Mohon tunggu...
Khairunnisa
Khairunnisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka mencari tahu tentang suatu hal yang ingin saya ketahui. Saya juga suka membaca, berolahraga, dan melakukan banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Isu Kesehatan Mental pada Mahasiswa Indonesia di Era Gen Z

14 Mei 2024   15:53 Diperbarui: 14 Mei 2024   17:49 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto : https://img.alinea.id/

Berita terkini terkait isu kesehatan mental kembali menjadi masalah serius dan mendapatkan perhatian khusus dikalangan Mahasiswa Indonesia di era Gen Z. Isu ini sedang menjadi topik popular yang banyak diperbincangkan diberbagai media lini massa. Berawal dari kurangnya perhatian dan wawasan akan kesehatan mental tersebut, dapat mengakibatkan adanya ketidakpekaan individu maupun masyarakat sekitar akan kondisi penyandang kesehatan mental dan bagaimana cara pencegahannya untuk mengurangi prevalensi yang semakin meningkat.

Ada saat dimana mahasiswa cenderung tidak terbuka dan tidak peka terhadap kondisi kesehatan mental masing-masing, dikarenakan kurangnya pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya dan seberapa berbahayanya kesehatan mental itu sendiri. Mereka tidak menemukan ruang yang aman untuk berdiskusi dan menjadi tempat untuk berlindung akan masalah yang dihadapi bahkan lebih memilih untuk memendamnya sendiri. Hal ini dapat berakibat fatal jika terjadi secara terus menerus maupun berulang sehingga memicu timbulnya rasa ingin menyakiti diri sendiri melalui aktivitas self-harm hingga bunuh diri.

Untuk saat ini, kasus bunuh diri pada mahasiswa di Indonesia terbilang cukup tinggi. Dimana kasus ini sempat marak bahkan dianggap sebagai trend oleh kalangan mahasiswa baik di tingkat awal maupun mahasiswa tingkat akhir. Jika dikaitkan, hal ini memiliki hubungan yang cukup erat dengan kecemasan, depresi, stress akademik, gaya hidup dan regulasi emosi dalam ide bunuh diri.

Menurut Brigitta Erlita Tri Anggadewi, Faktor psikologis yang menyebabkan seseorang terbersit untuk melakukan bunuh diri bisa juga karena belum memiliki jiwa atau karakter yang tangguh. Atau karena memiliki tipikal mudah sensitif, sering baper karena keadaan. Erlita menambahkan, ada faktor lain yang menyebabkan seseorang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Yakni karena faktor keluarga, teman dekat atau pacar. Ada seseorang yang kesulitan untuk beradaptasi dengan situasi baru. "Pada intinya orang nekat melakukan bunuh diri tidak hanya dilihat dari satu faktor. Karena bisa saja bagi kita sesuatu yang terjadi itu bukan suatu masalah namun bagi orang lain itu jadi suatu masalah banget," papar Erlita kepada Kompas.com, Senin (10/10/2022).

Tak hanya itu, Psikolog Unair, Atika Dian Ariana mengatakan, keberagaman penyebab bunuh diri dapat dikategorikan secara biopsikososial. Secara biologis, orang tersebut dapat memiliki keluhan fisik yang membuat tidak berdaya seperti masalah jantung dan hormonal. Sedangkan secara psikologis mungkin yang bersangkutan memiliki kerentanan untuk merasa tidak berarti. Selain itu secara sosial remaja akan masuk ke dalam relasi sebaya yang merasa hangat dan inti. Tentu bentuk kegagalan dari beberapa aspek tersebut dapat membuat seseorang merasa depresi. "Beberapa hal seperti putus dengan pacar, atau merasa ditolak oleh kelompok bisa jadi membuat dia merasa frustasi," kata dia dalam keterangannya, Senin (3/7/2023).

Melalui pendekatan tersebut, dapat kita ketahui bahwa terdekat bunuh diri adalah depresi dari proses sosial. Faktor sosial penting buat mahasiswa bagi mahasiswa, menurutnya, pertemanan merupakan faktor sosial yang penting. Pertemanan dianggap membantu dalam proses keberlangsungan akademik dan pendewasaan diri. Rasa kegagalan dalam relasi tersebut berisiko memicu munculnya perasaan tidak berdaya dan kesepian yang juga meningkatkan risiko depresi.

"Teman bukan hanya diperlukan untuk keperluan akademis melainkan juga untuk memenuhi tugas perkembangan mereka di tahapan usia remaja ke dewasa awal yang seharusnya membangun relasi sosial dan interpersonal yang intim,"  tuturnya.

Hal ini membuat kita paham akan banyaknya pemicu terjadinya gangguan mental yang menimbulkan resiko serius kedepannya. Sehingga pentingnya bagi kita sebagai mahasiswa membangun relasi yang baik untuk menjaga kesehatan dan juga kestabilan mental. Kondisi dan situasi yang menekan yang terjadi dalam kehidupan seseorang dapat memunculkan reaksi emosi baik itu positif maupun negatif yang dapat menyebabkan individu mengalami tekanan berat yang dapat mengarah pada depresi dan bahkan perilaku bunuh diri. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor resiko yang dapat dihubungkan dengan perilaku bunuh diri yakni : depresi, tidak adanya atau rendahnya kemampuan koping, tingginya perilaku menghindar dari stressor dan  kurangnya hubungan sosial yang dekat (John & Gross, 2004). 

Dalam hal ini dapat kita simpulkan bahwa kondisi atau situasi dimana seseorang mengalami tekanan memunculkan reaksi negatif atau pun positif yang dapat menentukan dampak yang terjadi selanjutnya. Misalnya, seseorang yang mengalami depresi memunculkan reaksi negatif dari dalam dirinya seperti putus asa, melalukan aktivitas self-harm atau mencari kesenangan melalui hal-hal negatif sehingga perlahan hal negatif tersebut membawanya lebih jauh hingga munculnya ide-ide untuk bunuh diri.

Lalu bagaimanakah tindakan kita untuk mengedalikan reaksi negatif dalam meminimalisir ide bunuh diri?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun