Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Keladiku Makin Menjadi-jadi

14 Januari 2021   12:08 Diperbarui: 14 Januari 2021   12:12 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi tanaman Keladi dari Pexels dotcom

Tren tanaman hias 2021, pastilah Keladi. Percaya, deh! Sejarah telah membuktikan. Ia jenis tanaman yang telah hadir sejak lama. Menemukan momentumnya di tahun pandemi Covid-19 2020. Dan, momentum ini akan terus berlanjut. Sebab itu, tak akan urung ia akan menjadi-jadi sebagai tren tanaman hias 2021.

Untuk mengekspresipkan keyakinan ini, saya ingin bercerita tentang dia. Si elok dengan kecantikan klasik. Dia yang menemani pekarangan rumah saya secara tidak sengaja. Namun tumbuh hingga kini, bahkan memberi makna dan mengajarkan semangat hidup yang patut ditiru manusia--bukan hanya buat saya.

Jika ditanya apa tanaman hias yang saya sukai, tentu saja saya punya jawaban. Beberapa nama layak disebutkan meskipun bukan berasal kasta "akar rumput" dengan harga marjinal. Jika ditanya secara lebih spesifik apa tanaman yang menjadi favorit saya itu, saya akan menyebut nama Keladi. Ia akan menyisip dalam arus tren sebagai tanaman hias favorit di tahun 2021.

Alasannya? Teramat sederhana, tidak muluk-muluk. Anda tidak akan mendengar paparan saya dalam format panjang-lebar, sana-sini, dan ini-itu. Tidak seperti ujaran sistematis para pakar akademik. Tidak juga berupa uraian mendalam dan menggemaskan dari penghobi gila tanaman. Malah sebaliknya, bisa jadi akan memancing Anda untuk melancarkan protes. Disebabkan sharing kesan yang sangat pribadi.

Pertama, tanaman Keladi yang masuk dalam kelompok tumbuhan dari genus Caladium ini, tumbuh di pekarangan belakang rumah saya. Jadi, berdasarkan fakta ini, ada unsur KKN. Kedua, ia banyak muncul dalam status atau caption teman-teman di media sosial. Ya, betul, sangat subyektif pake banget. Ketiga, karena Artificial Intellegence (AI) media sosial menyuguhi saya banyak informasi Keladi. Nah, kalau yang ini bukan urusan saya.

Sekarang, saya akan membeberkan alasan satu tahap lebih mendalam. Kemunculan Keladi bukanlah seperti peristiwa peledakan bom atau mendadak melejit bak meteor. Secara jenis pun, Keladi bukanlah tanaman yang istimewa, dalam arti sulit dan mahal untuk didapatkan. Ia bukan jenis tanaman yang dipanggungkan--tampil semusim tapi lalu ngilang.

Keladi hadir di muka sejak doeloe kala. Dalam bincang-bincang, ada yang bilang bahwa jenis Keladi sudah ada sejak masa prasejarah. Penampakannya biasa saja, karena memang dia biasa saja. Pandemi Covid-19 yang memberi peluang baginya untuk disorot, dibicarakan, dan diadopsi dengan baik. Bagi keluarga-keluarga yang telah menanamnya sejak lama, inilah momentum menambah koleksi dengan beragam jenis.

Hal kedua yang tidak bisa dimungkiri, Keladi hidup berkawan baik dengan manusia. Ia paham betul bahwa manusia tidak terlalu menyukai keribettan--kecuali mengandung cuan yang bejibun. Sebab itu dia mudah tumbuh tanpa perawatan spesial. Hal ini kelak dibuktikannya melalui pengalaman saya bersamanya.

Ilustrasi Keladi atau Caladium (Foto: Unsplash dotcom)
Ilustrasi Keladi atau Caladium (Foto: Unsplash dotcom)
Semula, tanaman ini hadir di pekarangan rumah saya dalam rupa satu rumpun minimalis. Lama tak diperhatikan, rumpun itu kian besar dan lebar. Oke, baguslah. Mulai terasa enak dipandang mata. Eh, melewati bulan ke bulan, tiba-tiba dalam jarak sekitar satu meter, muncul indikasi bakal tumbuh Keladi kecil.

Benar saja. Dari tampakan yang mulai mencuat, terlihat ciri-ciri yang mulai jelas. Itu Keladi, meski ukurannya sangat mini. Sejak itu saya mulai mengamati anakan Keladi ini. Berselang waktu, dalam jarak yang kira-kira sama, muncul lagi bayi baru Keladi. Wow! Ada sekarang ada dua kelompok dan mereka benar-benar saling menjaga jarak.

Suatu saat, kami memutuskan untuk mengupah Pak Kebun guna membersihkan pekarangan. Sebab tanaman liar telah bertumbuhan memenuhi area. Musim hujan mendukung mereka untuk jadi tebal dan tinggi. Tidak lagi bisa ditangani dengan cara sederhana mencabut menggunakan tangan kosong.

Agar rerumputan liar tidak lekas tumbuh lagi dalam semalam, pesan kami kepada Pak Kebun jelas, "Pangkas sampai seminim mungkin". Pak Kebun freelancer itu pun bekerja dengan giat. Ia membabat alas, lalu mengumpulkan rongsokan hijau itu ke dalam karung untuk kemudian dibuang.

Kinerja Pak Kebun layak dipuji. Sangat bagus, patuh pada pesan kami. Semua tumbuhan yang meliar itu dicukur rata. Seperti tukang cukur mobile yang kerap nangkring di bawah pohon mana pun. Pekarangan rumah kami serentak jadi resik dan asri. Cepak kayak model rambut militer.  Termasuk dua rumpun anakan Keladi itu. Arrgghh! Huhuhu. Mereka lenyap entah ke mana.

Situasi cuaca masih betah menghadirkan hujan, menjadi berkah tersendiri. Dalam hitungan beberapa minggu setelahnya, eh anakan Keladi itu nongol lagi! Mula-mula rumpun sang adik. Kemudian disusul rumpun si kakaknya. Dan, terjadilah hal yang luar biasa mengejutkan. Di dekat sang kakak, tumbuh adik baru.

Ini  foto yang memperlihatkan sang kakak tertua tumbuh di dekat adik keduanya. Jaraknya teramat dekat dibandingkan adik pertama. Kelihatannya disebabkan karena sang kakak ingin memberikan perlindungan sebagai adik kandung. Sosuit kan, ya?

Anakan tanaman Keladi di pekarangan rumah (Dokumentasi pribadi Ang Tek Khun)
Anakan tanaman Keladi di pekarangan rumah (Dokumentasi pribadi Ang Tek Khun)
Wow! Kini mereka jadi bertiga, tampil sebagai "balita" cantik-cantik. Hati ini jadi riang tak kepalang. Sambil saya memutar otak, apakah mereka sebaiknya diadopsi ke dalam pot. Atau, dibiarkan saja, pura-puranya tanaman liar. Ada enggak nih saran dari pembaca untuk saya mengenai hal ini?

Pengalaman ini hanya menggaris-bawahi atau memperkuat kisah. Bahwa Keladi itu ibarat kucing yang selama ini dikenal sebagai hewan dengan banyak nyawa. Eh, atau sebaliknya ya. keluarga kucing-lah yang meniru Keladi yang tak lekang dibabat habis?

Saat jurnal ini dipublikasi di Kompasiana, tinggi tubuh anakan Keladi ini masih sekitar 10-an cm. Tumbuh baru setelah dibabat habis. Oya, ada yang pengin melihat penampakan adik kedua? Boleh, boleh. Nikmatilah kehijauannya.

Adik kedua Keladi di pekarangan rumah (Dokumentasi pribadi Ang Tek Khun)
Adik kedua Keladi di pekarangan rumah (Dokumentasi pribadi Ang Tek Khun)
Emejing, kan? Sampai di sini kiranya Anda bisa dibuat mendapat insights mengapa Keladi bisa bertahan lama. Dalam waktu yang panjang, melewati segala masa dengan kuat. Baik tahun-tahun normal penuh senyum, maunpun tahun-tahun sulit saat virus Covid-19 melanda membawa senyum was-was.

Jadi, sudah pada paham, kan? Untuk tahun 2021 ini saya meyakini bahwa Keladi ini akan tetap bersinar. Ia akan meneruskan kharisma jayanya di tahun lalu. Sebab ia ingin memberi tahu manusia bahwa dalam hidup ini dibutuhkan elan vital, daya hidup, spirit juang yang pantang menyerah seperti dirinya. Agar kuat melewati masa sesulit apa pun.

Lihat, betapa siapa yang tidak akan jatuh cinta padanya? []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun