Mohon tunggu...
khusnul ashar
khusnul ashar Mohon Tunggu... ordinary people

Lahir di Lamongan, sekarang tinggal di Malang

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Ketika Mesin Bekerja, Manusia Berpikir: Profesi Kreatif yang Justru Melejit di Era AI

5 Oktober 2025   16:58 Diperbarui: 5 Oktober 2025   16:58 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Entrepreneur. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcomp

Bayangkan dunia di mana robot bisa menulis artikel, menggambar ilustrasi, bahkan membuat musik hanya dalam beberapa detik. Dunia itu bukan masa depan --- ia sudah ada hari ini. Teknologi Artificial Intelligence (AI) seperti ChatGPT, Midjourney, dan Sora kini mampu menghasilkan karya yang dulu hanya bisa dibuat manusia. Wajar kalau banyak orang, terutama anak muda, khawatir: "Apakah nanti pekerjaan manusia akan habis?"
Ternyata tidak. Justru era AI membuka peluang besar bagi profesi kreatif.
Kreativitas Jadi Mata Uang Baru
AI memang cepat, tapi ia tidak punya intuisi, emosi, dan makna. Mesin hanya bekerja berdasarkan pola data masa lalu, sementara manusia bisa menciptakan sesuatu yang benar-benar baru dari imajinasi, pengalaman, dan perasaan. Itulah sebabnya profesi kreatif seperti penulis, desainer, fotografer, musisi, storyteller, sutradara, dan kreator konten malah semakin dibutuhkan.
Di era banjir informasi, manusia haus pada hal yang otentik --- sesuatu yang menyentuh hati dan punya "jiwa". Itulah wilayah yang hanya bisa diisi manusia.
 
Kolaborasi, Bukan Kompetisi
AI seharusnya tidak dilihat sebagai musuh, tetapi partner kerja cerdas. Contohnya:
*Seorang penulis muda bisa menggunakan ChatGPT untuk merancang kerangka ide, lalu menulis ulang dengan gaya khasnya.
*Seorang desainer grafis memakai Midjourney atau Canva Magic Studio untuk menciptakan konsep awal, lalu menyempurnakannya dengan sentuhan personal.
*Seorang musisi indie menggunakan AI untuk menghasilkan nada dasar, lalu menambahkan emosi lewat instrumen sungguhan.
Dengan begitu, waktu yang dulu habis untuk pekerjaan teknis bisa dialihkan pada hal yang lebih bernilai: berpikir kreatif dan mencipta makna.
 
Skill yang Harus Dimiliki Gen Z
Agar bisa bersinar di era AI, Gen Z perlu membangun:
1.Kreativitas dan imajinasi, bukan sekadar hafalan.
2.Kemampuan berpikir kritis, agar tidak mudah dikuasai algoritma.
3.Empati dan komunikasi, karena manusia tetap butuh manusia.
4.Literasi digital, supaya bisa menguasai, bukan dikuasai teknologi.
Kombinasi antara otak logis dan hati yang peka adalah kekuatan yang tak bisa diprogram.
Cara mengembangkan keempat skill tersebut secara praktis dan berkelanjutan
 
1. Kreativitas dan Imajinasi
Cara mengembangkannya:
*Ekspos diri pada hal baru: sering membaca lintas bidang (sains, seni, bisnis, sosial). Ide kreatif muncul dari pertemuan antar-disiplin.
*Berlatih berpikir divergen: biasakan mencari lebih dari satu jawaban atas suatu masalah.
*Gunakan AI sebagai sparring partner: minta AI bantu menciptakan ide, lalu kamu olah ulang dengan sentuhan personal.
*Ciptakan karya kecil setiap hari: menulis, membuat desain, atau video pendek --- fokus pada proses, bukan hasil sempurna.
Kreativitas tumbuh ketika kamu berani salah, bukan ketika kamu takut gagal.
 
2. Berpikir Kritis (Critical Thinking)
Cara mengembangkannya:
*Tantang asumsi: jangan langsung percaya berita, tren, atau opini populer. Cari sumber data dan logikanya.
*Gunakan metode 5W+1H: biasakan bertanya siapa, apa, kapan, di mana, mengapa, bagaimana sebelum menyimpulkan sesuatu.
*Latih logika dengan kasus nyata: misalnya menganalisis strategi bisnis startup atau kebijakan publik dari berbagai sudut pandang.
*Diskusi lintas perspektif: ikut forum atau komunitas yang tidak selalu sependapat denganmu.
Berpikir kritis bukan tentang membantah, tapi mencari kebenaran dengan akal sehat.
 
3. Empati dan Komunikasi
Cara mengembangkannya:
*Dengarkan lebih dulu: saat orang bicara, jangan langsung menyiapkan jawaban. Rasakan dulu perasaannya.
*Belajar public speaking dan storytelling: keduanya memperkuat kemampuan menyampaikan ide dengan jiwa dan makna.
*Latih kerja tim: ikut kegiatan sosial, organisasi, atau proyek kolaboratif untuk memahami dinamika manusia.
*Bangun kesadaran emosional: refleksikan setiap interaksi --- apa yang membuatmu tersentuh, marah, atau bahagia.
Empati membuat teknologi terasa manusiawi.
 
4. Literasi Digital
Cara mengembangkannya:
*Kuasai alat-alat digital produktif: seperti Canva, Notion, ChatGPT, atau platform analisis data.
*Pahami etika digital: jaga privasi, hindari plagiarisme, dan gunakan data secara bertanggung jawab.
*Ikuti kursus daring: di Coursera, Skillshare, atau YouTube untuk memperluas wawasan teknologi.
*Bangun jejak digital positif: gunakan media sosial untuk berbagi karya, bukan sekadar konsumsi hiburan.
Di era digital, kemampuanmu menggunakan teknologi dengan bijak adalah identitas profesionalmu.
 
Kesimpulan
AI memang bisa menggantikan cara kerja, tapi tidak akan pernah menggantikan cara berpikir dan merasa. Dunia kerja masa depan adalah dunia kolaborasi antara mesin yang cerdas dan manusia yang bijak.
Saat mesin bekerja tanpa lelah, biarkan manusia berpikir tanpa batas.
Karena masa depan bukan tentang siapa yang lebih pintar, tapi siapa yang lebih bermakna.


Penutup: Makna Religius di Balik Kecerdasan
Pada akhirnya, kecerdasan buatan hanyalah hasil ciptaan manusia --- sementara manusia sendiri adalah ciptaan Allah yang paling sempurna.
AI mungkin bisa meniru cara berpikir kita, tetapi tidak akan pernah memiliki ruh, nurani, dan niat tulus yang berasal dari Sang Pencipta.
Maka setiap ide, karya, dan inovasi yang lahir dari tangan manusia sejatinya adalah bentuk syukur dan ibadah --- cara kita memanfaatkan akal dan ilmu sebagai amanah Ilahi.
"Dan Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya."
(QS. Al-'Alaq: 5)
Jadi, jangan takut pada AI. Gunakanlah ia dengan bijak, sebagai sarana untuk berkarya, berbagi manfaat, dan menebar kebaikan.
Karena ketika mesin bekerja, manusia berpikir, merasa, dan berdoa --- dan di situlah letak kemuliaan kita yang sesungguhnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun