Mohon tunggu...
khumaediimam
khumaediimam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Teruslah menebar kebaikan, karena kebaikan yang mana yang diridhai, tiada kita tahu

Menulis Atau Mati.....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bersiap Diri Songsong Adaptasi Kebiasaan Baru (New Normal)

31 Mei 2020   14:09 Diperbarui: 31 Mei 2020   14:13 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perlahan tapi pasti, pemerintah akan melakukan uji coba penerapan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) atau yang kini lazim didengungkan dengan istilah New Normal. 

Awal Juni ini rencananya akan mulai diujikan di provinsi Jawa Barat. Ini pertama kalinya, provinsi dengan jumlah penduduk padat akan merasakan kebijakan baru dari pemerintah pusat, perihal pandemi Corona sekarang ini. Meskipun di beberapa kabupaten/kota yang masih zona merah, masih tetap dilakukan PSBB.

Tentu, berita ini disambut masyarakat luas dengan berbagai tanggapan. Ditengah status pandemi secara nasional serta masih banyaknya angka positif serta kematian akibat Covid-19, sebagian masyarakat masih merasa khawatir dan was-was dengan rencana New Normal. Ada yang memaknai sebagai bentuk menyerah atau berdamai dengan virus Corona.

Namun sebagian masyarakat lain ada yang menyambutnya penuh gembira, setelah sekian lama segala aktivitas dibatasi, roda ekonomi melemah, hubungan sosial dijaraki. Kini saatnya bangkit, tentunya dengan adaptasi kebiasaan baru yang lebih sehat dan lebih baik lagi. 

Efek Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang selama ini diterapkan pemerintah justru dianggapnya sesuai yang lebih "mematikan" berbagai sendi kehidupan masyarakat. Maka wacana New Normal yang akan mulai diberlakukan, ibarat angin segar ditengah pengabnya hawa pandemi dan karantina.

Adaptasi Kebiasaan Baru akan diawali dari tempat-tempat ibadah. Beberapa waktu lalu, sejak penetapan pandemi Corona, sejumlah masjid tak mengadakan jamaah Jum'at, tarawih sampat pada sholat Id. Begitu juga gereja dan tempat-tempat ibadah lainnya. Beberapa gereja bahkan melaksanakan ibadahnya melalui streaming, on line yang bisa diikuti para jemaat di rumah masing-masing.

Kali ini akan diuji coba New Normal di tempat ibadah. Tidak serta merta tempat ibadah dibuka secara bebas. Sebagai tahapan awal, hanya diperbolehkan maximal 50% dari jumlah jamaah yang ada. Pun, masih tetap mengedepankan protokoler pencegahan Covid-19. Seperti, memakai masker, cuci tangan pakai sabun dan jaga jarak.

dokpri
dokpri
Tempat umum lainnya yang bakal diujikan adaptasi kebiasaan baru yakni, perkantoran, perindustrian, pasar, mall dan pusat-pusat perbelanjaan. 

Selain tetap memberlakuan protokoler pencegahan Covid-19, juga pemerintah berencana akan menurunkan ribuan anggota TNI dan polisi untuk memantau dan memastikan ketaatan masyarakat. 

Maka jangan heran, bila nanti di mall atau pusat-pusat perbelanjaan, tempat ibadah atau di kegiatan-kegiatan sosial, berseliweran para aparat keamanan.

Berbeda dengan tempat umum lainnya, sekolah atau madrasah mungkin masih menunggu pandemi Corona ini benar-benar reda. Sebagian besar wali murid tak rela buah hatinya dijadikan uji coba di tengah pandemi yang belum reda. 

Bantahan dan protes wali murid pun bergulir di media sosial. Bahkan sebagian besar orang tua, rela anaknya untuk tidak naik kelas, dari pada masuk sekolah, tetapi sama halnya mengorbankan keselamatan anak-anaknya.

Kekhawatiran para orang tua bukan sekedar alibi semata. Berkaca pada kasus di beberapa negara yang memberangkatkan siswa-siswanya ke sekolah, namun akhirnya ditutup kembali karena terjadi lonjakan penularan Covid 19, di sekolah. 

Belum lagi jenjang sekolah kelas kecil seperti TK dan SD yang siswanya belum bisa memahami dan mematuhi betul akan arti penting protokoler kesehatan pencegahan Covid 19. Sekedar untuk kondusif saja, sebagian dari mereka belum mampu.

Penerapan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) tidak serta merta diberlakukan begitu saja. Menurut WHO, minimal ada sembilan indikator yang harus diperhatikan agar suatu daerah dapat diberlakukan New Normal, yaitu: laju ODP (Orang Dalam Pemantauan), PDP (Pasien Dalam Pengawasan), Kasus positif, kematian, kesembuhan, angka reproduksi, transmisi atau penularan Covid-19, pergerakan lalu lintas dan manusia serta resiko geografisnya.

Perlahan tapi pasti, New Normal akan kita hadapi, mulai dari uji coba, hingga normal pada kondisi yang sesungguhnya. Khawatir, cemas, takut pasti ada. Apalagi bagi mereka yang memiliki resiko penyakit bawaan, yang termasuk pada usia rentan. Perubahan perilaku sehat dan bersih adalah hal mutlak yang harus menjadi kebiasaan baru, bahkan gaya hidup baru kita mendatang.

Kebutuhan

Sehat itu merupakan kebutuhan. Inilah hal yang patut kita tanamkan dalam pribadi masing-masing. Tak memandang usia rentan maupun usia subur atau produktif. Semua orang butuh sehat. Dan sehat itu mahal, butuh proses. Bukan sesuatu yang  instan, cepat saji. Maka upaya pencegahan harus menjadi kebiasaan sebelum kita terlambat, yang akhirnya berobat atau mengobati.

Adaptasi Kebiasaan Baru pada dasarnya menuntut kita semua, siapa saja untuk bertransformasi pada gaya hidup bersih, sehat dan waspada. 

Kebiasaan baik inilah yang sesungguhnya akan menghasilkan imunitas tubuh yang kebal terhadap berbagai virus dan penyakit. Semua harus disemai dan dipupuk dalam berbagai sendi kehidupan, tak pandang usia, maupun strata.

Kebutuhan akan sehat yang diterapkan dalam Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) sesungguhnya tak hanya untuk melindungi diri pribadi, tetapi juga untuk orang-orang di sekitar kita dan semua manusia di dunia ini. Maka upaya saling menegur, mengingatkan akan pentingnya gaya hidup sehat itu juga merupakan hal penting yang tidak boleh diabaikan.

Maka, untuk menyongsong adaptasi kebiasaan baru itu, marilah kita awali dari diri pribadi kita, keluarga kita, orang-orang disekitar kita untuk sadar diri akan arti penting protokoler kesehatan, di mana saja, kapan saja, dalam hal apa saja. Baik ada aturan atau tidak, terlepas ada sangsi maupun tidak. Semua harus didasari kesadaran dan kebutuhan diri akan arti pentingnya kesehatan. Kita pasti bisa, Indonesia Bangkit!.

Imam Chumedi, KBC 028

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun