Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Belajar Moderasi Beragama dari Desa "Pancasila" Balun

16 Desember 2022   18:31 Diperbarui: 18 Desember 2022   04:49 55281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi toleransi dan moderasi antarumat beragama di Indonesia. | Sumber: Antara Foto/ Hafidz Mubarak A via Kompas.com

Saat umat Islam tengah melaksanakan salat id, umat Kristen dan Hindu akan berjaga di sekitar masjid. Tatkala umat Hindu melaksanakan Nyepi, umat Islam dan Kristen akan berjaga. Begitu pula tatkala umat Kristen sedang merayakan Natal, mereka akan kompak menjaga lingkungan desa.

Spirit toleransi itu dipraktikkan agar warga yang tengah beribadah dapat menjalankan keyakinan masing-masing dengan aman dan hikmat. Hal serupa juga berlaku ketika ada hajatan. Seluruh warga, tanpa memandang keyakinannya, akan menghadiri dan saling membantu.

Toleransi beragama di Desa Balun tidak hanya terlihat dalam keseharian saja. Dalam struktur organisasi pemerintahan desa, peran masing-masing pemeluk agama juga difasilitasi tanpa adanya diskriminasi. Mereka dilibatkan secara penuh dan aktif sehingga dapat ikut berperan untuk mewakili aspirasi serta ajaran agamanya masing-masing.

Moderasi Beragama

Dalam sudut pandang agama, keragaman adalah manifestasi anugerah sekaligus kehendak Tuhan. Hal itu harus diterima sebagai realitas kehidupan, bukan hal yang perlu dilawan (taken for granted). 

Andai Tuhan menghendaki, tentu tidak sulit untuk membuat umat manusia menjadi seragam, satu jenis, atau bahkan sangat identik satu sama lain.

Namun, Allah SWT menghendaki sebaliknya. Ia menciptakan umat manusia yang bersuku-suku, berbangsa-bangsa, supaya manusia bisa saling belajar serta saling mengenal dalam hubungan sosial yang dinamis. Prinsip itu sesuai dengan firman-Nya dalam surat Al-Hujurat ayat 13.

Masjid Miftahul Huda yang terletak berdampingan dengan Pura Sweta Maha Suci di Desa
Masjid Miftahul Huda yang terletak berdampingan dengan Pura Sweta Maha Suci di Desa "Pancasila" Balun. | Sumber: Kompas.com/Hamzah Arfah

Indonesia memiliki keragaman etnis, suku, budaya, bahasa, dan agama yang tidak ada duanya di dunia. Selain enam agama yang paling banyak dianut, ada ratusan kepercayaan lokal di Nusantara.

Berkaca pada fakta itu, bisa dibayangkan betapa banyak dan beragamnya pemahaman, keyakinan, serta kepentingan masing-masing warga bangsa yang perlu diakomodasi, termasuk dalam konteks menjalankan praktik beragama.

Setiap individu berhak memeluk agama yang diyakininya. Mereka juga berhak mempunyai pemahaman bahwa keyakinan serta agama yang dianutnya itu merupakan pedoman hidup yang paling ideal. Di sisi lain, setiap pemeluk agama juga harus menghargai hak pemeluk agama lainnya yang berpandangan serupa.

Dalam realitas keberagaman Indonesia itu, konsep keagamaan yang moderat menjadi hal yang sangat krusial dan mendesak untuk dikampanyekan. Tidak sebatas dituturkan, tetapi juga diimplementasikan dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun