Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Infobesia

Bertugas di Gabus, Pati, Jateng. Direktur sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. Redaktur Media Didaktik Indonesia [MDI]: bimbingan belajar, penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah bereputasi SINTA. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kucing Sombong dan Pipit Rajin

7 September 2025   14:49 Diperbarui: 7 September 2025   14:49 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Di tepi hutan yang rimbun, hiduplah seekor kucing bernama Si Meong. Bulu belangnya halus dan matanya selalu berbinar penuh akal. Namun, kepintarannya itu ia pakai untuk hal yang keliru. Meong sangat malas. Menurutnya, kerja keras adalah hal yang sia-sia bagi yang punya otak. Ia lebih suka duduk-duduk di balik semak, memikirkan cara mudah mendapatkan makanan.

Tak jauh dari sana, sekawanan burung pipit hidup dengan riang. Pemimpin mereka adalah seekor pipit muda bernama Pio, yang meski bertubuh mungil, sangat rajin dan bersemangat. Setiap pagi, dengan kicauan riang, Pio memimpin kawanannya terbang melintasi padang rumput untuk mengumpulkan biji-bijian terbaik. Hasilnya mereka kumpulkan dengan jujur untuk persediaan musim dingin.

Suatu sore, Meong yang kelaparan melihat tumpukan biji-bijian milik kawanan Pio yang berkilauan keemasan terkena sinar matahari. Air liurnya menetes. Sebuah ide licik pun muncul di kepalanya. Ia mendekat dengan langkah gemulai, ekornya berdiri tegak dengan sikap yang dibuat-buat ramah.

"Wahai, Pio yang rajin," kicaunya dengan suara lunak. "Aku takjub melihat kerja kerasmu. Tapi, hati-hati, kawanku. Hutan ini menyimpan banyak bahaya. Musuh yang jahat bisa datang kapan saja. Bagaimana jika kujaga persediaan kalian ini? Aku hanya minta sedikit imbalan, beberapa biji terbaik saja sebagai upah jaga."

Pio, yang hatinya masih percaya pada kebaikan semua penghuni hutan, merasa terbantu. Ia menyetujui tawaran itu dengan sukacita.

Sejak hari itu, segalanya berubah. Setiap kali kawanan pipit menitipkan biji, Meong selalu mengambil bagian yang jauh lebih besar dari janjinya. "Ada ular yang mengintai, butuh tenaga ekstra untuk mengusirnya," keluhnya suatu hari. "Tadi malam hujan badai, biji-bijian ini hampir hanyut, aku harus menyelamatkannya," tambahnya di hari lain dengan wajah yang dibuat-buat lelah.

Persediaan kawanan pipit semakin menipis, sementara perut Meong membuncit. Pio mulai resah. Keraguan dalam hatinya tumbuh. Ia pun memutuskan untuk mencari nasihat dari Burung Hantu tua yang bijaksana yang tinggal di pohon oak tertinggi.

"Yang Mulia," kata Pio, "Aku merasa diperdaya." Ia menceritakan seluruh kisahnya.

Burung Hantu menghela napas, matanya yang tajam berbinar kebijaksanaan. "Pio, anakku, kau bukanlah bodoh, hanya terlalu percaya. Meong tidak menjagamu. Ia hanya menjajah kepercayaanmu. Kekuatanmu ada pada kawanan dan sayapmu. Mengapa kau menitipkan nasib pada penjaga yang rakus?"

Pio pun tersadar. Ia bukanlah sendirian. Kembali ke sarang, ia menceritakan kebenaran dan penyesalannya pada seluruh kawanan. Bukannya marah, mereka justru berkumpul mendukungnya. Mereka berdiskusi dengan gagah berani. Malam itu, dengan suara rendah, mereka sepakat untuk sebuah rencana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun