Mohon tunggu...
Khoiru Roja Insani
Khoiru Roja Insani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Berusaha produktif dalam keterbatasan

Pemuda asal Yogyakarta yang gemar ke sana-ke mari. Ajak saja pergi, pasti langsung tancap gas! Senang berdiskusi mengenai berbagai hal, senang bepergian, dan senang mengabadikan momen melalui kamera untuk diunggah di akun instagram. Ajak saja nongkrong atau bermain, pasti bisa mengenal lebih dekat lagi!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menghadapi Ghosting dengan Stoisisme

8 Maret 2021   08:14 Diperbarui: 8 Maret 2021   09:39 1012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dighosting. Sumber: Shutterstock via KOMPAS.COM

Stoisisme pun meyakini bahwa manusia adalah makhluk sosial, artinya hidup sebagai bagian dari kelompok yang lebih besar. Seorang praktisi Stoa --- seharusnya --- hidup secara sosial, berhubungan dengan orang lain, dan tentunya mengedepankan nalar/rasio. Percuma jika kita bijak dan tahu akan segala hal, tetapi mengisolasi diri sendri. Percuma juga kalau kita berinteraksi dengan banyak orang, tetapi dikuasai emosi negatif (marah, iri hati, dengki). Stoisisme mengajarkan pada kita ntuk hidup berdampingan dengan orang lain secara rasional dan damai.

Stoisisme juga meyakini bahwa segala kejadian yang ada di dalam hidup kita adalah hasil rantai peristiwa yang panjang, dari peristiwa "besar" sampai peristiwa "remeh" sekalipun. Stosisisme percaya tidak ada peristiwa yang betul-betul "kebetulan." Atau dengan kata lain, sssesuatu yang terjadi di masa lalu dan sedang terjadi di detik ini adalah hasil rantai peristiwa-peristiwa sebelumnya.

Sederhananya, kita ada di dunia ini bukanlah tanpa alasan. Kita dilahirkan oleh ibu kita. Ibu kita bisa melahirkan karena hamil. Ibu bisa hamil karena berhubungan dengan ayah---suami ibu kita. Ibu dan ayah berhubungan karena menikah. Mereka berdua menikah karena telah menjalin komitmen sebelumnya, dan seterusnya, dan seterusnya. Pada intinya, tidak ada peristiwa yang benar-benar "kebetulan."

Stoisisme menekankan bahwa "ada hal-hal di bawah kendali kita dan ada hal-hal yang di luar kendali kita." Hal-hal yang di bawah kendali kita bersifat merdeka, tidak terikat, tidak terhambat. Akan tetapi, hal-hal yang di luar kendali kita bersifat lembah, bagai budak, terikat, dan milik orang lain. Atau bisa dikatakan, bersiaplah kecewa saat terlalu terobsesi dengan hal-hal yang ada di luar kendali kita.

Stoisisme mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa datang dari hal-hal yang ada di dalam kendali kita. Dengan kata lain, kebahagiaan sejati hanya bisa datang dari dalam. Begitu pula sebaliknya, kita tidak bisa menggantungkan kebahagiaan dan kedamaian pada hal-hal yang di luar kendali kita, seperti opini orang lain, keputusan orang lain, status dan popularitas, kekayaan, harta, jabatan, dan lainnya adalah tidak rasional.

Melihat kasus ghosting yang dialami oleh Fellicia dan respons dari ibunya, setelah mempelajari Stoisisme secara permukaan, kita bisa menyimpulkan bahwa Meilia, ibu Fellicia, marah terhadap hal yang di luar kendalinya, yaitu keputusan Kaesang untuk pergi meninggalkan anaknya. Keputusan Kaesang adalah hal di luar kendali ibu Fellicia, mau sebaik hati apa pun, semurah hati apa pun, kalau Kaesang memutuskan pergi ya akan pergi. Di sinilah peran Stoisisme dalam memetekan hal-hal yang rasional dengan hal yang tidak rasional.

Kita pun perlu memahami hal seperti ini. Memetekan hal-hal yang rasional dan melakukan sebaik kita bisa. Kemudian memetekan hal-hal yang tidak rasional dan jangan menaruh harap berlebih di hal tersebut, karena hanya akan menimbulkan kecewa. Fokuslah pada hal yang ada di dalam kendali kita. Seperti saat tengah menempuh hubungan dengan seseorang, berperilakulah sebaik mungkin, perlakukanlah pasanganmu sebaik mungkin. Masalah bertahan atau tidak, ditinggal atau tidak itu adalah hal yang di luar kendali kita.

Setelah memahami dan memetekan antara hal-hal yang rasional dengan yang tidak rasional, kita bisa lebih sedikit tenteram, nyaman, atau ikhlas saat ditempa/dihancurkan kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan. Kita bisa menyikapi dengan kepala dingin, hati yang jernih, dan kemudian bersiap melakukan hal-hal yang ada di dalam kendali kita sebaik mungkin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun