Bertahun-tahun momen valentine day di Provinsi Aceh menjadi sesuatu yang tidak boleh di rayakan (dilarang) berdasarkan kebijakan pemerintah yang di dukung oleh masyarakat dan tokoh-tokoh agama. Bagi Aceh yang di payungi dengan aturan menjalankan syariat bagi kaum muslimin dan di hormati oleh warga non-muslim, perayaan valentine day banyak mudharatnya daripada mamfaatnya. Kajian terdapat dampak dari perayaannya banyak negatifnya terutama bagi remaja dan generasi mendatang.Â
Masyarakat Aceh melihat bahwa momen kasih sayang idealnya tidak hanya di rayakan pada satu hari namun perlu dirayakan setiap hari dalam hubungannya dengan umat manusia. Valentine day yang di identik dengan pesta dan kelakuan-kelakuan di luar batas yang sering di praktekkan oleh remaja pria dan wanita dirasa sangat bertentangan dengan norma-norma masyarakat Aceh. Lebih jauh, Aceh yang di payungi Syariat Islam, memandang bahwa budaya tersebut sangat tidak sejalan dengan budaya muslim.Â
Kekhawatiran bahwa momen valentine day di salah gunakan menjadi ajang sex bebar antar remaja yang notabene merusak etika dan akhlak remaja di Aceh. Oleh karena itu, pemerintah mengambil kebijakan melarang perayaan valentine day di Provinsi Aceh. Kesan negatif dan hura-hura sangat kental dari pesta valentine day. Dipandang tidak membawa hal-hal positif sehingga sangat wajar bila momen ini di labelkan ilegal bila di rayakan. Â
Bagi Aceh, melarang perayaan valentine day lebih positif dan terhindar dari hal-hal negatif dalam masyarakat. Walau berbeda dari daerah lain, tetapi Aceh merasa sangat terhormat dengan melabelkan valentine day terlarang di Aceh. Â Â