Menurut penelusuran Pemprov jawa tengah kota Surakarta menempati urutan pertama dari karisidenan surakarta (sukoharjo, wonogiri, sragen, klaten, boyolali)  yang mengonsumsi anjing  kurang lebih 13.700 ekor yang disembelih satu bulan.
Di dalam  UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan secara explisit  UU  telah mengatur kenapa ada semacam pengaturan soal pangan, dikhawatirkan akan terjadi banjir makanan membahayakan yang mengancam kemanusiaan dari sisi kesehatan selain mutu dan gizi yang minim, kebutuhan bahan pangan sangat menjadi sorotan publik karena akan berdampak langsung kepada Sumber daya manusia kita. isu anjing  di kota bengawan solo jawa tengah memang sudah sejak lama namun selalu hangat di persoalkan  selain dari sisi ekonomi (lapangan pekerjaan), juga dari sisi kesehatan, menurut penelusuran penulis ternyata kota ini selain kaya kuliner ternyata telah lama mengandrungi kuliner anjing sejak 1940-an, semoga segera hadir solusi dari pemkot setempatÂ
Penulis sekaligus ketua PDPM Surakarta Bidang Hukum, HAM dan Advokasi Publik berharap  agar segera ada alternatif dari Pemerintahan kota surakarta dalam mengambil kebijakan yang tentu tidak memberatkan para penjual daging Anjing atau sering kita dengar rica- rica Gukguk sembari memberi penyadaran dan penyuluhan hukum kenapa ada pelarangan? kenapa harus dihentikan! Pemkot surakarta juga harus segera Berupaya memberikan solusi agar para pelaku ekonomi daging anjing tidak ngambeg atau mutung, mereka harus di edukasi untuk berpindah sektor kuliner  makanan dari anjing menuju sapi atau kambing dan hewan sejenisnya yang halalan thayyiban penuh gizi. Â
Ahmad Zia Khakim.SH
Ketua PDPM Kota Surakarta
Bidang Hukum HAM dan Advokasi Kebijakan Publik