Mohon tunggu...
Wayan Kerti
Wayan Kerti Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP Negeri 1 Abang, Karangasem-Bali. Terlahir, 29 Juni 1967

Guru SMP Negeri 1 Abang, Karangasem-Bali. Terlahir, 29 Juni 1967

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Ngelekas"

31 Desember 2017   06:38 Diperbarui: 31 Desember 2017   08:48 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.merdeka.com

Masyarakat di beberapa kamp-kamp pengungsi menghimpun diri membuat berbagai kerajinan tangan dari bambu, daun lontar, ate,atau bahan dasar lainnya. Hasil kreativitas mereka dijual ke pasar-pasar atau bahkan para donatur yang datang ke kamp-kamp mereka. Mereka telah "ngelekas" secara terpaksa. Dari dulunya penambang pasir, pengembala ternak, pedagang, dan sebagainya di tempat asal. Kini, mereka berwujah wujud menjadi pengerajin 'paksaan' agar dapat tambahan penghasilan. Ya, "ngelekaslah".

Pola pikir mereka juga turut berubah. Dari mungkin yang sudah biasa menikmati hidup berkecukupan, belajar bersyukur dalam kesederhanaan hidup di pengungsian. Diberikan kesempatan masih hidup saja mereka sudah bersyukur sekali. Anak-anak yang terbiasa riang di rumahnya masing-masing dengan beraneka hiburan, kini di pengungsian sepi dari sarana hiburan. Hanya kadang-kadang saja menikmati hiburan dari para relawan. Pola pikir mereka telah "ngelekas" juga menyesuaikan dengan keadaan.

Masyarakat terdampak pun kini banyak yang "ngelekas" juga.  Yang dulunya berprofesi sebagai sopir angkot di pedesaan misalnya, kini terpaksa jualan makanan di warung-warung dekat pengungsi. Tidak sedikit pula muncul dagang dadakan untuk berebut rezeki demi sesuap nasi. Banyak karyawan hotel yang di rumahkan terpaksa pula berubah wujud, banting setir mencari pekerjaan lain.

Lembaga-lembaga keuangan nonpemerintah, utamanya koperasi-koperasi kecil (UMKM) gulung tikar karena rus atau nasabahnya tidak sanggup bayar karena ngungsi. Mau tidak mau para karyawannya harus "ngelekas" pula lari ke kabupaten lain mencoba mencari peruntungan baru. Denpasar, Badung, dan Gianyar mrnjadi tujuan utama untuk mencari kerja. Bekerja di sektor yang baru membuat  mereka juga harus bisa mengubah skill diri ("ngelekas"). Para pemilik pengusaha galian C kecil banyak yang gulung tikar, dan entah seperti apa pula mereka harus merubah "wujud dirinya".

Dipisit PAD kabupaten Karangasem pun membuat pengambil kebijakan harus memutar otak agar roda pemerintahan tetap bisa berjalan, dan layanan masyarakat juga berjalan. Itu artinya, pemerintah utamanya para pengambil kebijakan harus pandai pula "ngelekas" untuk mencari dan mengatur sumber anggaran. "Ngelekas" zaman Now sepertinya menjadi sebuah keharusan untuk mengahadapi tantangan hidup dengan mengubah/mencari profesi tambahan dan mengubah image gengsi sebagai sebuah perwujudan "ngelekas" yang hakiki.

Salam tanggung "semeton" Karangasem. Mari kita belajar "ngelekas" agar kehidupan kita tetap berlangsung dengan mengambil profesi apa saja yang mendatangkan rezeki secara halal dengan melepas pola pikir gengsi (pilih-pilih pekerjaan) di tengah ancaman badai erupsi GA yang entah kapan akan berakhir.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Dok.pribadi
Dok.pribadi
#Minggu,31-12-2017*Sibetan rumah inspirasi#

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun