Mohon tunggu...
Khairul Azan
Khairul Azan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Berdamai dengan Keadaan: Kunci Kebahagiaan Diri

1 Oktober 2017   18:40 Diperbarui: 1 Oktober 2017   18:52 6097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Oleh : Khairul Azan (Dosen STAIN Bengkalis & Ketua DPD GAMa Riau Kabupaten Bengkalis)

Realitas kehidupan membuat kita semakin bijak dalam menilai orang lain dan diri sendiri. Hidup adalah masalah, dengan masalah kita diajarkan akan kedewasaan dalam cara berfikir dan berprilaku. Oleh karena itu lari dari masalah bukanlah solusi terbaik dalam merjawab segala lika-liku kehidupan. Percaya atau tidak kemanapun kita berlari, dimanapun kita sembunyi masalah akan terus menghampiri. Karena dalam menjalani kehidupan masalah muncul silih berganti dengan berbagai sumber masalah yang melatarbelakangi sebagai bumbu kehidupan dimuka bumi.

Apa yang terjadi kedepannya merupakan rahasia Allah sang pemilik alam semesta dan seisi-isinya. Kita tidak perlu memaksakan diri untuk mengetahui apa yang telah digariskan kepada setiap hamba-Nya. Tugas kita adalah mejalani hidup dengan ikhlas sesuai tuntunan agama agar kita berada pada jalur yang benar. Apa yang kita rencanakan dan apa yang kita inginkan bukanlah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Manusia  hanya berhak berencana sementara hasil akhir Allah lah yang menentukan. Namun meskipun demikian tidak berarti hanya berpangku tangan. Semuanya perlu kerja keras dan kerja cerdas. Kerena Allah jelas mengatakan bahwa "Ia tidak akan merubah sesuatu kaum kecuali merekalah yang merubahnya".

Dalam menjalani hidup dan kehidupan tidak ada yang melepaskan atau sebaliknya. Karena janji seorang manusia kepada manusia lainnya tidaklah selamanya mengikat. Barangkali kita pernah berjanji namun seringkali teringkari, pernah mencintai dan dicintai namun tidaklah sampai sehidup semati, pernah membenci sesuatu justru apa yang kita benci menjadi sesuatu yang disenangi. Ya, inilah kehidupan yang fana penuh dengan teka-teki.

Kebahagian diri adalah sesuatu yang sederhana. Namun kitalah yang seringkali memaknai kebahagian itu seperti beban besar yang ada dipundak kita. Kebahagian bukan hanya karena materi, atau karena impian kita telah terwujud namun kebahagian itu adalah sesuai cara kita dalam memandang dan menjalani hidup tanpa paksaan. Inilah kebahagian yang hakiki.

Memaksakan terwujudnya sesuatu yang kita inginkan adalah bentuk ke egoisan diri yang merupakan pupuk untuk tumbuh kebangnya diri yang tidak pernah bersyukur.  Padahal secara kapasitas kita belumlah layak untuk memilikinya. Oleh karena itu ketika kita gagal dalam meraih suatu kesempatan maka cobalah untuk menerimanya. Yakinlah bahwa ada kesempatan lain yang sedang menunggu kita yang sama sekali mungkin tidak pernah terpikirkan. Begitu juga ketika kita ditinggalkan maka berprasangka baiklah bahwa akan ada pengganti yang lebih baik dari sebelumnya. Ketika tidak dicintai lagi maka yakinlah bahwa banyak cinta yang lain sedang menunggu kita.

Berfikiran positif kepada Allah merupakan kunci kebahagian diri. Karena Allah tidak akan pernah menempatkan dan meletakkan sesuatu yang bukan pada tempatnya. Hanya saja kita seringkali tidak memiliki kesabaran untuk menunggu dan memahaminya.  Ketidak sabaran dan ketidak pahaman atas suatu kenyataan hidup disebabkan kurangnya pengetahuan dalam memahami rumus keidupan. Oleh sebab itu perlu belajar dan belajar lagi agar menjadi manusia yang lebih baik kedepannya. Lakukanlah instropeksi diri agar kita mengenal siapa diri kita sesungguhnya atas kelemahan dan keunggulan apa yang dimiliki. Mengenal diri sendiri adalah hal yang penting dilakukan agar kebahagiaan diri bisa terwujud. Bisa saja karena kelemahan yang masih dominan sehingga Allah belum percaya untuk mengamanahkan sesuatu kepada kita.

Apa yang penulis jelaskan di atas inilah yang disebut "berdamai dengan keadaan". Barangkali ini tidak mudah untuk dilakukan, namun mau tidak mau perlulah dijalani. Karena apa sesungguhnya yang kita cari ketika tidak pernah ada kepuasan diri yang menyebabkan kebahagian seolah-olah tidak pernah dirasakan. Jangan memaksa keadaan untuk menerima kita namun mulailah membuka diri terhadap suatu keadaan. Memang berdamai dengan keadaan pasti behubungan dengan gojolak yang muncul dari dalam diri kita. Ketika hati ingin menerima namun otakmu tidak sejalan maka tidak apa-apa. Abaikan saja. Teruslah berusaha sehingga otakmu lelah dan mulai mengikuti kata hati. Begitu juga sebaliknya. Ketika otak berusaha menerima namun hati tidak se ia sekata maka abaikanlah, sampi hatimu menyerah dan berkata "wahai otak aku menerima keadaan".

Ya, ini perlu dilakukan. Karena ketika kita telah menjalaninya maka yang akan kita rasakan adalah ketenangan diri yang mana antara hati dan pikiran tidak lagi menunjukkan sesuatu yang bersebrangan. Kita akan berekspresi tanpa batas kepada siapapun. Ini terjadi karena semuanya telah berubah dan berbeda. Tidak perlu memikirkan orang lain yang mungkin belum berdamai dengan keadaanmu. Namun yang perlu dilakukan adalah hujani dia atau mereka dengan sesuatu perubahan positif yang terjadi dalam diri kita. Karena yakinlah bahwa ketika kita memberikan sesuatu yang positif maka sesuatu yang positif juga yang akan kita dapatkan.

Oleh karena itu lewat tulisan ini penulis ingin tegaskan bukan bermaksud untuk menggurui  namun ini adalah realitas kehidupan pribadi dalam upaya memperbaiki diri. Berdamai dengan keadaan bukan berarti lari dari masalah justru sebaliknya berusaha menerima suatu kenyatan pahit untuk hidup yang lebih baik. Beranilah memulai, singkirkan rasa ego dan kekhawatiran yang menjadi jurang pemisah dalam menggapai kebahagiaan. Cobalah menyapa ia dan mereka, cobalah untuk menerima kesalahan dan menerima suatu kenyataan. Ketika ini dilakukan maka ketenangan diri akan kita raih. Tunjukkan bahwa kita telah berdamai dengan keadaan.

"Berdamai dengan keadaan adalah jurus jitu dalam meraih kebahagiaan yang hakiki. Kelemahanku adalah kelebihanmu dan kelemahanmu adalah kelebihanku. Kita hidup saling melengkapi dan saling mengisi seperti sepasang sepatu yang tak pernah saling mencemburui. Biarkan hidupmu berekspresi dan peganglah prinsip kebenaran dari sudut pandang orang lain bukan hanya mementingkan keegoisanmu sendiri".

 

Inilah sekilas pengalaman diri semoga bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi kita semua. Aminn...

  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun