Mohon tunggu...
Muhammad Alimuddin
Muhammad Alimuddin Mohon Tunggu... Freelancer - saya adalah seorang pemerhati sejarah dan budaya yang konsens pada sejarah dan budaya masyarakat SEulawesiTenggara

Lahir di Raha deari seorang ayah dan ibu adalah petani miskin

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Mengenal Bahasa Muna Atau Wamba Wuna, Warisan Budaya Masyarakat Suku Bangsa Wuna

18 Mei 2019   13:47 Diperbarui: 18 Mei 2019   13:54 1319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Berdasarkan luas wilayah dan kuantitas pengguna Bahasa Muna sebagai bahasa Tutur di Sulawesi tenggara, bahasa Muna merupakan bahasa kedua penutur terbanyak setelah Bahsa Tolaki-Mekonggga. Secara geografis penyebaran penutur kedua bahasa tersebut juga berbeda. Bahasa Tolaki-Mekongga sebarannya di daratan Pulau Sulawesi Bagian Tenggara, sedangkan Bahasa Muna Penuturnya tersebar di Kepulauan termasuk dua pulau besar yaitu Muna dan Pulau Buton.

Dr, Rene Van dengberg juga menemukan penutur bahasa Muna ternyata bukan saja di tersebar di wilayah kepulauan Sulawesi bagian tenggara tetapi di sebagian Pulau Ambon dan kepualauan Maluku Utara. Dr. Rene Van Denberg tidak menjelaskan sejak kapan bahasa muna digunakan oleh maasyaarakat Pulau Ambon dan Kepulauan Maluku Utara serta bagaimana proses penyebarannya.

Mungkin saja penyebaran bahasa Muna di Pulau Ambon dan Kepulauan Maluku utara tersebut lakukan oleh La Ode Wuna Putra raja Muna VI Sugi Manuru. Tradisi lisan masyarakat Muna menjelaskan bahwa salah seorang Putra Raja Muna VI Sugimanuru yaitu La Ode Wuna yang berwujud Ular berkepala manusia diusir karena berulah yang dapat mencoreng kewibawaan ayahaandanya sebagai Raja.

Setelah diusir dari kerajaan Muna, La Ode Wuna kemudian berlayar menuju Pulau Halmahera di Maluku Utara. Dalam pelayaranya La Ode Wuna yang dikenal sakti menumpang pada dua buah kelapa. Sesampainya di pantai Pulau Halmahera ( maluku Utara ), La Ode Wuna kemudian menanam kelapa yang menjadi tumpangannya tersebut di pantai dimana dia terdampar. Jadi ada kemungkinan La Ode Wuna dan pengikutnyalah yang pertama menyebarkan bahasa Muna di Kepulauan Maluku/maluku Utara melalui alkulturasi budaya.

Walaupun secara populasi cukup banyak dan sebaran wilayah penuturnya yang luas, bukan berarti bahasa Muna sudah dapat dikatakan aman . Bahkan beberapa ahli mengelompokan Bahasa Muna, Wambha Wuna dalam kategori rawan. Hal itu disebabkan minoimnya literature atau dokumen yang menggunakan Bahasa Muna/ Wambha Wuna.

Mengutip Rene Vandeberg dalam " Juara Satu Dan Dua: Membandingkan Situasi Kebahasaan Indonesia Dan Papua Nugi "   yang di muat dalam Jurnal Masyarakat Linguistik Indonesia,dengan kode  ISSN: 0215-4846  Volume ke-32, No. 2 pada bulan Agustus 2014 ,  Orang yang pertama menulis mengenai bahasa Muna adalah Nikolaus Adriani (1865-1926), seorang ahli bahasa daerah Sulawesi pada zaman kolonial. Selama keberadaannya di Sulawesi (yang disebut Celebes pada waktu itu), dia juga sempat menulis satu bab dalam bahasa Belanda mengenai bahasa Muna dalam bukunya tentang situasi kebahasaan di Sulawesi dan Halmahera (Adriani dan Kruyt 1914).

Orang yang kedua yang meneliti bahasa Muna adalah orang Muna sendiri yang bernama Hanafi (1938- 1993). Hanafi (1968) adalah skripsi mengenai pronomina, aspek yang rumit dalam Bahasa Muna. Orang yang ketiga ialah La Ode Sidu, yang kemudian menjadi pakar bahasa Mun dengan beberapa terbitan, termasuk skripsi S1, S2, dan disertasi S3 (La Ode Sidu 2003).

Mulai tahun 1980-an juga diterbitkan beberapa karya ilmiah mengenai bahasa Muna yang dikeluarka oleh Pusat Bahasa di Jakarta. Kami sendiri menulis tata bahasa Muna (van den Berg 1989), kamus Muna (bersama La Ode Sidu, versi Muna-Inggris 1996, versi Muna- ndonesia 2000, cetakan kedua 2013), dan beberapa karangan ilmiah mengenai bahasa Muna, seperti situasi dialek Muna, fonologi historis, kata serapan dari bahasa Belanda, ketransitifan, deiksis, dan juga dialek Muna selatan.

Awal tahun 1990-an dibentuk sebuah tim penelitian dan pengembangan Linguistik Indonesia, Volume ke-32, No. 2, Agustus 2014 125 bahasa daerah Muna yang menerbitkan Pedoman Ejaan Bahasa Muna (Hanafi, dkk. 1991), diikuti oleh beberapa buku kecil dalam bahasa Muna: Kadadihi ne witeno Wuna (Atakasi 1991), Kabhanti Wuna (La Mokui 1991), Wata-watangke Wuna (La Mokui dan La Kimi Batoa  991).

Sejak adanya muatan lokal di kabupaten Muna, muncullah juga beberapa buku pelajaran, termasuk metode untuk SD O Wamba Wuna (La Ode Sidu 1994) dan metode untuk SLTP Struktur Bahasa Muna (La Tia, dkk.). Bersama dengan La Mokui, kami menulis metode baru untuk SMP Maimo dopogurumana wamba Wuna (La Mokui dan van den Berg 2008a, 2008b), bersama pedoman gurunya. La Sinenda (2002) menulis Tata Bahasa Daerah Muna, tetapi sayangnya tidak pernah diterbitkan. Belakangan ini perlu disebut karya La Ode  irad Imbo (2012) yang berjudul Kamus Bahasa Indonesia-Muna. Pada awal tahun 2014 dibuka laman khusus mengenai bahasa Muna (www.bahasamuna.org). Jelas perhatian pada bahasa Muna tidak mengecewakan, baik dari orang luar maupun dari penutur bahasa Muna sendiri.

Walaupun status pendokumentasian bahasa Muna cukup tinggi, ada gejala bahasa Muna sudah agak sakit. Di Raha, ibu kota Kabupaten Muna, sejak dulu bahasa Muna jarang dipakai oleh orang Muna sendiri. Orang dari luar yang datang di Muna hampir tidak ada yang belajar bahasa Muna. Sejak tahun 1990-an, penduduk di kampungpun mulai bergeser ke bahasa Indonesia, sehingga makin banyak anak-anak dan remaja tidak menguasai lagi bahasa ibu mereka. Seringkali dalam satu desa orang tua masih fasih berbahasa Muna (khususnya waktu bergaul dengan generasi di atas mereka), tetapi berkomunikasi dengan anak-anak di rumah pakai bahasa Indonesia. Kalau situasi ini tetap begitu (dan kami belum melihat tanda yang melawan perkembangan ini).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun