Jejak Dalem Cikundul: Aria Wiratanudatar, Sejarah Cianjur, dan Spirit Budaya di Tanah Cikalongkulon
Oleh: Darman Eka Saputra, S.Pd.Gr.
Guru SDN Sukaresmi Cikalongkulon | Mahasiswa S2 Manajemen Pendidikan Universitas Pamulang
Setiap tanah memiliki denyut sejarahnya sendiri. Cikalongkulon, di barat daya Cianjur, menyimpan satu bab penting dari perjalanan spiritual, budaya, dan perjuangan politik Tatar Sunda. Di balik sunyi desa-desa dan teduhnya perbukitan, berdirilah sebuah maqom yang menjadi saksi kehadiran tokoh besar: Raden Aria Wiratanudatar, atau yang lebih dikenal sebagai Dalem Cikundul, pendiri Kabupaten Cianjur dan penjaga awal nilai Islam di wilayah ini.
Dalem Cikundul bukan hanya pemimpin administratif. Ia adalah figur religius, negarawan, dan budayawan. Lahir dari keturunan raja Talaga Manggung, ia tidak datang ke Cianjur untuk menguasai, tetapi untuk menyatukan. Dengan pendekatan kultural dan religius, beliau berhasil menanamkan ajaran Islam tanpa menghapus akar budaya Sunda. Ia mendirikan sistem sosial-politik yang tidak memisahkan agama dan kearifan lokal.
Salah satu warisan intelektual dan kultural yang diwariskan oleh Dalem Cikundul dan para penerusnya adalah konsepsi budaya "Ngaos, Mamaos, Maenpo"---membaca kitab (ngaos), melantunkan seni sastra (mamaos), dan membela diri secara terhormat (maenpo). Tiga nilai ini tidak sekadar warisan budaya, tetapi filosofi hidup masyarakat Cianjur yang menjunjung ilmu, seni, dan keberanian. Ngaos melahirkan kesalehan, mamaos menumbuhkan kelembutan, dan maenpo mengasah ketangguhan jiwa. Dalem Cikundul adalah representasi utuh dari tiga dimensi ini: ulama, budayawan, dan pendekar pemimpin.
Maqom beliau yang terletak di Desa Cijagang, Cikalongkulon, adalah pusat spiritual sekaligus simbol sejarah. Di situlah ziarah dan doa bercampur dengan ingatan kolektif atas nilai-nilai lama yang masih relevan untuk masa kini. Setiap peringatan Hari Jadi Cianjur, pemerintah daerah dan masyarakat datang berziarah. Namun lebih dari ritual, yang perlu dibangkitkan adalah semangat yang beliau tanam: Islam yang membebaskan, budaya yang mempersatukan, dan pendidikan yang mencerahkan.
Refleksi Kekinian: Belajar dari Dalem Cikundul
Di tengah krisis identitas dan derasnya arus modernisasi, kita perlu bertanya: apakah nilai-nilai mamaos, ngaos, maenpo masih hidup dalam pendidikan kita hari ini? Apakah kepala-kepala daerah masih melihat kepemimpinan sebagai amanah spiritual seperti yang dicontohkan Dalem Cikundul? Apakah generasi muda mengenal sejarah Cianjur tidak hanya sebagai nama daerah, tetapi sebagai peradaban?
Mengenang Aria Wiratanudatar bukan soal glorifikasi masa lalu. Ini adalah soal menyambung ulang semangat kepemimpinan yang arif, religius, dan menyatu dengan budaya lokal. Kita membutuhkan kembali pemimpin yang bukan hanya tahu membaca data, tapi juga bisa "mamaos rasa", "ngaos makna", dan "maenpo jiwa" untuk melindungi rakyatnya.
"Di atas Pasir Gajah, maqom Dalem Cikundul berdiri sunyi. Tapi nilai-nilai yang ia wariskan tak pernah benar-benar diam. Ia berbicara dalam doa, dalam laku, dan dalam sejarah Cianjur yang terus menyala."
(Des, 26/05)Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI