Mohon tunggu...
Khaidir Asmuni
Khaidir Asmuni Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Alumnus filsafat UGM

Selanjutnya

Tutup

Politik

Budiman Sudjatmiko Bangun Dialog Antargenerasi demi Sempurnakan Peradaban

22 Maret 2022   05:48 Diperbarui: 22 Maret 2022   06:21 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama nama tersebut menggoreskan sejarah Gen Z yang memberi sumbangan besar kepada dunia di zamannya. Forbes mencatat kelebihan generasi Z. Di antaranya Teknologi. Web dan media sosial memperkuat suara anak muda yang belum pernah ada sebelumnya. Dan sebagai penduduk asli digital, Gen Z mewujudkan konektivitas dan menavigasi dunia online dengan kemudahan dan kelancaran yang tak tertandingi.

Lalu Pendidikan. Bagi Gen Z, terdapat pepatah "Pengetahuan adalah kekuatan" tidak pernah benar. Mereka berada di jalur yang tepat untuk menjadi generasi terdidik yang pernah ada di dunia. Mereka memiliki akses ke jumlah informasi yang tiada bandingnya dan, juga, tahu cara memanfaatkannya dalam upaya mereka untuk membuat perbedaan.

Faktor lainnya adalah Gairah. Gen-Z hampir tidak pernah puas dalam mengejar tujuan---sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri untuk diikuti dengan penuh semangat. Dan ketika mereka menemukan tujuan yang benar-benar menggerakkan mereka, mereka mengejarnya dengan hasrat yang tak tertandingi dan tanpa penyesalan. Teknologi mungkin menyediakan platform, dan pendidikan dapat memberikan dorongan, tetapi semangat Gen Z yang membuat mereka begitu menonjol sebelum waktunya dan kuat di panggung dunia.

Gen Z merupakan "manusia baru" yang menghadapi tantangan baru pula. Salah satunya adalah VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity).

Wikipedia menjelaskan, Volatility merupakan kondisi dimana dunia berubah cepat, bergejolak, tidak stabil, dan tak terduga.

Uncertainty. Masa depan penuh dengan ketidakpastian. Sejarah dan pengalaman masa lalu tidak lagi relevan memprediksi probabilitas dan sesuatu yang akan terjadi.


Complexity. Dunia modern lebih kompleks dari sebelumnya. Masalah dan akibat lebih berlapis, berjalin berkelindan, dan saling memengaruhi. Situasi eksternal yang dihadapi para pemimpin bisnis semakin rumit.

Ambiguity. Lingkungan bisnis semakin membingungkan, tidak jelas, dan sulit dipahami. Setiap situasi dapat menimbulkan banyak penafsiran dan persepsi.

Tantangan ini tentu saja berbeda jika dikaitkan dengan era kemerdekaan ketika kita bicara nasionalisme. Juga ketika muncul demonstrasi besar-besaran terkait ketimpangan sosial dan politik, terjadi sebelum dunia menyentuh revolusi industri 4.0. Protes sosial dan politik inipun menghadapi tantangan kontekstual dalam menjawab pertanyaan mengapa hal tersebut harus dilakukan.

Nasionalisme sudah berganti pada paham-paham yang lebih universal. Batas-batas antar negara sudah sangat tipis bahkan tidak ada. Kemajuan teknologi telah mengubah berbagai aspek kehidupan manusia.

Di saat pandemi covid-19 merajalela, terdapat 48 negara yang generasi mudanya terancam hilang (lost generation). Pemecahannya akan melibatkan seluruh negara terdampak. Di sinilah pandangan nasionalisme sudah begitu berubah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun