Mohon tunggu...
Khusnul Zaini
Khusnul Zaini Mohon Tunggu... Pengacara - Libero Zona Mista

Menulis Semata Mencerahkan dan Melawan ....!!!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gerakan "Multikulturalisme" Melawan Pemikiran SARA

19 Mei 2021   05:23 Diperbarui: 19 Mei 2021   22:50 951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengelola Nusantara, bangsa-negara kepulauan terbesar di dunia dengan populasi 270.203.917 jiwa tahun 2020 yang menempati sebagian 17.504 pulau, dibutuhkan semangat kesalehan sosial, scenario mediasi resolusi konflik, dan pemimpin yang punya kesabaran dan militansi tersendiri.

Negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, dengan penganut lebih dari 230 juta jiwa ini, juga menghadapi masalah Multikulturalisme seperti negara lain. Meskipun Pancasila telah menggaransi, tetapi potensi pemikiran SARA masih menjadi persoalan laten.

Sebagai negara bekas jajahan, Indonesia ditakdirkan menjadi rumah besar masyarakat multikultur. Begitu hebat dan bijaknya para founding father bangsa mengakumulasi berbagai keyakinan dan kepentingan politik yang ada saat itu.

Masyarakat multikultur adalah masyarakat yang terdiri dari berbagai suku, agama dan ras yang saling berinteraksi dalam hubungan sosialnya. Segala sesuatunya dilakukan untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan bagi setiap anggota dalam kelompoknya.

Potret interaksi politik rakyat Indonesia dan fenomena politik global negara-negara dunia saat ini sedang menghadapi masalah multikulturalisme. Sikap pemikiran berbasis SARA, persoalan migrasi/imigran, hingga kebijakan politik dalam negeri, menjadi issue politik sangat serius.

“Multikulturalisme adalah pandangan dunia yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat” 

Masalah yang dihadapi masyarakat multikulturalisme adalah sikap etnosentris. Sikap menilai unsur kebudayaan lain dengan menggunakan kebudayaan sendiri. Dapat diartikan pula sebagai sikap yang menganggap cara hidup bangsa merupakan cara hidup yang paling baik.

Dampak negatif lebih luas dari sikap etnosentris lainnya, yaitu mengurangi keobjektifan ilmu pengetahuaan, menghambat pertukaran budaya, menghambat proses asimilasi kelompok yang berbeda, dan memicu timbulnya konflik sosial.

Bukti adanya sikap Etnosentris, munculnya keyakinan kebudayaan tertentu paling baik dan lebih tinggi dibandingkan kebudayaan lain. Misalnya, bangsa Amerika bangga akan kekayaan materinya, bangsa Prancis bangga akan bahasanya, atau bangsa Italia bangga akan musiknya.

Saat ini, arus globalisasi ekonomi telah membuat/memaksa negara Eropa dan Amerika Serikat berubah menjadi “negara melting pot” bagi para imigran. Suatu proses harmoni budaya dalam scenario metafora untuk masyarakat heterogen yang semakin homogen.

“Fenomena keniscayaan sejarah soal migrasi ini tidak mungkin dihindari dan dihilangkan sampai kapanpun. Bahkan para imigran meyakini dapat simpati dan perlindungan organisasi PBB dan berbagai organisasi kemanusiaan internasional lainnya”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun