Mohon tunggu...
Wahyu Barata
Wahyu Barata Mohon Tunggu... Penulis - Marketing Perbankan

Wahyu Barata.Lahir di Garut 21 Oktober 1973. Menulis puisi, cerita pendek,dan artikel. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di Sari Kata, majalah Aksara , Media Bersama, Kompas, Harian On Line Kabar Indonesia, beberapa antologi bersama, dan lain-lain.Kini bekerja sebagai marketing perbankan tinggal di Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Alat-alat Musik di Relief Candi Borobudur

11 Mei 2021   23:36 Diperbarui: 11 Mei 2021   23:43 867
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Pada tahun 1987, waktu itu saya duduk di bangku SMP. Kalau tidak salah pada saat naik kelas 2 sekolah mengadakan studi tour ke Candi Borobudur. Saya dan teman-teman senang sekali  sebab pada masa liburan untuk pertama kali berwisata ke tempat jauh, ke situs peninggalan bersejarah yang tadinya hanya kami baca di buku sejarah.

Setibanya di Candi Borobudur kami terkesan melihat bangunan unik dan megah itu. Dipandu guide kami berkeliling melihat-lihat apa saja  yang terdapat di Candi Budha itu. Bahkan naik ke puncak candi.

Selama berkeliling candi guide itu menunjukkan dan menjelaskan, bangunan candi itu memiliki banyak stupa dan salah satunya ada stupa yang paling besar (Stupa Agung). Dasarnya berbentuk bujursangkar , di atasnya di tengah lingkaran ada yang mirip tugu, semuanya dilindungi naungan. Stupa itu sangat jelas terlihat dari jauh, tidak digunakan untuk kuil tetapi untuk menyimpan benda-benda suci.

Lingkaran itu sangat indah dibuat oleh ahli bangunan yang mendirikannya. Candi Borobudur dibangun di sekeliling bukit. Sembilan pelataran semakin ke atas semakin kecil dibuat mengelilingi bukit sampai ke puncak. Enam pelataran pertama berbentuk bujursangkar dengan bagian-bagian yang tertekuk.  Tiga pelataran di atas berbentuk bulat.  Pelataran di dasarnya digunakan untuk jalan mengelilingi candi, ditopang satu dinding batu tinggi. Pelataran itu empat serambi keliling. Di tengah masing-masing serambi terdapat tangga untuk naik ke serambi yang lebih tinggi. Di dinding kanan dan kiri sekeliling serambi terdapat relief. Rangkaian ukiran-ukiran di dinding batu itu melukiskan cerita seperti di dalam kitab atau buku. Intinya menceritakan tentang sejarah Budha sejak lahir sampai wafatnya.

Para peneliti di bidang ilmu sejarah dan kebudayaan meyakini bahwa rangkaian cerita yang diukir di dinding candi itu berasal dari suatu syair. Yang mengerjakan bangunan candi seluruhnya seniman orang Jawa. Dalam ukiran-ukiran itu terlihat jelas masing-masing pendirian seniman dalam seni pahat. Bagaimana mengerjakan seluruhnya menjadi kesatuan tidak bisa dipastikan, para peneliti hanya menduga-duga.

Besar kemungkinan yang memimpin pekerjaan membangun candi itu orang-orang Hindu, yang mengerjakannya para seniman orang Jawa, terbukti dari hasil ukiran yang ada di Candi Borobudur. Cara mereka melukiskan pohon dan hewan sangat tepat. Kehidupan masyarakat di masa itu seolah  hadir di depan mata kita, bila kita melihat cerita ukiran tentang pelajaran, kehidupan istana, kehidupan masyarakat desa, kehidupan para muni dalam biara,...

Rangkaian cerita di relief itu sangat tinggi nilainya dan merupakan pengetahuan tentang masyarakat Jawa dan masyarakat di negri-negri yang dekat, pada masa Wangsa Syailendra berkuasa.

Candi Borobudur itu adalah candi besar bagi para muni Budha. Di kaki bukit tempat candi itu dibangun ada biara di mana para muni bertafakur dan bertapa untuk mencapai tingkatan dan keadaan setinggi-tingginya (keadaan Budha).

Candi Borobudur didirikan untuk membimbing para muni bertafakur dan menjalankan suluk.  Mereka menyaksikan di kaki Candi Borobudur itu relief tentang kesengsaraan dalam hidup manusia. Bila mereka menaiki candi itu, tampak lukisan sejarah Budha Gautama di dinding serambi pelataran itu, contoh  seorang manusia yang mendapatka jalan lepas dari sengsara, karena keinsafan atas diri sendiri.

Akhirnya setelah mereka bertahun-tahun lamanya tafakur, menjalani tapa da suluk, para muni itu bisa menyelami arti rangkaian cerita yang dipahatkan itu. Ketika muni sudah sampai ke pelataran bundar. Di situ ditempatkan stupa berbentuk lonceng. Pada stupa itu dibuat lubang-lubang berbentuk belah ketupat. Dari lubang-lubang kita bisa melihat patung Budha di dalam stupa, yang menunjukkan segala ketenangan, setelah berjuang melawan kesengsaraan hidup duniawi.

Di pusat bangunan itu, di bagian paling atas  ada stupa yang sangat besar, seluruhnya tertutup. Dulu di dalamnya diletakkan patung Budha yang terbuat dari batu, melambangkan manusia yang telah mengalahkan segala  nafsu duniawi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun