Gunungkidul, Di balik perbukitan kapur yang selama ini dikenal tandus, kini muncul cerita baru tentang harapan. Gemuruh mesin bor di Desa Kelor, Karangmojo, menjadi pertanda bahwa perubahan sedang digali  bukan sekadar tanah, tapi masa depan para petani.
Pada Rabu, 8 Oktober 2025 , Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) meninjau langsung sumur bor dengan debit air mencapai 40 liter per detik. Dengan optimisme tinggi, AHY menyebut, "Dengan air sebanyak ini, petani bisa panen tiga kali dalam setahun."
Air yang keluar dari sumur bor Kelor bukan sekadar data teknis; ia adalah simbol kehidupan baru.
Gunungkidul selama ini hanya mampu menanam dua kali setahun kadang bahkan sekali jika kemarau datang lebih cepat. Kini, debit air yang stabil membuka peluang untuk memperluas musim tanam.
AHY juga menjelaskan bahwa 10 liter per detik dari air tersebut akan dialokasikan untuk kebutuhan konsumsi masyarakat. Sisanya dimanfaatkan untuk irigasi sawah, memastikan air benar-benar menghidupi manusia dan bumi secara seimbang.
Bayangkan jika  petani bisa menanam padi, dilanjutkan dengan palawija, dan bahkan sayuran hortikultura  tanpa harus menunggu hujan.
Inilah bentuk nyata dari transformasi agraria berbasis air.
Optimisme yang Perlu Diuji Waktu
Namun, optimisme saja tidak cukup. Ada tantangan besar yang menanti di balik gemuruh mesin pompa itu.
Apakah debit 40 liter per detik akan tetap stabil saat kemarau ekstrem? Bagaimana sistem irigasi akan menyalurkan air ke sawah-sawah di lereng bukit? Siapa yang bertanggung jawab atas pemeliharaan mesin, pipa, dan jaringan distribusinya?
Pertanyaan-pertanyaan ini bukan bentuk pesimisme, melainkan realitas teknis yang perlu dijawab agar program ini tak berhenti pada seremoni.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berencana memperluas pembangunan sumur bor ke wilayah lain di Gunungkidul. Namun, karakter geologi daerah ini tidak seragam, satu titik berhasil bukan jaminan semua titik akan sama. Di sinilah pentingnya riset geoteknik dan partisipasi masyarakat lokal.
Dari Sawah Kering ke Lumbung Pangan
Jika semua berjalan baik, Gunungkidul bisa menjadi ikon sukses pertanian kering di Indonesia.
Sumur bor Kelor bisa menjadi model integrated rural water management di mana satu sumber air memberi manfaat ganda: untuk pangan dan untuk kehidupan sehari-hari.
Petani yang dulu hanya bisa menunggu hujan, kini bisa merencanakan pola tanam secara mandiri.
Harga gabah bisa stabil, pendapatan meningkat, dan desa punya potensi ekspor hasil bumi yang lebih beragam.