"Nah, ini!" Mas Ben mulai melahap nasi kucingnya. "Liat tampang-tampang jagoan di film tadi, aku jadi keinget tampilan motor Vario baru ini. Sangar, bro!"
"Kok bisa? Aku mah keinget film robot-robot luar angkasa yang suka jadi mobil-mobil itu loh..." sahut Mas Sugeng usai menyeruput kopi hitamnya. "Eh iya, aku kan belum nonton film yang ini, hahaha."
"Hooohh, betul kan kataku," samber Mas Sonji. "Vario baru itu sangar, gak cocok buat Yu Nem. Mending beli yang lain deh."
"Weh, weh, weh! Rasis kamu!" Yu Nem ngambek. "Siapa bilang tampang sangar identik dengan motor cowok. Di lingkungan RT kita aja, coba itung, berapa tuh ibu-ibu yang pake Vario. Keren tuh, eSP 150cc..."
"Ho-oh, rasis tuh kamu..." Mas Sugeng untuk nimbrung lagi. "Coba deh tanya istriku, dia pasti bilang elegan banget. Honda Vario baru itu malah mantep buat siapa saja. Coba tanya, jalannya kenceng stabil. Jejek. Gak pake ndredek-ndredek kayak motor lainnya. Tetanggaku itu beli Vario eSP 150cc buat jalan Yogyakarta-Semarang pp tuh."
"Memangnya mau beli matik yo, Yu?" tanya Mas Ben sambil menyongsong kopi panasnya.
"Iyo, Mas. Bapakku kesian sama akunya. Udah bantuin di angkringan ini," jelas Yu Nem sambil menambah air ke teko. "Kalau Bapak lagi repot, kan aku sampe malam, Mas."
Mas Ben mengangguk-angguk. Mulutnya tak bisa mangap, sibuk mengunyah nasi plus tempe bacem.
"Ada rekomendasi matik lain, Mas?" tanya Yu Nem masih berharap mendapat info alternatif.