Mohon tunggu...
Khaidir Asmuni
Khaidir Asmuni Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Alumnus filsafat UGM

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Turning Point Survey Capres: Teori Benci tapi Rindu

18 Januari 2023   03:37 Diperbarui: 18 Januari 2023   03:38 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kendati tak ada karpet merah bagi dirinya, Puan Maharani diyakini akan menemukan chemistrynya dengan rakyat. Blunder kecil di lapangan yang dialaminya dipandang publik sebagai ekspresi yang jujur. Kesalahan yang dibuatpun jadi "indah".  Karena Puan turun ke lapangan tidak ada skenario apalagi rekayasa kamera, maka ekspresi kejujuran itupun berpeluang mendapat simpati tersendiri di hati rakyat.

Puan dinilai akan mampu menciptakan turning point (titik balik) atau gelombang baru untuk merombak survey yang telah beredar selama ini.
Ada saatnya masyarakat akan 'menyesuaikan diri' dengan langkah langkah Puan yang jujur dan apa adanya itu.

Dalam turning point itu, publik tidak melihat Puan menjadi "accidental hero" ataupun seseorang yang melangkah "from zero to hero" secara mendadak, seperti halnya sebuah pencitraan. Melainkan melihat cara Puan berjuang dengan predikat yang membebaninya. Predikat itu seperti dari nama besar Sang Kakek dan Ibunya yang ketua partai terbesar negeri ini.

Beban ini tentu tidak mudah dipikul. Akan lebih mudah bagi orang lain yang tak terbebani oleh predikat sejarahnya. Seperti halnya mitos lembu peteng yang dipercaya sebagian masyarakat telah melahirkan banyak pemimpin. Atau kisah orang biasa yang jadi Presiden. Yang dirasakan lebih mudah merasuk ke jalan pikiran masyarakat. Jika kita membayangkan Puan tanpa beban sejarah. Mungkin kisahnya akan berbeda.

Cara Puan berjuang lebih mirip Alexander Agung yang dididik oleh Aristoteles yang menempa diri sebelum memegang tampuk kekuasaan. Atau kisah seorang kaisar yang harus berjuang menempa diri sebelum memimpin masyarakatnya. Atau kisah lain yang ditemukan di drama film yang gandrung ditonton remaja.

Sedikit orang berpikir akan kelebihan tokoh dengan predikat seperti Puan. Salah satunya selain sangat trampil dan kuat juga memiliki bekal pengetahuan yang cukup. Dia juga tak mudah diatur atur oleh unsur di luarnya. Termasuk tentu saja oligarki.

Selain itu, moral dan tanggung jawab yang dimilikinya tidak akan membuat mereka menghalalkan segala cara dalam isu-isu politik di kekuasaannya. Termasuk (hanya contoh) menyikapi politik identitas yang dikaitkan dengan nilai nilai kebangsaan. Sikap terhadap politik identitas akan jelas dan tegas. Tak berubah hanya untuk meraup suara di masyarakat.

Dari sinilah rakyat dituntut menyadari bahwa mereka membutuhkan pemimpin yang kontekstual dengan kebutuhan yang dihadapi Indonesia saat ini.

Ekspresi Kejujuran

I Love Trouble. Boleh salah tapi tidak boleh berbohong. Apa yang dialami Puan memancing senyum. Dari menanam padi di musim hujan sehingga dikaitkan kekhawatiran di sambar petir, menanam padi dengan cara maju bukan mundur. Hingga membagikan kaos dengan cemberut. Jauh hari sebelumnya, orang mengaitkan Puan dengan mikropon yang dimatikan dalam sidang parlemen.

Ketika diwawancarai oleh Rosiana Silalahi, Puan mengungkapkan dirinya sudah melakukan apapun demi rakyat namun masih saja ada yang mungkin tidak menyukainya. Ungkapan ini merupakan suatu hal yang jujur, yang ditayangkan langsung.

"Bingung juga, enggak tahu kenapa (terkait banyak orang yang dinilainya tak suka).
Kayaknya sudah berusaha kerja benar, turun ke bawah, kemudian kerja ke lapangan," kata Puan, seperti ditayangkan Kompas TV.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun