Mohon tunggu...
Khalid Walid Djamaludin
Khalid Walid Djamaludin Mohon Tunggu... Ilmuwan - Social Researcher

My name is Khalid Walid Djamaludin. I am an Independent Social Researcher from PRODES Institute Indonesia. my research interests are Economic Anthropology, Political Economy, Corruption Studies, and Social Empowerment.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tantangan Sebuah Masyarakat Desa Terisolir di Purworejo

29 Januari 2021   15:08 Diperbarui: 29 Januari 2021   15:13 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berdasarkan anggapan publik berkenaan dengan mayoritas wilayah terisolir, terpencil, tidak berkembang, serba kekurangan (sarana dan pra-sarana kesehatan dan pendidikan), miskin, terbelakang terdapat di bagian timur Indonesia, dan sebagian tersebar di beberapa wilayah di Sumatra dan Kalimantan, dan kenyataannya tersebut kurang tepat untuk dijadikan sebuah kebenaran mutlak. 

Apabila dilihat di Jawa, masih banyak wilayah -- wilayah yang jauh dari kata layak, sejahtera, berkecukupan, daulat atas pangan dan berkembang. Sebuah ironi yang klasik, bertahun -- tahun lamanya negeri ini dibangun, tetapi tanpa adanya asas pemerataan pembangunan. 

Di Jawapun yang dalam periode awal pembangunan era Orde Baru menjadi tumpuan ekonomi Indonesia, masyarakat hanya dijadikan objek pembangunan saja, merealisasikan dana pinjaman dari luar negeri untuk membangun industri, perkantoran dan fasilitas hiburan modern. 

Akan tetapi rezim kala itu bahkan hingga saat ini melupakan masyarakat sebagai subjek pembangunan itu sendiri. Jadi, persoalannya marak pembangunan infrastruktur terutama fisik, tetapi masyarakat dalam cara pandang dan keberadaan masih terbelakang.

Tidak bermaksud berpanjang lebar dalam menjelaskan segala ironi pembangunan dalam tataran nasional secara general, tetapi di sini akan dijelaskan segala tantangan dan kenyataan daerah -- daerah terpencil yang ada di Jawa, khususnya masyarakat pedesaan di Jawa Tengah. Terdapat salah satu desa paling ujung di Kabupaten Purworejo yang langsung berbatasan dengan wilayah Kabupaten Wonosobo, yakni Desa Kambangan, Kecamatan Bruno, Kabupaten Purworejo.

Sebagai wilayah pedesaan, Desa Kambangan cukup menarik untuk dibahas, mulai dari aspek geografis, sosial-budaya, ekonomi, dan hubungan masyarakat dan negara (Pemerintah Desa). Berada di wilayah hutan pinus Perhutani dengan jumlah penduduk kurang lebih 700 jiwa, kemudian berada di ketinggian kurang lebih 1050 mdpl, mengakibatkan udara di sekitar wilayah Desa Kambangan sejuk, dan di sana air sejatinya sangat melimpah.

Kemudian, jarak tempuh dari jalan utama kecamatan ke Desa Kambangan sekitar 40 menit dikarenakan faktor kontur jalan yang meninggi, dan juga banyak jalan -- jalan utama menuju desa yang masih rusak, bahkan masih tanah.

Penduduk Desa Kambangan mayoritas adalah petani yang biasanya menggarap kebun -- kebun yang ditanami dengan varietas tanaman holtikultura, seperti cabai, bawang daun, bawang merah dan bawang putih, singkong, kentang, ubi, jahe dan mereka mayoritas menanam pohon albasia yang nantinya ketika memasuki masa panen mereka salurkan ke pengepul untuk dijadikan bahan pembuatan triplek, atau untuk keperluan pribadi, misalkan untuk bahan material pembuatan rumah.

Di Desa Kambangan sendiri, dikarenakan faktor geografis dan kontur tanah yang berbukit -- bukit sulit untuk ditanami padi. Maka daripada itu, untuk memenuhi kebutuhan pangan (nasi) mereka peroleh dari pasar yang berada di desa tetangga. 

Secara historis, dahulu masyarakat Desa Kambangan pernah menanam padi, tetapi dikarenakan adanya faktor bencana alam pada saat itu, yakni longsor, dan karena tipikal tanah yang tidak cocok ditanami padi, pada akhirnya mereka meyakini, bahwa wilayahnya tidak layak ditanami padi. 

Akan tetapi, informasi yang didapatkan dari masyarakat, bahwa dahulu hingga saat ini, masyarakat mengkonsumsi sumber karbohidrat dari olahan singkong, yakni nasi tiwul, di mana memiliki kandungan gizi lebih tinggi dibandingkan nasi beras, dan dipercaya dapat mengurangi tingkat kolesterol. Pada saat ini, terkadang mereka mengkombinasikan dua hal tersebut, nasi tiwul dan nasi beras, dengan alasan agar tidak terlalu bosan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun