Mohon tunggu...
Sofia Khansa
Sofia Khansa Mohon Tunggu... Sekretaris - Secretary

Penulis amatir.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Mengatasi Triple Planetary Crisis: Tantangan dan Transformasi untuk Indonesia

2 Mei 2024   19:00 Diperbarui: 2 Mei 2024   19:02 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dreamstime.com

Triple Planetary Crisis---hidrometeorologi, polusi, dan kerugian pangan---membentuk lanskap yang mengancam kehidupan manusia di era modern. Pada tahun 2023, 99% bencana yang terjadi dikaitkan dengan faktor hidrometeorologi dan polusi. Indonesia, dengan tingkat kerugian dan pemborosan makanan tertinggi di dunia, terpapar secara langsung oleh dampak-dampak ini.

Perubahan iklim menjadi salah satu pendorong utama dari krisis ini, dengan prediksi peningkatan suhu hingga 0,45-0,75 derajat Celsius. Dampaknya tidak hanya terasa di daratan, tetapi juga di perairan Indonesia, yang diprediksi sulit dilayari oleh perahu kecil, terutama yang memiliki tonase kurang dari 10 GRT. Tak kurang dari 18.000 garis pantai Indonesia dikategorikan sebagai rentan terhadap perubahan ini.

Untuk menghadapi tantangan ini, BAPPENAS telah menjalin kerja sama dengan berbagai institusi. Hal ini menjadi penting mengingat 11,65 juta orang masyarakat tidak mampu di Indonesia menghadapi ancaman serius akibat perubahan iklim, termasuk kerentanan pesisir yang memaksa sebagian penduduk untuk pindah.

Meskipun Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi tinggi hingga mencapai 6-7% pada tahun 2045, namun tantangan dari Triple Planetary Crisis dapat menjadi penghalang besar. Oleh karena itu, diperlukan transformasi ekonomi yang mencakup beberapa strategi seperti peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), produktivitas, transformasi digital, integrasi ekonomi domestik, dan pemindahan Industri Kecil Menengah (IKM).

Dalam konteks ini, konsep Ekonomi Hijau dan Pembangunan Hijau menjadi sangat penting. Hal ini menekankan pada menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kapasitas lingkungan. Meskipun Indeks Ekonomi Hijau Nasional menunjukkan peningkatan, namun masih ada ketertinggalan dalam aspek lingkungan. BAPPENAS telah melakukan simulasi terkait kebijakan yang ada, termasuk penurunan emisi, untuk meningkatkan Indeks Ekonomi Hijau yang diharapkan mencapai 90,65% pada tahun 2045.

Pembangunan Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim telah menjadi bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan akan terus berlanjut hingga tahun 2045. Dalam RPJPN, scenario penurunan emisi untuk Ekonomi Hijau jauh lebih ambisius dibandingkan dengan yang sudah disubmit ke UN.

Transformasi menuju Ekonomi Hijau juga diharapkan dapat menciptakan peluang pekerjaan baru, termasuk green jobs, serta mendorong reskilling dan upskilling. Dalam sektor pariwisata, terdapat kecenderungan menuju mobilitas ramah lingkungan dan penerapan energi terbarukan.

Selain itu, konsep Ekonomi Sirkular juga menjadi fokus, yang menekankan pada efisiensi sumber daya. Kolaborasi melalui Interaksi Penta Helix dan aksi rendah karbon melibatkan seluruh pemangku kepentingan seperti akademisi, media, pemerintah, industri, dan masyarakat dalam usaha mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun