Mohon tunggu...
Khansa Wijaya
Khansa Wijaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang pelajar

Asal Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perilaku Ghosting Pasca Kenalan di Dating Apps

9 Juli 2021   10:00 Diperbarui: 9 Juli 2021   10:09 864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Teori disonansi kognitif diperkenalkan oleh seorang psikolog asal Amerika Serikat, Leon Festinger (1957) mengemukakan bahwa adanya disonansi menimbulkan ketidaknyamanan secara psikologis. Ketidaknyamanan tersebut memotivasi seseorang untuk mengurangi disonansi. Selain itu, mereka akan menghindari situasi dan informasi yang akan memunculkan disonansi.

Salah satu narasumber mengatakan bahwa ia menggunakan dating apps untuk berkenalan dan berujung pacaran. Namun pada saat kedua belah pihak bertemu secara langsung, narasumber yang diketahui mempunyai penyakit pernafasan merasa tidak nyaman akibat tindakan merokok yang dilakukan oleh pacarnya. Disonansi tersebut menyebabkan narasumber melakukan ghosting terhadap pacarnya dan akhirnya hubungan mereka pun berakhir.

Narasumber lainnya membeberkan pengalaman ketika ia menggunakan dating apps. Narasumber mengatakan bahwa ia dulu merupakan korban ghosting dating apps. Akibat trauma di ghosting, narasumber akhirnya memutuskan untuk melakukan ghosting pada kenalannya di dating apps untuk menghindari disonansi tersebut.

Merujuk pada kedua kasus tersebut, komunikasi yang tidak terjalin dengan baik antara kedua belah pihak merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya ghosting. Hal tersebut menimbulkan kebingungan dan rasa kehilangan karena pacar atau kenalannya tiba-tiba menjauh tanpa alasan. Lebih baik hal tersebut dikomunikasikan terlebih dahulu karena kejelasan lebih dibutuhkan alih-alih pergi tanpa alasan.

Ghosting yang dilakukan oleh pelaku tidak dapat dibenarkan. Ghosting akan memperlihatkan bagaimana perilaku seseorang. Seperti caranya yang tidak dapat menyelesaikan masalah, mengambil keputusan, dan kemampuan menyelesaikan masalah.

Menurut studi tentang strategi mengakhiri hubungan pada tahun 1970-an, hubungan yang berakhir karena ghosting menyebabkan rasa sakit hati, marah, dan frustasi yang lebih besar. Kejadian ini juga menyebabkan trauma seperti yang dialami oleh salah satu narasumber.


Untuk move on dari pelaku ghosting, ada beberapa cara yang bisa kamu lakukan. Pertama, kamu dapat melakukan me time. Me time diartikan sebagai kegiatan meluangkan waktu untuk diri sendiri. Kegiatan ini memberikan kesempatan otak dan tubuh untuk beristirahat, menjernihkan pikiran, mengurangi stres, sekaligus merevitalisasi tubuh.

Selanjutnya, menyibukkan diri dengan kegiatan positif dan bermanfaat. Dengan berbagai kegiatan tersebut, pikiranmu akan teralihkan dan menjadi lebih fokus terhadap apa yang kamu kerjakan. Kamu bisa menyalurkan hobi, belajar hal baru, melakukan olahraga, serta menghabiskan waktu dengan keluarga dan teman.

Terakhir, kamu harus belajar menerima dan mengikhlaskan keadaan. Dengan begitu kamu tidak perlu membuang waktu dan energi untuk hal-hal yang membuat kamu sakit hati. Jadikan ghosting tersebut sebagai pengalaman hidup menuju pendewasaan.

Oleh: Muhammad Khansa Wijaya Putra dan Sirle Margareta Vinci

SUMBER:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun