Mohon tunggu...
M. Kholilur Rohman
M. Kholilur Rohman Mohon Tunggu... Penulis - Aku menulis maka aku ada

Seorang Mahasiswa UIN Maliki yang berasal dari pulau garam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Waktu Pagi

17 Juni 2019   10:30 Diperbarui: 17 Juni 2019   10:42 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku bisa melihatnya tanpa harus dijelaskan dengan kata-kata. Karena tidak semua keadaan harus terungkap dengan susunan abjad. Tapi sekarang ada yang berbeda. Dia terlihat marah padaku.

"Kenapa? Ada apa?" pertanyaan itu timbul di benakku.

Sejenak aku mengingat waktu-waktu kemarin, mungkin aku pernah berbuat salah padanya yang tak pernah berbuat salah bahkan selalu menolongku.

"Oh iya," kataku setelah berhasil mengingat kejadian kemarin.

Kemarin rumahku kedatangan tamu mendadak dari jawa. maka dari itu, pagi-pagi sekali aku harus menyelesaikan banyak pekerjaan. Mulai dari bersih-bersih rumah, menyiram tanaman, dan merapikan letak benda yang sering tidak pada tempatnya. Tidak hanya aku, Ayah, Ibu, dan saudara perempuanku juga sibuk dengan ini dan itu.

Tepat saat selesai membersihkan lorong barat rumah, aku dipanggil oleh Ibu untuk pergi ke pertigaan di kecamatan untuk menemui rombongan yang telah datang dan mengantarnya menuju rumah. Dengan reflek langsung kutinggalkan dia begitu saja tergeletak di tempat terakhir aku berkerja. Aah.. iya aku ingat betul kejadian itu.

Lupakalnlah. Aku akan minta maaf padanya dengan caraku sendiri. Mungkin dengan beberapa isyarat dan syarat yang harus kupenuhi bisa membuatnya lega dan tidak lagi tega untuk bersikap dingin padaku. Negosiasi berjalan dengan bahasa kami. Hanya aku dan dia yang tahu. Alat secanggih apapun hingga profesor mana pun tidak akan pernah mengerti. Mungkin hanya satu makhluk yang bisa mengerti dan memahami dengan baik, yaitu penyair. Itu pun masih berada dalam garis kemungkinan, bukan bersifat mutlak.

"Yes," ucapku setelah berhasil mengajaknya berdamai.

Kami langsung menuju pesta tanpa menunggu waktu berjalan lebih jauh lagi. Kami berjalan beriringan layaknya seorang pasangan yang menuju kursi pelaminan. Musiknya adalah angin, tamu undangannya adalah semesta, dan fotografernya adalah sepasang mata yang telah menjepret kami beberapa kali dengan kedipnya. Sungguh sederhana.

Pesta masih berlangsung. Aku dan dia langsung menuju posisi tengah dan melakukan tarian andalan kami. Geser kanan, geser kiri, senggol kanan, senggol kiri, kami menikmati lagu dengan penuh penghayatan. Tak ada yang bisa menandingi gerakan kami. Perlahan-lahan mereka merasa minder dan jatuh dalam perangkap kami. Perangkap yang kami ciptakan berdua dari gerakan dan kesabaran yang menyatu.

Lampu dunia semakin terang. Sinarnya yang menyehatkan di kala pagi dan membuat gelap kulit di waktu siang semakin tinggi. Ini tandanya aku harus segera menyelesaikan pekerjaan ini. Sebab kata-kata akan lahir kembali di rumah, saudara perempuan akan segera datang dengan segala perintah, Ibu sudah siap dengan masakannya yang sering pakai kuah, dan Ayah akan tiba dengan kondisinya yang lelah.

Aku dan dia mempercepat gerakan. Hingga akhirnya pesta berakhir dengan kebersihan.

Pagi pun selesai.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun