Masuk ke Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas, disambut tatapan dan wajah-wajah yang lesu. Sebagian diantara mereka duduk bersandar dengan malas seolah hilang semangat. Â Beberapa ada yang menyandarkan kepalanya ke bahu orang di sebelahnya.
Mereka menunggu giliran untuk diperiksa karena sakit. Belum selesai saya melihat sekeliling ruangan, terdengar sapaan ramah "Selamat siang," dari satpam sambil menanyakan dan mengarahkan untuk mengambil nomer antrean.
 "Sudah daftar on line belum ?" tanya satpam, sambil mengarahkan untuk mengambil nomer antrean. Karena saya belum tahu jika pendaftaran pasien dapat dilakukan secara on line. Di Puskesmas Ngaglik 2 disebut dengan Antrean Pasien Mandiri  atau Anjungan Pendaftaran Mandiri  (APM) sebagaimana yang sudah berjalan di beberapa rumah sakit besar.Â
Dia selalu manja jika saya berkunjung ke rumahnya. Ke Puskesmas harus dengan saya. Setelah mengambil nomer antrean dan menyerahkan KIS kami menunggu panggilan. Duduk di kursi yang terbuat dari besi yang tertata rapi. Kursi terasa dingin, sebagaimana dinginnya tatapan pasien yang datang ke Puskesmas.Â
Ada yang tiduran menunggu giliran diperiksa. Bantalnya paha sanak keluarga atau tangannya sendiri. Demikian pula dengan keponakan saya. Bawaannya sudah manja dan menjadi lebih rewel dibanding biasanya.Â
Suhu badannya tinggi, mengeluh dingin saat duduk di kursi yang terbuat dari besi. Orang sakit memang sulit beradaptasi dengan perbedaan dan perubahan suhu suatu benda atau cuaca.Â
Kami duduk bersama pasien atau keluarga pasien lainnya, Â yang lebih dahulu datang. Walau sebagian ruangan dipenuhi orang sakit namun Puskesmas Ngaglik 2, salah satu dari sekian banyak fasilitas kesehatan (Faskes) tingkat pertama. Nampak terang dan bersih. Jendela pintu tertata sedemikian rupa sehingga memungkinkan udara bersikulasi dengan baik.Â
Itu membantu menghalau bau atau aroma kurang sedap dari orang sakit. Mungkin mereka tidak mandi beberapa hari atau karena bau badannya bercampur dengan bau dari minyak angin atau minyak gosok yang dibalur ke tubuhnya. Belum lagi bau jaket yang mungkin sudah berminggu-minggu belum dicuci, langsung dipakai saat ke Puskesmas.
 Sesekali keponakan menyandarkan kepalanya di bahu saya. Seperti  tidak tahan menahan rasa pusing yang membuat kepalanya terasa berat. Sambil memeluknya supaya tidak merasa kedinginan, saya mengarahkan pandangan mata ke seluruh ruangan Puskesmas. Kesannya bersih, dindingnya di dominasi warna hijau muda.