Mohon tunggu...
Khodijah
Khodijah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulis 12 Buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lakonku Opo toch?

5 September 2023   22:41 Diperbarui: 5 September 2023   22:43 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tinggal di tempat baru ndlala, semua jalanan di sini nama-nama tokoh perwayangan.
Dan nama jalan tempat yang kutinggali adalah jalan Srikandi Raya. Muncul rasa ingin tahu bagaimana sosok Srikandi?

Sehingga masuklah aku pada bacaan perwayangan
Muncul kembali pertanyaan. Lakonku masuk pada sosok siapa ya?

Membaca hal tersebut mengingatkanku pada para penyiar ajaran di tanah jawa, yang membawa media tersebut.

Hal tersebut juga mengingatkanku
pada mereka yang mempermasalahakan media perwayangan yang telah mengena dan melekat di tanah jawa.

Mereka yang melarang perwayangan tak lain sosok yang menjalani harinya sebatas di dalam rumahnya sendiri terkurung tanpa ventilasi.
Alias kegerahan sendiri..
Ehh yang disalahkan wayang...

Hanya orang-orang kreatiflah yang bisa menciptakan sebuah media dan inovasi dalam menciptakan sebuah cara untuk mengajak orang lain dengan pemahaman  cinta dan kasih. Hingga para sosok yang melarang itu sebenarnya sedang mengolok-ngolok dirinya sendiri.

Sebenarnya tema atau bahasan soal perwayangan  ini sepertinya sudah menjadi materi basi. Karena sudah tidak heboh sebagaimana tahun lalu. Akan tetapi saya yang saat ini tinggal di bumi perwayangan ingin mengungkap hal ini lagi.

Para wayang adalah gambaran yang ada pada setiap orang. Mustahil para wali songo mengajarkan dengan menceritakan langsung yang terkait dengan orang atau manusia yang bersangkutan. Dengan kata lain wayang adalah gambaran manusia. Masing-masing berdasarkan perannya.

Di sinilah sebuah ajaran lebih santun karena tak menunjuk langsung. Selain itu dengan media perwayangan manusia menjadi terhibur. Sebuah ajaran tidak menegangkan ketika cara yang disampaikannya juga tak kaku dan tidak menakut-nakuti pendengarnya dengan kata neraka dan dosa.

Ajaran adalah cinta bukan horor semata, sebagaimana yang disampaikan para pecinta bidadari imitasi. Metode ajaran saat ini adalah realistis bukan pemikiran kuno yang isinya menghakimi dan juga doktrin.

Masa kini adalah zaman dimana akal tak lagi bisa untuk dicekoki. Satu yang perlu dikenali adalah
Ketika ucapan mendamaikan, dan tidak bertentangan dengan akal, maka kebenaranlah yang ada, namun ketika yang terdengar soal cacian dan kebencian, percayalah itu bukan ajaran sebenarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun