Penduluan
Ancaman bisu dalam dunia pendidikan adalah istilah yang merujuk pada berbagai persoalan serius dalam sistem pendidikan yang tidak banyak disadari, dibahas, atau ditangani secara terbuka, padahal dampaknya sangat merusak kualitas dan integritas pendidikan. Ancaman ini disebut "bisu" karena sering terjadi secara diam-diam, tidak terlihat secara kasat mata, atau dianggap hal biasa, sehingga tidak banyak mendapatkan perhatian publik atau kebijakan yang memadai.
Plagiarisme menjadi salah satu bentuk ancaman bisu paling nyata. Banyak terjadi di kalangan pelajar, mahasiswa, bahkan dosen, namun seringkali dibiarkan atau dianggap hal biasa, karena tidak ada sistem pengawasan yang ketat atau sanksi yang tegas.
Plagiarisme akademik adalah tindakan tidak jujur dalam dunia akademik yang melibatkan penggunaan ide, karya, data, atau kata-kata orang lain tanpa memberikan pengakuan atau sitasi yang semestinya, sehingga seolah-olah karya tersebut merupakan hasil orisinal dari pelaku. Tindakan ini dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap etika dan integritas akademik.
Tindakan menyadur, menyalin, atau mengambil sebagian atau seluruh karya ilmiah, gagasan, argumen, data, tulisan, atau hasil pemikiran orang lain tanpa mencantumkan sumber secara tepat dan memadai, dengan maksud untuk mengakui karya tersebut sebagai hasil karyanya sendiri dalam konteks akademik seperti tugas kuliah, skripsi, tesis, disertasi, makalah, laporan penelitian, atau publikasi ilmiah.
Tujuan plagiarisme akademik pada intinya berakar dari keinginan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dalam proses pendidikan tanpa usaha yang semestinya. Hal ini mencerminkan krisis integritas dan sering didorong oleh tekanan sistemik, lingkungan, atau kelemahan pribadi. Meskipun tujuannya tampak "praktis", akibat jangka panjangnya sangat merusak baik bagi individu maupun institusi pendidikan.
Pendidikan bisu dalam konteks pendidikan tinggi adalah suatu kondisi di mana proses pendidikan berlangsung tanpa dialog yang sejati antara dosen dan mahasiswa, sehingga mahasiswa tidak dilibatkan secara aktif dalam berpikir kritis, berdiskusi, atau mengekspresikan pendapat. Pendidikan jenis ini cenderung otoriter, satu arah, dan membungkam suara mahasiswa, menjadikan mereka hanya sebagai objek, bukan subjek dalam proses belajar-mengajar.
Pendidikan yang seharusnya menjadi hak publik berubah menjadi komoditas bisnis. Lembaga pendidikan lebih mementingkan keuntungan daripada mutu.
Dampak Pendidikan Bisu
1.Mahasiswa tidak berpikir kritis.
2.Lulusan tidak siap menghadapi masalah nyata di masyarakat.
3.Reproduksi ketidakadilan dan ketimpangan sosial.
4.Matinya daya inovasi, keberanian berpikir, dan kebebasan akademik.
4.Menurunnya kualitas intelektual bangsa.
Pendidikan bisu adalah bentuk pendidikan yang membungkam daya kritis peserta didik, menjadikan mereka sekadar penerima informasi tanpa kesempatan untuk mempertanyakan, mengkritik, atau mengembangkan pemahaman berdasarkan realitas mereka sendiri.
Kesimpulan
Pendidikan bisu dalam pendidikan tinggi adalah model pendidikan yang membungkam partisipasi aktif mahasiswa, menjadikan mereka hanya sebagai penerima pasif. Ini bertentangan dengan semangat pendidikan yang membebaskan dan memberdayakan. Untuk membangun pendidikan tinggi yang bermutu, perlu pergeseran dari pendidikan bisu ke pendidikan yang membebaskan, kritis, dan dialogis.
Daftar pusaka
1.Freire, Paulo. (2005). Pendidikan Kaum Tertindas (Pedagogy of the Oppressed). Terjemahan bleh Utomo Dananjaya. Jakarta: LP3ES.
2.Suyanto, Bagong. (2010). Masalah Sosial Anak dan Remaja. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
3.Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (2010). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional RI.
4.Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). (2006). Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.