Sekitar 1,8 hingga 1,3 juta tahun yang lalu, sekelompok manusia purba melakukan perjalanan panjang dengan berjalan kaki hingga mencapai Pulau Jawa.Â
Mereka adalah Pithecanthropus erectus, yang kemudian dikenal sebagai Manusia Jawa. Fosil mereka pertama kali ditemukan di Bengawan Solo pada tahun 1980, dan temuan ini memberikan wawasan besar tentang perjalanan evolusi manusia di Asia.
Manusia Jawa masih memiliki hubungan dengan Manusia Peking, yang juga merupakan bagian dari keluarga Homo erectus.Â
Usia mereka diperkirakan berkisar antara 1,3 juta hingga 117 ribu tahun yang lalu, menjadikan mereka salah satu spesies manusia purba yang hidup paling lama. Bahkan, mereka menghabiskan sekitar 1,2 juta tahun di bumi---enam kali lebih lama dibandingkan spesies Homo sapiens, yang baru muncul sekitar 200 ribu tahun yang lalu.
Berdasarkan penelitian, perjalanan evolusi Pithecanthropus erectus dapat dibagi menjadi beberapa fase. Sangiran 31, yang berasal dari periode 1,2 juta hingga 800 ribu tahun lalu, merupakan kelompok manusia purba paling awal di wilayah ini.
 Kemudian, pada periode 800 hingga 500 ribu tahun lalu, muncul tipikal Sangiran 17, yang menunjukkan perkembangan lebih lanjut. Selanjutnya, manusia purba yang lebih progresif, seperti Ngandong 1, hidup antara 500 hingga 250 ribu tahun lalu.
Salah satu tempat penting dalam penemuan fosil manusia purba ini adalah Dusun Ngampon, Desa Krikilan, Kabupaten Sragen.Â
Karena nilai sejarahnya yang luar biasa, pada tahun 1986, Sangiran ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO. Hingga kini, Sangiran terus menjadi pusat penelitian dan wisata edukatif yang menarik banyak orang untuk mempelajari jejak nenek moyang manusia.
Selain nilai arkeologisnya, Desa Wisata Sangiran juga menjadi salah satu dari 50 desa wisata terbaik dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021.
 Wisatawan yang berkunjung dapat menikmati berbagai destinasi budaya dan alam, seperti Desa Budaya Sangir, Taman Punden Tingkir, serta Wisata Air Asin Pablingan yang menawarkan pengalaman unik berendam di air asin alami.Â
Semua ini menjadikan Sangiran bukan hanya sebagai saksi bisu perjalanan evolusi manusia, tetapi juga sebagai warisan budaya yang terus dilestarikan bagi generasi mendatang.