Mohon tunggu...
Analisis Pilihan

Seni Musik adalah Hak Segala Bangsa

12 Februari 2019   12:06 Diperbarui: 12 Februari 2019   12:21 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Tribunnews.com

 

                                                                                                      

Ada banyak cara untuk bereskpresi, entah itu dengan menulis, menggambar, atau sekedar memotret sekitar. Dengan melakukan hal yang kita gemari membuat kita lebih lepas mengeluarkan apa yang ada didalam diri kita. 

Kesedihan bisa kita ungkapkan tanpa menunjukam airmata kita, kemarahan bisa kita tampakkan tanpa harus mencak mencak dan bahagia bisa kita ungkapkan tanpa harus menaruh senyum yang lebar. 

Ya, ada banyak cara. Seperti pelukis dengan lukisannya, seperti photographer dengan lensanya atau musisi dengan alunan nadanya. 

Di dalam seni memang berekspresi bukan suatu hal yang dapat diatur dan dibatasi karna itu semua semata mata keluar dari dalam diri seorang manusia yang bebas tanpa tekanan dari manapun sehingga dapat mengekspresikan diri lewat suatu karya  yang dapat dinikmati oleh orang banyak, serta tentu mewakili perasaan sang "penciptanya".

Pelaku seni di indonesia khususnya yang bergerak di industri musik di buat geger terkait RUU Permusikan yang didalamnya banyak pasal yang cenderung akan membelenggu kebebasan mereka dalam bereskpresi  khususnya dalam bermusik. 

Tentu banyak musisi dari segala penjuru indonesia yang bersuara, mereka dengan jelas menyatakan menolak akan adanya RUU Permusikan yang dimana RUU Permusikan ini pada tahun 2017 lalu masuk kedalam program legislasi nasional (PROLEGNAS) jangka panjang. 

Tetapi pada naskah akademik RUU Permusikan sendiri malah membuka perdebatan dikalangan masyarakat dan musisi, karna ada sekitar 19 pasal yang berpotensi menjadi pasal karet. 

Contohnya didalam pasal 5 RUU Permusikan, dimana ada beberapa poin yang isinya beberapa larangan bagi para musisi mulai dari membawa budaya barat yang negatif, merendahkan harkat martabat, menistakan agama, membuat konten pornografi hingga membuat musik provokatif. 

Pada pasal 18 juga memiliki bbrp poin yang rancu salah satunya berbunyi, "Pertunjukan Musik melibatkan promotor musik dan/atau penyelenggara acara Musik yang memiliki lisensi dan izin usaha pertunjukan Musik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," 

Seperti yang sudah tercantum didalam pasal 5, didalam hal ini tentang musik yang disebut memprovokasi yang seperti apa ukuran dan jelasnya patut untuk dipertanyakan. Karena bisa saja itu menjadi pasal karet yang berarti tidak ada kejelasaan dari RUU tersebut.

Soal kebebasan bereskpresi sendiri negara kita indonesia adalah negara yang menjujung tinggi akan hal itu, didalam konsititusi kita pada Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 diatur jelas  dimana kita bebas untuk berpendapat dan berekspresi. Jika kita sedikit melihat kebelakang pada pemerintahan orde baru musik juga menjadi sebuah perhatian. 

Pemerintah orde baru sangat keras kepada musisi yang lagunya berisi atau tersirat kritik akan pemerintahan soeharto saat itu, lagu lagu yang dirasa oleh rezim orba akan menggangu jalanya roda pemerintahan akan otomatis dicekal dan tidak  diperbolehkan diputar di radio atau televisi. 

Ini yang juga menjadi sebuah ketakutan tersendiri untuk kalangan penikmat musik dan pelaku di industri musik, di mana nantinya pemerintah seakan ingin menentukan musik mana yang boleh didengar dan tidak boleh  didengar. Akan menjadi sebuah hal yang tidak lucu jika nantinya kita akan mendengar musik secara "petak umpet".

Perlu kita sama sama ketahui bahwa Musik bukanlah hanya sekedar berisi alunan nada saja, tetapi musik juga bisa menjelma menjadi sebuah kritik sosial lewat lirik liriknya. 

Dimana sebuah kritik yang diwujudkan dalam sebuah lagu dapat mendorong sebuah perubahan. Kritik yang kita tahu buah dari sebuah ketidak puasan akan suatu sistem ekonomi ,politik yang akan memungkinkan untuk membawa perubahan, dimana didalam sebuah perubahan akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan jika ada sebuah roda penggerak yang dilakukan secara individu atau kolektif.

 Sebuah musik mampu mereflesikan realitas sosial di sekitarnya, Menceritakan intrik intrik yang terjadi didalam masyarkat yang sekaligus dapat menyadarkan masyarakat akan kondisi sosial politik. 

Di dalam wacana teori kritis mazhab frankfurt sendiri jika kita kaitkan dalam konteks ini, dimana sebuah grup band atau musisi mempunyai kekuatan dari sebuah karyanya yang menjadikanya sebagai ideologi baru bagi para penikmatnya. Musik ditempat kan sebagai sarana penyampaian kritik sebagai sistem ide yang dapat dimasukan menjadi "kritik akan dominasi". 

Di dalam pandangan ilmu filsafat sendiri musik diartikan sebagai bahasa nurani yang mana menghubungkan  pengertian manusia pada ruang dan waktu. 

Seorang filsuf jerman pun mengatakan "without music, life would be an error" dan memang pada realitanya musik tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. 

Seiring berjalan waktu musik bukan hanya sekedar lantunan nada dan melodi, tetapi ketika musik memiliki sebuah pesan lirik lagu kritik sosial tentu akan menjadi sesuatu yang berfungsi sebagai penyadaran bagi para penikmatnya akan kondisi yang terjadi. 

Sebuah kritik akan dominasi. Seperti kekuatan sebuah musik "ciao bella" yang mampu meruntuhkan pemerintahan fasis ala Benito Muscholini. Untuk itu segala usaha yang ingin membelenggu kebebasan sudah seharusnya dilawan!

O partigiano, portami via

O bella ciao, bella ciao, bella ciao, ciao, ciao!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun