Mohon tunggu...
Tony Mardianto
Tony Mardianto Mohon Tunggu... -

Saya hanya seorang rakyat pinggiran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hancurnya 4 Tokoh Reformasi

27 Maret 2009   00:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   20:15 2217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terjadinya gerakan Reformasi pada tahun 1998 mencuatkan nama beberapa tokoh, Amien Rais, Gus Dur, Megawati dan Sri Sultan Hamengkubuwono X. Bagaikan artis pemenang Piala Citra kemanapun mereka berjalan senantiasa mendapat sambutan hangat dari seluruh elemen bangsa ini. Tak berlebihan jika pada saat itu mereka tampil bagaikan Proklamator ke-2 di negeri ini. Hampir seluruh penghuni Republik ini membungkus harapan terhadap empat tokoh Reformasi tersebut.

“Andai negeri ini pernah berbuat salah, maka menggantungkan harapan perbaikan kehidupan terhadap ke empat tokoh reformasi tersebut merupakan kesalahan terbesar yang pernah dilakukan bangsa ini.” Bahkan kalangan mahasiswa sebagai pendukung utama ke empat tokoh tersebut dalam meledakkan Reformasi 1998 akan merasa sebagai pihak yang dipermalukan dan dipermainkan oleh keempat tokoh Reformasi 1998. Apakah ini sebuah tulisan tanpa dasar ? Tidak, walau bukan berdasar data survey yang dilakukan oleh para oleh intelektual tetapi setidaknya inilah fakta yang ada.

Reformasi yang dimotori oleh Amien Rais, Megawati, Gus Dur dan Sultan HB X hanya sebuah proses pembangunan “Jembatan Emas” menuju Istana Negara. Tujuan tunggal gerakan ini hanyalah berebut posisi RI-1. Peningkatan taraf kehidupan rakyat kecil sangat jauh bahkan mungkin tak pernah masuk dalam agenda gerakan yang dipelopori keempat tokoh tersebut. Masing-masing hanya saling berebut tulang kekuasaan. Tak ada satupun dari keempat tokoh Reformasi ini yang tidak memiliki keinginan untuk menjadi Presiden RI, bahkan bukan hanya sebuah keinginan tetapi berubah menjadi sebuah ambisi.

Untuk mendekati pada topic diatas maka akan Penulis tampilkan beberapa fakta dibawah ini:

KH. Abdurrahman Wahid: Ulama kharismatik dan pernah menjabat sebagai Ketua Umum NU yang merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia tak luput dari penyakit “Demam RI-1.” Berbagai cara ditempuh termasuk “menikam” Megawati dalam proses pemilihan Presiden RI. Tujuan dan ambisi Gus Dur untuk menjadi orang No 1 di Republik berhasil. Tapi disinilah awal bencana negeri ini. Bebera catatan penting dimasa kepemimpinan Gus Dur adalah:

-Tingginya jadwal kunjungan keluar negeri tanpa memberikan nilai lebih untuk negeri ini.

-Meningkatnya secara tajam pembabatan hutan di negeri ini, yang dampaknya dapat kita rasasakan akhir-akhir ini.

-Impotennya fungsi ABRI dan nyaris tergantikan oleh pasukan khusus yang dibuat oleh Gus Dur dengan nama Pagar Nusa. Dimana keberadaan “pasukan khusus” ini sering menimbulkan keresahan dimasyarakat.

Dari data diatas tak berlebihan bila kita sebut Gus Dur sebagai “Presiden Wisata” dan “Pelopor musnahnya hutan di Indonesia. Masa kepemimpinan Gus Dur berakhir ditangan SI MPR. Tragis.

Megawati Soekarno Putri: Buntut Soekarno Putri dibelakang namanya bagaikan tiket emas menuju RI-1. Kekecewaan masyarakat atas kepemimpinan Gus Dur seakan terobati dengan naiknya Megawati sebagai pemengang kendali negeri ini. Namun apakah ini sebuah kutukan ataukah ujian untuk negeri ini. Naiknya Megawati sebagai Presiden RI menggantikan Gus Dur tidak merubah keadaan, kondisi negeri ini semakin terpuruk. Tak beda dijaman kepemimpinan Gus Dur ada beberapa titik hitam tertoreh disini:

-Terlalu masuknya Taufik Kiemas dalam urusan kenegaraan menjadikan Republik ini seakan dipimpin oleh dua Presiden. Hal ini Nampak dari tidak adanya ketegasan Megawati dalam setiap keputusan yang diambilnya selaku Presiden RI.

-Dalam kepemimpinan Megawati inilah asset-aset Negara yang penting serta vital banyak terjual kepihak asing. Sebuah keputusan yang sangat merugikan negeri ini.

Sebagai kehormatan atas langkah yang diambil maka layak jika Megawati kita beri sebagai “Presiden Pemasaran” asset Negara yang tiada banding. Maka sangat lucu bila pada saat ini Megawati sering mengkritik kebijakan pemerintah. Megawati lupa bahwa bangsa ini tidak pikun dan tidak bodoh untuk membandingkan jaman kepemimpinannya yang jauh lebih buruk dibanding masa pemerintahan saat ini.

Amien Rais : Mantan Ketua Umum Muhammadiyah yang terkenal dengan pemikirannya yang tajam serta kritikan yang pedas terhadap pemerintah juga tak lebih dari tokoh Reformasi yang lain. Walau tidak pernah menjabat sebagai Presiden RI namun berbagai ungkapan serta ikut sertanya dalam kontes pemilihan Presiden RI tahun 2004 merupakan bukti yang kuat adanya ambisi untuk menjadi Presiden RI. Kembali lagi pada pepatah “Sepandai-pandainya menyimpan bangkai, akhirnya akan tercium juga.” Walai pada awalnya masyarakat sangat menggantungkan nasibnya kepada Amien Rais tetapi pada akhirnya masyarakat sadar siapa sebenarnya Amien Rais. Kekecewaan masyarakat terkemas dalam bentuk ketidak percayaan terhadap tokoh ini, hal ini semakin jelas dengan tidak adanya dukungan dari masyarakat pada saat Pilpres 2004. Amien Rais terjungkal dan tidak bangkit lagi.

Sultan Hamengkubuwono X: Pada awalnya masyarakat menganggap Sultan HB X merupakan tokoh Reformasi yang tidak memiliki ambisi kekuasaan seperti ke tiga rekannya. Salah ! sekali lagi bangsa ini salah menilai. Sultan HB X juga merupakan tokoh Reformasi yang memiliki ambisi kuat menduduki kraton Republik ini. Ambisi yang membabi buta telah menyebabkan Sri Sultan menjadi permainan elit politik Partai Golkar. Sekali lagi seorang tokoh Reformasi tidak memperoleh simpati masyarakat. Dan yang lebih merendahkan wibawa Sri Sultan HB X adalah pernyataan DPD Golkar Yogyakarta untuk mendukung Jusuf Kalla sebagai Capres Partai Golkar. Pemilihan Yogyakarta sebagai tempat penyampaian dukungan terhadap Jusuf Kalla sebagai Capres Golkar melengkapi kejatuhan dan hancurnya wibawa Sri Sultan HB X.

Tak ada lagi yang tersisa dari tokoh Reformasi, semua menuju ke kubur politik masing-masing. Sekali lagi bangsa Indonesia bukanlah bangsa yang terlalu bodoh untuk dipermainkan. Semua elemen bangsa sadar siapa dan apa sebenarnya yang ada difikiran para tokoh Reformasi.

Persatuan yang dibangun oleh sebuah ambisi tidak akan kekal, demikian juga yang terjadi pada persatuan para tokoh Reformasi. Persatuan ke empat tokoh ini telah hancur bahkan cenderung saling menjegal diantara keempatnya.

Salam: Tony Mardianto

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun