Jakarta dalam Cengkeraman Urbanisasi: Tantangan Sosial dan Ekonomi yang Mengemuka
Jakarta, sebagai ibu kota negara, terus menghadapi tantangan kompleks akibat urbanisasi yang pesat. Meskipun tingkat kemiskinan menurun menjadi 4,14% pada September 2024, dengan jumlah penduduk miskin sekitar 449.070 orang , masih terdapat masalah mendasar yang belum terselesaikan. Garis kemiskinan juga mengalami kenaikan, mencerminkan tekanan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat berpenghasilan rendah .
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jakarta mencapai 6,21% pada Agustus 2024, menunjukkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya . Namun, angka ini tetap tinggi dibandingkan rata-rata nasional. Sebanyak 70% pengangguran didominasi oleh usia muda (15-29 tahun), dengan mayoritas lulusan SMA . Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki dengan kebutuhan pasar kerja.Â
Urbanisasi yang tidak terkendali telah menyebabkan pertumbuhan kawasan kumuh di Jakarta. Terdapat 445 Rukun Warga (RW) yang diidentifikasi sebagai kawasan kumuh, dengan 284 RW telah ditangani hingga 2024 . Namun, masih ada 161 RW yang menunggu penataan, menunjukkan perlunya upaya lebih lanjut dalam meningkatkan kualitas permukiman.Â
Kepadatan penduduk yang tinggi di Jakarta juga berkontribusi pada meningkatnya kerawanan sosial. Kawasan padat penduduk seringkali menjadi tempat berkembangnya penyakit sosial seperti kriminalitas dan penyalahgunaan narkoba. Kurangnya ruang terbuka hijau dan fasilitas umum memperparah kondisi ini, mengurangi kualitas hidup warga.Â
Korupsi di kalangan pejabat juga menjadi hambatan serius dalam pembangunan Jakarta. Kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat pemerintah menggerogoti kepercayaan publik dan menghambat alokasi sumber daya untuk program sosial dan infrastruktur . Transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan perlu ditingkatkan untuk memastikan pembangunan yang berkelanjutan.Â
Kedatangan pendatang dari berbagai daerah tanpa keterampilan yang memadai menambah beban sosial dan ekonomi Jakarta. Kurangnya pelatihan dan pendidikan vokasional menyebabkan mereka kesulitan bersaing di pasar kerja, meningkatkan angka pengangguran dan kemiskinan. Program pelatihan keterampilan dan pendidikan harus diperluas untuk meningkatkan daya saing angkatan kerja.Â
Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Peningkatan kualitas pendidikan, pelatihan keterampilan, penataan kawasan kumuh, dan pemberantasan korupsi harus menjadi prioritas. Hanya dengan pendekatan holistik dan kolaboratif, Jakarta dapat mengatasi tantangan urbanisasi dan menjadi kota yang inklusif dan berkelanjutan.Â
Referensi:
Badan Pusat Statistik DKI Jakarta. (2025). Profil Kemiskinan Provinsi DKI Jakarta September 2024.