Mohon tunggu...
Wahyu Barata
Wahyu Barata Mohon Tunggu... Penulis - Marketing Perbankan

Wahyu Barata.Lahir di Garut 21 Oktober 1973. Menulis puisi, cerita pendek,dan artikel. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di Sari Kata, majalah Aksara , Media Bersama, Kompas, Harian On Line Kabar Indonesia, beberapa antologi bersama, dan lain-lain.Kini bekerja sebagai marketing perbankan tinggal di Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hakikat Kepemimpinan

1 Desember 2020   13:01 Diperbarui: 1 Desember 2020   13:27 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam kehidupan sehari-hari di keluarga, masyarakat, di kantor, di perusahaan, di perjalanan, di negara, ...kita membutuhkan pemimpin.Kedudukan pemimpin dalam masyarakat skala kecil dan skala besar sangat penting untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Siapa saja yang menjadi pemimpin jangan menyalahgunakan kepemimpinannya untuk hal-hal yang tidak benar.

Para pemimpin dan orang-orang yang dipimpin harus memahami hakikat kepemimpinan berikut ini : 

1). Bertanggung jawab. Bila seseorang ditunjuk sebagai pemimpin lembaga atau institusi ia mengemban tanggung jawab besar di hadapan manusia dan Tuhan Yang Maha Esa.

Janatan di semua level bukan hal yang istimewa. Seorang pemimpin tidak boleh merasa istimewa sehimgga merasa harus diistimewakan, dan sangat marah  bila tidak diistimewakan.Karena kepemimpinan itu tanggung jawab atau amanah yang tidak boleh disalahgunakan.

2). Pengorbanan. Menjadi pemimpin bukan untuk menikmati kemewahan atau kesenangan hidup dengan berbagai fasilitas duniawi yang menyenangkan. Pemimpin harus mau berkorban, apa lagi ketika masyarakat yang dipimpinnya berada dalam kesulitan.

Kehidupan yang sederhana bukan saja harus diemban, tetapi harus dicontohkan langsung kepada masyarakat.

3). Bekerja keras. Para pemimpin mendapat tanggung jawab besar untuk menghadapi dan mengatasi berbagai persoalan yang menghantui masyarakat  yang dipimpinnya, untuk kemudian mengarahkan kehidupan masyarakat menjadi lebih baik, benar, mencapai kemajuan dan kesejahteraan. Pemimpin harus sungguh-sungguhbbekerja keras.

4). Kewenangan melayani. Pemimpin adalah pelayan orang yang dipimpinnya, menjadi pemimpin berarti mendapatkan kewenangan besar untuk melayani masyarakat dengan pelayanan terbaik.

Pemimpin harus memiliki visi dan misi  pelayanan terhadap rakyat untuk meningkatjan kesejahteraan hidup bersama. Tidak boleh menzhalimi dan menjual rakyat, berbicara atas nama atau kepentingan rakyat tetapi sebenarnya untuk kepentingan sendiri ,keluarga, golongannya,atau pihak asing .

5). Teladan dan pelopor. Dalam segala kebaikan pemimpin harus menjadi teladan dan pelopor, 

bukan menjadi pengekor yang tidak mempunyai sikap terhadap nilai-nilai kebenaran dan kebaikan. Bila pemimpin menyerukan kejujuran kepada rakyatnya,ia telah menunjukkan kejujuran itu. Ketika ia menyerukan hidup sederhana, ia tunjukkan kesederhanaan bukan kemewahan. Masyarakat sangat membutuhkan adanya pemimpin yang bisa menjadi pelopor dan teladan dalam kebenaran dan kebaikan.

6). Sebagai pemimpin layaknya dirigen dalam orkestra yang memimpin berbagai musisi memainkan alat musik yang berbeda-beda, tetapi menjadi harmoni yang enak didengar dalan simfoni, enak dipandang,dan berdaya guna.

Kedudukan pemimpin sangat penting dalam masyarakat,jangan sampai kita salah memilih pemimpin, mulai dari kepala keluarga,RT - RW, Kepala Desa, Camat,Walikota, Bupati,Gubernur, sampai Presiden. Orang-orang yang telah terbukti tidak mampu memimpin, menyalahgunakan kepemimpinan untuk misi yang tidak benar dan orang-orang yang kita ragukan untuk bisa memimpin dengan baik dan ke arah kebaikan tidak layak untuk kita percaya untuk menjadi pemimpin.

Pemimpin dalam visinya harus menjalankan proses yang jelas dan tidak sepenuhnya di tangannya, tetapi dibantu tangan orang-orang pada layer kedua dan ketiga untuk menterjemahkan visi. Visi tanpa rencana yang jelas hanya impian. Kebanyakan hanya wacana, selalu bilang "nanti" padahal "nanti" itu sudah menjadi sekarang. Akhirnya yang membuatkan rencana konsultan-konsultan asing, padahal harusnya kita yang membuat.Begitu juga dalam pelaksanaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun