Mohon tunggu...
Kipasanginbaru Baru
Kipasanginbaru Baru Mohon Tunggu... -

kipasanginbaru

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Begini Cara Akil Bermain Pilkada

23 Januari 2014   17:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:32 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi saat menerima suap milyaran rupiah di rumah dinas Ketua Mahkamah Konstitusi di bilangan Jakarta Selatan, Komisi Pemberantasan Korupsi terus mengusut permainan akil di kasus pilkada lainnya saat masih jadi Ketua MK juga saat masih jadi Hakim MK atau saat Mahfud MD masih memimpin MK.



Tanda tanda terus ditelurusinya kasus Akil selain suap dirumah dinasnya adalah terus diperiksanya beberapa saksi oleh KPK dari berbagai daerah seperti Pilgub Bali, Pilkada Jayapura, Palembang dan terbaru yang paling mengagetkan adalah Pilgub Jawa Timur dimana akil meminta 10 Milyar kepada Ketua DPD Golkar sebagai pendukung calon incumbent melalui BBM (BlackBerry Messenger) sebagaimana yang beredar di media massa. (kecuali www.detik.com tidak akan memuat berita ini).



Lalu bagaimana cara akil bermain dalam kasus pilkada yang diajukan gugatan ke MK tempat akil bekerja, berikut analisa cara akil mendapatkan pundi-pundi uang haram dari orang yang berperkara di MK.



1)Saat gugatan di ajukan di MK, akil sebagai Ketua MK berwenang menentukan majelis yang menangani perkara tersebut, akil pun berwenang mendapatkan salinan gugatan yang diajukan oleh pemohon sebelum perkara itu disidangkan, sehingga sebagai Hakim yang sudah dua periode sudah paham betul dan sudah mahfum gugatan yang bisa dikabulkan atau ditolak, jangankan hakim sekelas panitera saja sudah bisa memperediksi dari gugatan yang diajukan pemohon. Ada beberapa kemungkinan yang menjadi pertimbangan akil, yaitu :



a)Pemohon dalam berperkara adalah teman partai akil sebelum jadi hakim MK.



b) Pihak Terkait, dalam hal ini Calon Bupati, Walikota, Gub. yang terancam jika dikabulkan adalah satu partai dengan Akil sebelumnya.



c)     Pemohon bukan satu partai, tapi punya hubungan pertemanan atau temannya teman Akil.



d)Pihak Terkait, dalam hal ini Calon Bupati/Walikota/Gub yang terancam jika gugatan dikabulkan, bukan satu partai tapi punya pertemanan.



e)Pemohon yang berperkara telah terlebih dahulu menghubungi Akil sesat saat gugatan diajukan di MK atau bahkan sejak penetapan KPU atau belum resmi digugat di MK.



f)Pihak Terkait, telah terlebih dahulu menghubungi karena ketakutan atau ditakut-takuti pengacara akan dibatalkan jadi Bupati, Walikota atau Gubernur, hal ini bisa terjadi karena selisih suara kemenangan terlalu tipis atau ada kecurangan dari pihak pemenang versi KPU.



2)Jika dalam pemeriksaan perkara di MK tidak ada dari salah satu pihak yang berperkara yang menghubungi (Pemohon atau Termohon dan atau Pihak Terkait) maka akan dikerahkan Tim diluar MK untuk menghubungi salah satu pihak yang berpotensi menang di MK untuk dimintai uang dengan cara ditakut-takuti, atau menghubungi salah satu pihak yang menang karena perkara telah diputuskan hakim MK dalam rapat internal tapi belum dibacakan disidang yang terbuka, sehingga sayang kalau tidak dijadikan duit.



3)Jika Pihak yang berperkara di MK telah menghubungi Akil sebelum perkara diputus dan telah membuat “komitmen” mengenai fee yang harus dibayarkan atau bahkan telah memberikan “down payment” maka disinilah Akil bermain yang bisa melibatkan hakim MK lainnya, begini penjelasanya.



a)Sebagaimana diketahui publik adalah bahwa pilkada itu hampir semua diwarnai kecurangan oleh para kontestan untuk memenangkan kompetisi, jadi jika yang kalah “berteriak-teriak” bahwa pilkada diwarnai kecurangan, coba di cek ulang pasti juga melakukan kecurangan disaat yang sama. Jadi baik yang menang maupun yang kalah hampir semua melakukan pelanggaran pilkada, bahkan ada pameo dalam pilkada yaitu semua peserta pilkada itu curang maka siapa yang paling curang dialah pemenangnya. Nah, dari sisi inilah Akil bermain.



b)Jika Pemohon yang menghubungi Akil terlebih dahulu dan serius membuat “komitmen” meski perkaranya sulit dimenangkan maka Akil sebagai Ketua Majelis Hakim akan mengarahkan sidang untuk mencari-cari kesalahan Pihak Terkait (KPUD) sebagai pelaksana pilkada, dan mencari kecurangan-kecurangan Pemenang Pilkada dalam persidangan di MK. Hal ini sangat mudah ditemukan jika Majelis atau Panel Hakim yang memeriksa perkara betul-betul ingin mencari kesalahan, biasanya modusnya adalah memanggil Pengawas Pemilu di tingkat daerah, Kapolres dan atau LSM yang berafiliasi dengan pemohon untuk menjelekkan pelaksanaan pilkada yang ujung-ujungnya MK akan membuat Pilkada ulang. Pemilihan Uang, atau bahkan membatalkan kemenangan versi KPU. Modus ini diduga yang dilakukan Akil dalam Pilkada Lebak yang melibatkan Atut dan Wawan sehingga ada Pertemuan di Singapura, atau dikalangan aktifis disebut Piagam Singapura.



c)Jika Pihak Termohon yang terlebih dahulu menghubungi Akil (Termohon itu KPUD, tapi umumnya berafiliasi dengan Pihak Terkait sebagai Pemenang Pilkada versi KPU), maka sebagai Ketua Panel Akil mengarahkan sidangnya untuk menutup-nutupi kecurangan yang terjadi dalam pilkada itu, biasanya pemeriksaan saksi-saksi akan dipersingkat dengan alasan banyaknya perkara yang ditangani MK sehingga waktunya terbatas. Sehingga ujung-ujungnya permohonan itu ditolak dan Akil dapat pundi-pundi uang dan sidang di MK terkesan normal normal saja dan tidak ada yang aneh. Padahal uang sudah mengalir sampai jauh.



d)Lalu bagaimana hakim yang se-panel dengan akil bisa terlibat atau tidak ? untuk keterlibatan mereka bisa saja terjadikarena :



·Telah menerima uang tutup mulut dari Akil (sampai hari ini belum ada indikasi itu, kita tidak tahu jika KPK menemukan indikasi itu akan datang).



·Lalu apakah hakim atau panietra tidak terlibat, belum tentu juga, hakim yang se-panel dengan Akil sebetulnya sudah tahu Ketua MK mengarahkan sidang sesuai kemauan Ketua Panel tapi apa daya mereka hanya hakim anggota dan takut untuk protes, jadi kalau hakim Maria Farida dan Panitera Kasianur Sidauruk bilang sidang di MK normal-normal aja saat akil mimpin sidang, itu adalah kebohongan untuk menutupi keburukan MK, nah, disisi ini KPK bisa menjerat Maria dan teman sepanelnya serta Panitera MK dengan pasal menghalang-halangi penyidikan. Jauh sebelum akil ditangkap ada banyak kasus-kasus lain yang mendahului tapi tak ditindak internal yang paling menonjol adalah Surat Akil sebagai Ketua MK yang membatalkan Pilkada tapi didiamkan oleh MK sampai kemudian Akil ditangkap baru bertindak.

e)Apalagi kelakuan Akil sebenarnya sudah jadi rahasia umum dikalangan pegawai rendahan di MK tapi mereka tidak berani berbicara karena diduga di bungkam oleh Sekjen MK agar tidak bicara, apalagi sampai bicara ke media. Padahal mereka yang lebih tahu kelakuan akil, kelakuan Akil yang sering “ngisap” ganja juga sebetulnya sudah diketahui internal MK khususnya kalangan pegawai rendahan tapi apa daya tangan tak sampai. (selama kasus akil bergulir anda tak akan pernah membaca berita yang sumbernya dari anonym internal MK tentang kelakuan akil, bandingkan dengan kasus lain seperti SKK Migasdan lainnya selalu ada anonym dari internal yang membocorkan kebobrokan institusinya, tapi untuk MK anda tak akan menemukan untuk itu, pasca akil ketangkap Sekjen mengumpulkan pegawai dan mengancam memecat pegawai jika ada yang “ember” di media, tentu saja setalah Sekjen koordinasi dengan media dengan “sesuatu”).

Inilah modus-modus yang diduga digunakan oleh Akil sebagai Hakim MK dan atau Ketua MK untuk mengumpulkan pundi-pundi uang haram di MK selama menjabat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun