Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Karena Kompasiana, Saya Ngeblog Lagi

9 Oktober 2015   03:04 Diperbarui: 9 Oktober 2015   08:35 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

* * *

Kembali ke laptop. Ketika sedang eksis dan lebay-lebaynya saya ngeblog kala itu, seorang sahabat yang bekerja dalam jajaran editor di harian Kompas mengontak dan "menghasut" saya untuk membuka Kompasiana dan terlibat menulis di dalamnya. Penanggalan kala itu menunjukkan tahun 2008, dan penampakan Kompasiana saat itu sungguh mengerikan bagi saya. Kompasianer-nya adalah wartawan-wartawan harian Kompas. "Lah, saya ini siapa?" "Kakak-kakak itu menorehkan tulisan-tulisan yang wow, sementara saya ocah-oceh di blog dalam kategori wew."

Mengenang episode ini beberapa saat yang lalu, saya teringat pada beberapa hal yang masih melekat dalam bilik kenangan saya. Kompasiana kala itu belum disisipi Fiksiana, dan bila tak salah mengunduh kenangan, saat itu saya mendapati kalimat penegasan di Kompasiana yang tampaknya tak bisa lebih "sadis" dari itu, yaitu larangan menulis/mem-posting puisi. Alamak! Akun pertama yang saya buka di Kompasiana itu lalu terlupakan tanpa pernah diisi satu pun tulisan. Alasannya sederana saja: Saya justru akan menulis puisi di sana, karena dengan format puisi saya tidak akan kalah pamor dengan para jurnalis yang "wow" itu.

Ringkas cerita, datang masa ketika banyak blog kemudian menjadi "rumah hantu" atau "kuburan" akibat tak disentuh lagi oleh pemiliknya. Kedisiplinan saya menulis blog pun turut mengendor seiiring dengan jam kerja saya yang meningkat. Pada tahun-tahun tersebut, saya menghabiskan waktu 70-80 jam kerja dalam seminggu. Menulis untuk kesenangan pribadi (baca: ngeblog) menjadi sebuah kemewahan.

* * *

Time flies but memories last forever. Lima tahun kemudian, entah bagaimana kisah detailnya, saya kembali ke Kompasiana. Kembali membuka akun, dan kali ini mulai mengisinya. Tidak serajin doeloe dan tidak seboros "menye-menye" doeloe. Kali ini dengan kesadaran berbeda:

  1. Aspek pribadi - saya harus kembali ke habitus awal (baca: menulis). Menjadi editor, meskipun dijalani selama sekian panjang, tidak akan pernah berbanding lurus dengan kemampuan menulis. Dan meskipun hati saya tidak berkecenderungan sebagai penulis/pengarang, saya tak bisa memungkiri hukum alam yang jelas-jelas akan menjatuhkan sanksinya: "talenta yang tidak diasah akan menjadi tumpul dan kemudian punah".
  2. Aspek keteladanan - saat kerap berbicara dalam forum-forum tentang penulisan, saya dituntut untuk memberikan teladan. Pembicara, pelatih, atau trainer menulis yang tidak (sedang) menulis akan selalu didorong ke dalam kelompok warga yang disebut Omdo (omong doang).
  3. Aspek sosial - dengan passion pada "kampanye" mengenalkan dan membangun literasi melalui berbagai kesempatan membuat saya belajar bahwa trik yang paling efektif dalam mengajak orang lain menulis adalah ajakan, "yuk kita sama-sama belajar menulis".

Kesadaran kedua adalah saya merasa meskipun berada dalam keterbatasan, saya perlu hadir dan turut merawat Kompasiana agar bukan hanya mampu bertahan melewati generasi ke generasi, melainkan juga kian berkembang dan sukses. Kompasiana memegang peranan penting dalam menumbuhkan dan memelihara budaya menulis dan budaya literasi pada umumnya, oleh karena itu Kompasiana harus tetap eksis dengan stamina panjang. Mengenai ini, saya menyimpan catatan kaki yang ingin saya bagikan di sini:

  1. Bersentuhan secara terbatas baik langsung maupun tidak langsung serta membaca kisah suksesi melalui pemberitaan media mengenai korporat induk Kompasiana membuat saya mafhum bagaimana prinsip dan etos yang dianut managemen. Seluruh bos di muka bumi ini akan selalu ngomong hal yang sama atau mirip bahwa "ujung dari bisnis adalah kalkulasi". Jadi, ujung dari poin ini adalah kiranya para Kompasianer menyadari betapa penting dirinya untuk memainkan peran dan berandil besar dalam memelihara Kompasiana sebagai anggota keluarga kita bersama.
  2. Pernahkah Anda membaca "tanda-tanda" pergerakan zaman sederhana ini: Blog > Facebook > Twitter > Instagram. Saya dirundung kesedihan ketika Facebook lahir, karena ia segera merebut hati blogger untuk beralih "mainan". Kemudian Twitter muncul, lalu Instagram. Meskipun di Facebook tersedia Note, kita tahu dengan baik bahwa menulis Status FB jauh lebih pendek dan praktis. Dan ketika orang-orang mengeluh bahwa menulis Status FB itu terlalu panjang baginya dan selalu kehabisan bahan, maka Twitter dengan pembatasan 140 karakter adalah "gue banget". Lalu saat menulis sependek Twitter mulai dikeluhkan, maka kehadiran Instagram dengan segala daya tariknya terasa jauh lebih memerdekakan. Nah, apakah Anda bisa melihat "progres" platform ini telah "menyunat" habis budaya bergelut dengan kata?

Menulis adalah memformulasikan buah pikir melalui kata-kata. Dalam bahasa Voltaire, "Writing is the painting of the voice". Untuk mencapai kompetensi terbaik dalam menulis, tidak bisa tidak, Anda harus terus menulis, setiap saat. Seburuk apa pun kemampuan Anda menulis saat ini, tidak menjadi alasan untuk bersembunyi bagai burung onta. Seorang bijak berkata, "The worst thing you write is better than the best thing you did not write". Richard Bach memberi penegasan bahwa "A profesional writer is an amateur who didn't quit".

Blog adalah salah satu sarana mujarab untuk menemani perjalanan Anda dalam menulis. Dan Kompasiana dengan keberadaan dan sistem yang dibangunnya adalah salah satu, bila tidak ingin menyebut satu-satunya, yang terbaik milik negeri ini. Itulah sebabnya saya kembali ke Kompasiana dan selalu menyarankan siapa saja di berbagai kesempatan formal maupun nonformal untuk menggunakan sarana ini. Bahkan apabila berkenan, bersama Kompasianer Yogyakarta lainnya, kami siap beredar (blogshop) untuk berkampanye sesemarak pilkada serentak. Disertai sejumlah curhat dan kegelisahan yang saya bagikan di atas, marilah kita terus ngeblog (dan meneruskan ajakan ini). Hasil darinya, bukan untuk kepentingan dan keuntungan siapa pun, kecuali Anda sendiri. Percayalah...

Happy blogging!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun