosial lantaran perlu mengakses pendapatan ekonomi di saat banyak terjadi PHK? Atau sila kedua, saat Kemanusiaan yang Adil dan Beradab sangat dibutuhkan supaya kita saling berbela rasa dengan sesama manusia?"(www.kompasiana.com/30 Mei 2020)

Maka dengan demikian pertanyaan itu mengarah atau membuka pemahaman bahwa Pancasila bukan lagi Pancasila karena hanya memilih salah satu sila atau dua sila dari Pancasila dalam upaya menjawab tantangan dan permasalahan yang terjadi saat ini. Maka pilihan itu bukan pilihan Pancasila atau lima sila. Tetapi satu sila atau dua sila saja dengan sebutan Ekasila atau Dwisila.

Mungkin Bung Karno sedih jika mengetahui jika ada sebagian anak-anak bangsa dalam memahami cita-cita bangsa negeri ini secara parsial. Romo Magnis Suseno guru besar filsafat, dalam tulisannya menyebutkan bahwa Pancasila itu merupakan cita-cita bangsa Indonesia tentang masyarakat yang baik karena mengungkapkan nilai-nilai yang ingin direalisasikan dalam kehidupan bersama. Pancasila merupakan keharusan-keharusan bagi segala kebijakan politik. Pancasila adalah etika politik bangsa.

J. Kristiadi, peneliti dan pengamat politik senior dari CSIS mengatakan Pancasila secara moral dan imperatif menjadi tuntutan tabiat dan perilaku seluruh warganegara dalam mewujudkan cita-cita bersama.

Ingat Pancasila bukan memilih salah satu, dua, tiga atau empat dari lima sila. Tetapi kelimanya adalah pilihan moral dan imperatif. Pancasila adalah cita-cita dan keharusan bersama. Bukan Ekasila, Dwisila, Trisila atau Catursila tetapi Pancasila.

Lamban negara dan masyarakat (foto:koin)
Lamban negara dan masyarakat (foto:koin)
Guna menjawab banyaknya PHK dan berbela rasa terhadap sesama tidak cukup hanya dengan sila kedua dan sila kelima. Tetapi ada sila keempat, sila ketiga dan sila pertama. Apalah artinya berbela rasa dan menuntut keadilan jika tidak membuka telinga serta mata. Mengerti apa yang sedang terjadi.

Mendengar dan melihat realitas yang sesungguhnya, kesulitan-kesulitan yang dialami pengusaha. Kemudian duduk bersama lewat musyawarah dan mufakat. Sehingga tercipta suasana persatuan, kebersamaan dalam mencari solusi menghadapi situasi kondisi saat ini. Dilandasi kesadaran bahwa kita semua mahluk yang fana tidak ada yang paling berkuasa selain Sang Maha Kuasa, yaitu Tuhan. 

Bukan pula vis a vis atau saling berhadapan sebagai lawan yang ingin menang sendiri karena kita sama-sama anak bangsa Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun