Mohon tunggu...
Ki Setyo Handono
Ki Setyo Handono Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Musuh satu kebanyakan, kawan seribu kurang. Untuk apa saling membenci, damai lebih banyak manfaatnya. Untuk apa berceraiberai, bersatu lebih banyak manfaatnya. Untuk apa bertengkar, hidup guyub rukun lebih banyak manfaatnya.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Godaan Awal Jadi Tahanan Politik di Rutan Wonogiri

10 Januari 2015   13:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:26 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1420846552703235613

Singkat cerita, sepeninggal Mbah Ronggo yang meninggal karena tersangkut menjadi simpatisan PKI, akupun sebagai janda kembang Mbah Ronggo, juga disangkutpautkan dengan organisasi –yang ternyata- terlarang itu. Dan akhirnya tahun 1965 aku harus meringkuk di penjara politik di Wonogiri selama 5 tahun, dan akhirnya aku dipindah di penjara Semarang selama 3 tahun.

Aku tersangkut gerakan Gerwani awalnya untuk mencari teman. Teman-temanku menjamin aman. Karena partai politik –PKI- induknya dilindungi oleh hukum. Dan platform partai –pada waktu itu- cocok dengan aspirasi rakyat kecil seperti kita ini. Begitulah kata mereka. Dan aku yang sedang kesepian, dan cemas dengan aparat desa yang mengejar-kejar aku, maka akhirnya Gerwani saya jadikan tempat berlabuh untuk menentang ketidak adilan tersebut.

Tahun 1965 umurku sudah 26 tahun. Berarti aku menemani Mbah Ronggo sekitar 18 tahun. Karena saat menikah, umurku baru 8 tahun. Sedang Mbah Ronggo sudah berumur 60 tahun. Dengan demikian Mbah Ronggo meninggal dalam umur 78 tahun. Usia yang terbilang sepuh sekali.

Begitulah sejarah perkawinanku. Aku saat itu nggak tahu harus berbuat apa? Pur, dan Endang masih kecil-kecil semua. Sementra ayahnya sudah meninggal. Aku galau betul hari itu. Ternyata pilihanku bergabung dengan teman-teman di organisasi politik, justru membuatku begini ini. “Sudahlah… aku jalani hidup ini… aku siap hadapi resikonya…”

Setelah peristiwa G-30SPKI, aku dan teman-teman Gerwani ditangkap , bahkan ada teman-teman yang langsung dibantai, dan ada yang digantung dipintu tahanan. Ngeri sekali waktu itu. Membuat semuanya habis nyalinya. Saya dan teman-teman diborgol dinaikkan mobil tentara, menuju rumah tahanan di Wonogiri. Tidak ada satupun yang berani bersuara. Semuanya komat-kamit mulutnya berdoa. Saya hanya minta diselamatkan buah hati saya, Si Pur, dan Si Endang… “Duh Gusti, anak kula mugi-mugi paringono slamet, slamet donya dalah akhiratipun… Amiin” suaraku semakin parau di sepanjang perjalanan dari Gesing hingga Wonogiri.

Sesampai di Wonogiri, aku digiring dimasukkan ruangan sempit ukuran 2 kali 3 meter, dan diisi 25 tahanan. Sudah aku bayangkan betapa sempit dan pengapnya ruangan nanti. Belum lagi menu makanannya,  pasti berbeda ketika kita di rumah dulu. Saat aku membayangkan fasilitas di dalam tahanan tiba-tiba

“Yang namanya Suryati, siapa?” petugas berpangkat kopral datang

“Kula Pak?” jawabku sambil menunduk. Sementara semua temanku hanya terpaku diam, takut dan sedih berbaur menjadi satu. Mereka trauma, karena –diantara- 25 temanya, sudah ada lima yang sudah dibantai petugas. Aku dengan pasrah kepada Tuhan, aku ikuti perintahnya

“Ikut saya?!!”

“Injih…”

Sesampai di ruang komandan….

“Namamu siapa?”

“Suryati..”

“Rumah?”

“Gesing, Purwantoro Pak?”

“Begini Dik Suryati…”

“Injih Pak…” jawabku mulai curiga. Karena Letnan yang mengiterogasi saya tadi semakin mendekat dengan tubuh saya.

“Saya itu kasihan denganmu…” sambungnya sambil meraih tangan kanan saya

“Nuwun sewu, tangan saya kotor, sudah tiga hari ini saya belum mandi Pak.. tolong jangan disentuh ya… tangan bapak kotor nantinya…” kilahku, agar hasratnya bisa dihentikan

“Hmm… kamu cantik… kamu masih muda…”

“Matur nuwun bapak?”

“Hmmm… apa kamu suka dipenjara?”

“Ya kalau boleh memilih ya pilih bebas.. wong saya tidak merasa bersalah kok”

“Tapi kamu telah terbukti menjadi Gerwani?”

“Apa salahnya?, ini kan sudah dilindungi hukum?. Wong buktinya gerakanya untuk kebaikan masyarakat desa lo Pak?”

“Betul, tetapi aparat yang kendalikan keamanan di negara ini telah temukan, bahwa PKI terbukti telah lakukan pemberontakan kepada Negara. Para simpatisannya berlaku kejam, mengerikan sekali. Pembunuhan masal dilakukan di mana-mana…”

“Njih…” jawabku semakin kalut, nggak paham

“Lha kamu jadi Gerwani baigian apa?”

“Apanya Bapak”

“Ah, kamu itu bagian pengurus aktif apa hanya simpatisan?”

“Injih, saya hanya simpatisan saja. Maklumlah, saya masih punya anak dua, dan masih kecil-kecil…”

“Ha.. kamu sudah punya anak??”

“Injih”

“Kamu dulu nikah umur berapa?”

“Umur saya baru 8 tahun. Saya sama bapak dinikahkan dengan Pak Ronggo yang sudah berumur 60 tahun. Bapak saya seorang lurah, di daerah Njeruk Pacitan….” Jawabku lengkap

“Jadi kamu itu istri bangsawan, sentana dalem Mangkunegaran ta?”

“Injih”

“Sekarang suamimu?”

“Sudah meninggal, diciduk oleh petugas, karena dituduh sebagai gembong PKIoleh teman-teman aparat kelurahan. Padahal Pak Ronggo tidak pernah sekalipun berurusan dengan parpol itu. Apalagi naik di podium…”

“Hmm…kasihan…”

“Saya tetap tegar kok Bapak… saya terima takdir ini…”

“Sudah, kalau begitu kebetulan…”

“Kebetulan apa Bapak?”

“Kalau kamu mau jadi istri saya, maka besok pagi kamu aku bebaskan, tetapi kalau kamu tidak mau menikah denganku, maka kamu harus meringkuk lima tahun di penjara ini…” BERSAMBUNG


Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun