Mohon tunggu...
Wahyu Barata
Wahyu Barata Mohon Tunggu... Penulis - Marketing Perbankan

Wahyu Barata.Lahir di Garut 21 Oktober 1973. Menulis puisi, cerita pendek,dan artikel. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di Sari Kata, majalah Aksara , Media Bersama, Kompas, Harian On Line Kabar Indonesia, beberapa antologi bersama, dan lain-lain.Kini bekerja sebagai marketing perbankan tinggal di Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[RTC] Apa Kabar Sahabat?

1 Februari 2021   19:59 Diperbarui: 1 Februari 2021   21:41 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salamku Sahabat,

Melewati awal tahun 2021, kuteringat kepadamu, apa kabar di hidupmu? Apa kabar sahabat? Sekian waktu adakah kau baik selalu?

Di tengah bencana yang satu per satu melanda, kucari gambaranmu yang sekian waktu berlalu. Di antara getir dan cemas meski dari jauh menyaksikan tayangan berita Covid-19 yang semakin meningkat kasus positifnya dan banyak orang terpapar meninggal; jatuhnya pesawat Sriwijaya Air 182; Longsor di Cimanggung Sumedang; Erupsi Gunung Merapi, Gunung Semeru, Gunung Raung; gempa besar di Majene Sulawesi Barat; banjir besar di Kalimantan Selatan; banjir bandang di Puncak... Semua menjadi topik utama di berbagai media. Korban jiwa, harta benda, yang kerap diberitakan menjadi perhatian pemerintah, masyarakat Indonesia, dan dunia...membuat jiwaku lirih tergetar.

Tetapi orang-orang sepertinya sibuk mengevaluasi  dan saling menyalahkan setelah bencana datang? Bukankah koordinasi setidaknya menjadi kunci agar setiap persoalan dapat diatasi dengan baik di samping tetap memohon  pertolongan Ilahi?

Sementara selalu terungkap keyakinan untuk melerai duka dan nanar para korban bencana, "Ada hikmah di balik derita." Kalimat bijak yang beberapa lama sempat tak lagi dipercaya sebagian orang. Orang-orang malah bertengkar di televisi dan di media sosial, menyulut pertikaian suku, Agama, ras, golongan, menindas dan menghakimi pihak-pihak tak sefaham. Tak terkendali. Lupa musyawarah, lupa gotong royong dan kekeluargaan, lupa koordinasi untuk saling tolong-menolong,...

Tak kurang dana, tenaga, barang-barang kebutuhan para korban bencana, dan berbagai bentuk keprihatinan seluruh masyarakat. Para sukarelawan bergerak ikut membantu. Tetapi koordinasi antar instansi dan prioritas apa yang harus dilakukan membuat bantuan menjadi lambat?

Aku yang menjadi penonton, meski ikut berduka dengan berbagai bencana itu di lingkaran luar, hanya bisa ikut berbela sungkawa, hanya bisa ikut membantu dengan tenaga, dana, ataupun doa, setelah itu melanjutkan hidup seperti biasa. Kau dan mereka yang mengalami bencana, menyimpan trauma dan duka yang sangat dalam. Bagaimana hidup setelah ini?

Besar harapan dalam setiap doa setelah sembahyangku kita semua dipertemukan kembali oleh Allah Yang Maha Baik. Dalam bimbingan dan lindungan-Nya, semoga masih ada harapan tersisa dan semangat baru untuk meraih kualitas kehidupan dan penghidupan yang lebih baik. Resolusi tahun lalu yang mungkin belum tercapai, bisa kita lanjutkan di tahun ini. Bersamamu. Apa kabar sahabat?

karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Surat Rindu untuk Sahabat yang Berduka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun